Friday, March 28, 2014

MENJADI KAYA KARENA SAMPAH

Aaaah, lagi senang ngomongin sampah nih.

Kalau ada orang kaya karena jadi pemulung, sudah ada beberapa orang yang diangkat kisahnya.

Kalau ada orang kaya karena mengolah sampah organik menjadi biogas, pupuk organik, dsb, juga sudah ada tokohnya. Kalau penasaran pengen tau siapa orangnya, tanya saja pada om Google, mungkin dia tahu.

Bagaimana kalau orang menjadi kaya karena sampah kata-kata atau kata-kata sampah? Bagaimana rumusnya? Haaaa, penasaran kan?

Bagaimana jika kita diumpat seseorang dengan ungkapan "gembel", bagaimana agar kata-kata sampah itu menjadi bahan untuk mengeruk kekayaan?
Apa sih gembel? Bukannya gembel itu pengemis yang penampilannya me******kan itu ya?

Bayangkan! Dihadapan manusia saja kita dianggap gembel, kere, hina, bagaimana di hadapan Allah?
Jadi justru ungkapan ini bisa jadi titik balik kesadaran kita, bahwa memang kita ini tidak punya derajat, tidak ada harganya, kecuali kita bisa menghiasi diri dengan iman dan ilmu, karena yang tinggi di hadapan Allah adalah orang yang beriman dan berilmu.

Bagaimana dengan "tua bangka dan bau tanah", sampah jugakah kata-kata ini? Mungkin menyakitkan bagi orang yang selama ini banyak dibilang penampilannya lebih muda dari usianya. Tapi inipun bisa jadi titik balik, mungkin selama ini yang mengatakan usianya lebih muda bertujuan menghibur atau menyenangkan hati, sedang yang ini jujur. Memang sudah tua, sudah waktunya ingat mati, sudah bau tanah! Jadi ini peringatan dari Allah, hati-hati menggunakan waktu yang entah tinggal berapa hari, bersegera meninggalkan sikap yang banyak sia-sia, beri contoh yang muda dengan akhlak yang baik, nah satu lagi, bersegera menyiapkan buku, kan slogannya satu buku sebelum mati? Setidaknya menyiapkan bahan, kalau nggak keburu, tinggalkan wasiat, agar anak-anaknya yang melanjutkan, atau misalnya menunggu penerbit mayor harapannya tipis, ya buatlah terbitan indie, he he.

Ah, tanggung, satu lagi nih.

Bagaimana kalau ada orang muak dengan pembicaraan kita?

Huh! Makanya jaim dikit dong, biar orang nggak muak!

Ini juga alat untuk koreksi diri. Bersyukurlah kalau ada orang yang menunjukkan kemuakannya, sehingga kita bisa lebih berhati-hati, jangan sampai membuat orang lain muak, kasihankan? Kalau kita muak, sebel dengan orang lain, enak nggak? Makanya, jadikan juga ungkapan ini sebagai bahan untuk meningkatkan kekayaan kita, kekayaan kesadaraan, kekayaan hati, lapang dada dan merendahkan diri, bahwa diri ini bukan siapa-siapa, bukan apa-apa, jangan merasa lebih dari orang lain, Allah nggak suka!

No comments:

Post a Comment