Wednesday, April 29, 2020

Pengantar Tafsir Al-Qur'an


Tafsir Al-Mishbah
Penulis: Prof. DR. AG. H. Muhammad Quraish Shihab, Lc,MA . Indonesia, lahir 1944.
Cendekiawan Muslim dalam ilmu-ilmu Al-Qur’an
Pertama kali terbit tahun 2000

Tafsir Al-Qur'an adalah penjelasan tentang maksud firman-firman Allah sesuai kemampuan manusia.

Kemampuan ini bertingkat-tingkat sehingga apa yang dicerna atau diperoleh seorang penafsir dari Al-Qur'an bertingkat-tingkat pula.

Kecenderungan manusia juga berbeda-beda sehingga apa yang dihidangkan dari pesan-pesan Ilahi, dapat berbeda antara yang satu dan lainnya.

Seseorang yang memiliki kecenderungan hukum, tafsirnya banyak berbicara tentang hukum.

Seseorang yang cenderung pada filsafat, tafsir yang dihidangkannya bernuansa filsafat.
Kalau study yang diminatinya bahasa, tafsirnya banyak bicara tentang aspek-aspek kebahasaan.

Selain itu, keberadaan seseorang pada lingkungan budaya atau kondisi sosial, perkembangan ilmu, juga mempengaruhi dalam menangkap pesan-pesan Al-Qur'an.

Keagungan firman Allah dapat menampung segala kemampuan, tingkat, kecenderungan dan kondisi yang berbeda-beda itu.


"Ayat-ayat Al-Qur'an bagaikan intan, setiap sudutnya memancarkan cahaya yang berbeda dengan apa yang terpancar dari sudut-sudut lainnya, dan tidak mustahil jika kita mempersilakan orang lain memandangnya, maka ia akan melihat banyak dibandingkan apa yang kita lihat."
(Abdullah Darraz)


Setiap kali ayat turun, sambil memerintahkan para sahabat menulisnya, nabi memberi tahu tempat ayat-ayat itu dari segi sistemtika urutan dengan  ayat-yat atau surat-surat yang lain.

Semua ulama sepakat bahwa sistematika urutan ayat-ayat Al-Qur’an adalah taufiqi, artinya berdasar petunjuk Allah yg disampaikan oleh malaikat Jibril kepada Nabi dan bahwa urutan tersebut bukan atas dasar urutan masa turunnya.

Para mufasir berusaha memberikan penjelasan terkait dengan berbagai pertanyaan terhadap isi Al-Qur’an. Seperti, mengapa Al Fathihah di urutan pertama dalam Al Qur’an, padahal bukan ayat yang pertama diturunkan? Mengapa setelah Al Fathihah surat Al Baqoroh? Dan banyak lagi pertanyaan lainnya.

Dengan bekal ilmunya, para pakar berusaha sungguh-sungguh berijtihad menjelaskan hal-hal yang ingin diketahui umat tentang kandungan Al-Qur’an.

Hubungan masing-masing bagian Al-Qur’an dengan lainnya, bagai “kalung Mutiara” yang tidak diketahui dimana ujung dimana pangkal, atau seperti vas bunga yang terangkai oleh aneka kembang warna-warni, tapi pada akhirnya menghasilkan pemandangan yang sangat indah.


Tafsir Al-Azhar
Penulis: Prof. DR. H. Abdul Malik Karim Amrullah (Hamka) 1908-1981, Indonesia.
Ulama, sastrawan, wartawan, penulis, guru.
Pertama kali terbit tahun 1966, terbit lengkap Februari 1981. Buya wafat 24 Juli 1981.

Syarat utama penafsir/penterjemah:
1.     Tahu Bahasa Arab dengan segala peralatannya
2.     Tafsir ulama terdahulu
3.     Asbabun nuzul
4.     Nasikh-mansukh
5.     Ilmu hadits
6.     Ilmu fiqh

Ditambah ilmu:
1.     Bahasa yang digunakan untuk menafsirkan/menterjemahkan
2.     Ilmu kauni/ alam

Sasaran tafsir al azhar dimaksudkan:
1.     Angkatan muda yg bersemangat mempelajari agama.
2.     Mubaligh/ dai

Penafsir menyadari bahwa ilmu yang dimilikinya sebagai modal, tidaklah mendalam, bukan spesialisasinya. Hanya mengetahui secara merata dan meluas dalam setiap cabang ilmu.

Perkataan bahwa segala ilmu sudah cukup dalam Al Qur’an, tidaklah benar. Yang tepat adalah anjuran Al-Qur’an untuk menyelidiki semua cabang ilmu. Contoh, Al Qur’an menyebutkan dzarrah, diterjemahkan lebih kecil dari atom, tapi tidak menjelaskan lebih rinci.

Al Qur’an disebut juga al-Kitab, adalah wahyu-wahyu yang diturunkan Tuhan kepada Rasulnya dengan perantaraan malaikat Jibril untuk disampaikan kepada manusia.

Menurut perhitungan yang umum, Al Qur’an berjumlah 6236 ayat, terdiri dari 114 surat.
Diturunkan dalam dua masa, pertama di Mekkah selama 13 tahun dan berikutnya di Madinah 10 tahun.

Secara menurut Bahasa (lughoh), Al Qur’an berarti sesuatu yang dibaca.

Karakteristik ayat yang turun di Mekkah:
-       menetapkan dan meneguhkan akidah/ keimanan/ tauhid
-       menentang penyembah berhala
-       seruan agar manusia memerdekan akal n jiwa dari perbudakan  adat, tradisi, taqlid
-       perintah menggunakan akal, pikiran, perenungan dan penyelidikan yang mendalam.

Karakteristik ayat-ayat yang turun di Madinah:
-       hukum fikih
-       peraturan kemasyarakatan n negara
-       hukum peperangan
-       hubungan bilateral
-       perjanjian dan  perdamaian
-       hukum pernikahan n rumah tangga
-       membangun masyarakat adil Makmur dengan aturan zakat
-       peraturan haji
-       dll

Saat Al Qur’an diturunkan, bangsa Arab sedikit sekali yang bisa baca tulis, hanya sekitar 1 orang dari 1000 orang. Hikmahnya, mereka memiliki ingatan yang sangat kuat untuk menghafalkan Al Qur’an yang diturunkan secara berangsur-angsur. Tradisi menghafal dengan kuat dari ribuan orang dan dilakukan secara turun temurun inilah sehingga Al-Qur’an menjadi mutawatir.

Itu sebabnya, negeri yang menjajah dunia Islam membelokkan anak-anaknya ke sekolah mereka, menjauhkan pengajaran Al-Qur’an dari orang tuanya, sehingga saat merdeka, sudah banyak muslim yang tak pandai membaca Al Qur’an.

Keistimewaan Al-Qur’an sebagai mu’jizat adalah bukan untuk dilihat mata dan pancaindra (hissi) tetapi untuk dilihat hati dan meminta pemikiran (ma’nawi).
Mu’jizat yang hissi telah habis pengaruhnya, hanya dilihat dan berpengaruh orang sezamannya, karena di zaman modern, manusia sudah bisa melakukannya dengan ilmu pengetahuan manusia.

Kemukjizatan Al Qur’an:
1.     Nilai sastranya. Al Qur’an diturunkan saat sastra Arab di atsa puncaknya, namun tak ada yang sanggup menerima tantangan Al-Qur’an untuk menandingi keindahan sastranya(2:23) Ma’nanya yang hakiki, puncak tertinggi pikiran manusia, tidak akan sampai pada martabatnya. Ajaran akhlaknya, bersifat universal.
2.     Menceritakan berita masa lalu
3.     Diberitakan apa yang akan kejadian
4.     Kajian ilmiah terhadap fenomena alam.

Menterjemahkan/ menafsirkan Al Qur’an mengikuti ijtihad Imam Abu Hanifah, boleh, yaitu untuk membimbing orang yang tidak paham Bahasa Arab tetapi ingin mengetahui isi Al-Qur’an.
Tafsir yang utama dan pertama, tidak lain adalah sunnah rasul, yaitu perkataan dan perbuatan nabi juga perbuatan orang lain/ sahabat yang dibiarkan/ tidak dicegah. Sehingga tidak boleh seseorang menafsirkan Al Qur’an yang berlawanan dengan sunnah Rasul.


Tafsir Fi-Zhilalil Qur’an (Terjemahan)
Penulis: Sayyid Qutb (1906-1966), Mesir. Beliau seorang tokoh pergerakan, intelektual, sastrawan dan penulis.

Hidup di bawah naungan Al-Qur’an merupakan suatu kenikmatan, yang hanya bisa dirasakan oleh orang-orang yang pernah mereguknya.

Kemuliaan apakah yang dapat menandingi kemuliaan yang dilimpahkan oleh Tuhan yang Maha Tinggi dan Maha Mulia? Adakah derajat martabat yang lebih baik dari apa yang telah ditingkatkan oleh Al-Qur’an?

Di bawah naungan AL-Qur’an akan terlihat di bumi ini, gejolak dan pusat perhatian orang-orang jahiliyah pada hal yang remeh temeh. Kekaguman mereka pada pengetahuan yang tak lebih dari pengetahuan anak-anak, persepsi balita dan perhatian anak-anak kecil, tak ubahnya seperti orang dewasa menyaksikan permainan dan senda gurau anak-anak.

Di bawah naungan Al-Qur’an, dapat merasakan keharmonisan yang amat indah antara gerak kehidupan manusia sebagaimana yang dikehendaki Allah dan gerak alam semesta yang diciptakan-Nya.

Di bawah naungan Al-Qur’an didapatkan pelajaran bahwa tidak ada tempat di alam wujud ini bagi apa yang disebut kebetulan, semata-mata atau terjadi secara acak. Segala sesuatu diciptakan untuk suatu hikmah, tetapi hikmah gaib yang demikian dalam, kadang tidak dapat tertangkap oleh pengamatan manusia yang terbatas.

Seorang mukmin harus melakukan berbagai usaha(sebab) karena ia diperintahkan untuk melakukannya, tetapi Allahlah yang menentukan hasilnya. Karena itu, merasa tenang terhadap rahmat, keadilan, kebijaksanaan dan pengetahuan-Nya adalah merupakan satu-satunya tempat berlindung yang aman dan selamat dari segala macam guncangan dan godaan.

Tidak ada kebaikan bagi bumi ini, tidak ada kedamaian dan ketenangan bagi umat manusia, tidak ada martabat, keberkahan dan kesucian, tidak ada keharmonisan Bersama sunnah-sunnah kauniyah dan fitrah kehidupan, kecuali dengan kembali kepada Allah.


Tafsir Ibnu Katsir
Penulis: Al-Imam Al-Hafidz Imaduddin Abul-Fida Ismail bin Katsir (Ibnu Katsir). Lahir di Bashrah pada 700 H. ahli fikih, ahli hadits, sejarawan dan mufasir.

Barangsiapa sampai kepadanya Al-Qur’an, berarti Al-Qur’an tersebut menjadi pemberi peringatan baginya. Barangsiapa kufur, berarti api neraka menjadi tempatnya. (QS. Huud: 17)


Maka yang wajib dilakukan oleh para ulama adalah mengungkap makna-makna Kalam Allah, menafsirkannya, mencari dari sumbernya, mempelajarinya dan mengajarkannya.