Wednesday, March 12, 2014

UMY NGGAK ASYIK!

"Umy, Na peringkat ke lima belas," lapor Husna sambil menyerahkan selembar kertas.

"Peringkat apa?" tanyaku, sambil membuka lembaran kertas tadi, rupanya daftar peserta olimpiade matematika yang lolos seleksi pertama. Benar, nama Husna ada di nomor 15 dari 42 orang peserta tingkat SD yang berhak mengikuti seleksi gelombang kedua.

"Barokallah, selamat ya." ucapku, sambil kuperhatikan raut wajahnya, tak begitu antusias. Aku jadi ingat ceritanya dulu setelah mengikuti seleksi pertama.

"Ini hasil kerja keras Husna kan?" tanyaku meyakinkan.

"Nggak, My, itu hoki aja. Na ngasal waktu ngerjainnya, banyak yang nggak ngerti, terutama yang soal pilihan ganda."

"Lha waktu menentukan  dan memilih jawaban, gimana caranya? Ngitung kancing baju?"

"Nggak lah, My. Ya pake logika aja, kadang kira-kira, tapi nggak sungguh-sungguh dikerjain, waktunya nggak cukup."

"Nggak sungguh-sungguh aja peringkat ke 15 dari 600, gimana kalau sungguh-sungguh?"

"Coba Husna belajar sama Umy, kan jago matematika?" Abi memberi saran.

"Males ah, Umy marah-marah kalau ngajarin."

Ups! Aku melongo mendengar jawaban Husna yang terus terang, tapi iya juga sih, he he.

"Gimana nggak marah-marah, baru ngomong sekecap ngajarin Husna, Harish sudah minta macam-macam, jadi nggak konsenlah," jawabku ngeless.

"Iya, Bi. Kalau Harish nggak ada, mungkin bisa. Sebenarnya enak sih diajarain Umy." Husna mendukungku.

"Belajar sama Abi aja," tawarku.

"Ha ha, matematika kok sama Abi." hmm, Abi tau diri.

"Sebenarnya Umy nggak cocok dengan soal model pilihan ganda, apalagi untuk matematika, menurut Umy tidak bisa menggambarkan kondisi kemampuan siswa yang sesungguhnya, kan nggak tahu, jawaban benarnya karena bisa atau karena kebetulan tepat tebakannya. Btw, ini kesempatan yang diberi Allah untuk Husna. Kalau mau belajar sungguh-sungguh, ini mungkin jalan menuju kesuksesan, tapi kalau masih seperti kemarin, mengandalkan hoki, andainyapun menang, Husna nggak akan puas."

"Trus, belajarnya gimana?" tanya Husna.

"Umy dan Abi menyekolahkan Husna di SDIT yang biayanya sangat mahal, harapannya semua urusan materi pelajaran beres di sekolah, belajar mandiri dengan bimbingan guru. Umy memberi pelajaran lain yang tidak diajarkan di sekolah. Membiasakan belajar mandiri sejak kecil sangat bermanfaat untuk besar nanti, jadi Husna terbiasa belajar kapanpun tanpa tergantung pada orang lain.Tinggal mana-mana yang belum ngerti, bisa ditanyakan pada Umy, Abi atau guru di sekolah."

"Iya, my. Na mau sungguh-sungguh, yang masuk seleksi kedua dari sekolah hanya Na sendirian, sebelas orang teman lain gugur semua."

"Sip! Semangat, usaha semaksimal mungkin, barokallah."



2 comments: