Wednesday, March 5, 2014

PERGESERAN

"Bang, jujur dengan diri sendiri, memang Abang asli begini atau sudah terjadi pergeseran nilai dalam diri Abang?" Aminah nyerocos sesampainya di rumah, setelah menghadiri walimah salah satu temannya.

"Duduk dulu. Ambil minum dulu, belum juga ganti baju, sudah nyerocos nggak jelas." Hanif berusaha mmencegah Aminah meneruskan ucapannya, dia langsung ke kamar untuk berganti pakaian.

Aminah menyadari kekeliruannya, jujur, dia terbakar emosi mengingat kejadian di walimah tadi.

Aminah menyusul ke kamar mengambil baju, kemudian pergi ke kamar mandi.

***

"Bicaralah!" Hanif membuka pembicaraan, setelah semua dalam keadaan tenang.

"Maaf, tadi nggak sabar pengen cepet tahu yang sebenarnya, jujur, Adek kesel liat Abang tadi di sana."

"Yang mana?" Hanif menampakkan rasa heran.

"Abang tadi salaman dengan pengantin wanita." Aminah menjawab sambil cemberut.

"Ha ha, cemburu rupanya, kan pengantinnya pakai kaos tangan?"

"Ya, tadi pakai kaos tangan, minggu lalu, Abang salaman dengan kak Aisyah?"

Hanif terdiam. Dia ingat, minggu lalu silaturahim ke rumah Aisyah, kakak Aminah. Memang dia bersalaman.

"Sebelumnya juga, Abang salaman dengan tante Lena, padahal dulu, di awal-awal nikah, Abang nggak mau salaman dengan wanita yang bukan mahram."

Hanif diam, dia tidak membantah, semua yang dikatakan istrinya benar.

"Menurut Abang, apakah ini memang karakter asli Abang yang mudah kompromi atau memang terjadi degradasi iman atau pergeseran nilai?"

Hanif diam, dia tidak segera menjawab.

"Dulu Abang tidak mau bersalaman dengan wanita bukan mahram karena taat, manusia teladan kita tidak melakukannya dan beliau mengatakan, ditusuk besi panas lebih baik daripada bersentuhan dengan kulit wanita tersebut, apa sekarang dalil itu sudah tidak berlaku lagi? Atau Abang sudah tidak takut lagi dengan konskuensinya?"

Hanif masih juga diam, dia beri kesempatan istrinya untuk menuntaskan segala uneg-unegnya.

"Apa karena sekarang marak, panutan kita sebagian mau bersalaman, mengingat posisi mereka sekarang sebagai pejabat tinggi? Mereka sudah menanggung konskuensinya sendiri, apa mau mereka menanggung konskuensi Abang dengan alasan meneladani mereka? Mungkin ada pertimbangan lain untuk mereka terkait dengan posisinya, tapi Abangkan bukan mereka? Abang bukan pejabat? Dan dalil itu tetap berlaku tanpa melihat posisi kita di hadapan manusia?"

Hanif tetap diam, Aminah merasa tidak enak, seolah dia sedang menghakimi suaminya. Dia melorot dari kursi, pindah duduk kelantai, direbahkannya kepala dipangkuan suaminya.

"Maafin Adek ya Bang, ngomong kurang sopan sama Abang."

Hanif menghela nafas, coba dibuangnya ganjalan yang menghimpit dada. Dibelainya kepala istrinya.

"Sepertinya memang karakter Abang yang mudah kompromi, kurang kuat memegang pendirian. Apa yang Abang lihat dilakukan panutan, sering melemahkan Abang dalam memegang prinsip."

"Bang, selama ini Adek diam, karena yakin Abang tahu itu salah dan berharap, tanpa Adek tegur Abang akan menyadari dan kembali seperti semula. Tapi Adek kurang sabar, kadang terfikir, walaupun kita suami istri, tapi tanggung jawab pribadi di hadapan Allah, kita masing-masing, tapi Adek sedih banget ketika perbedaan sikap kita menimbulkan dampak pada dakwah. Adek segan membahas masalah ini, karena takut mendapat pertanyaan tentang perbedaan sikap kita. Belum lagi menyikapi anak-anak kita yang mulai remaja, bingung mau mengajarkannya, sedang mereka melihat kita tidak kompak untuk hal yang satu ini."

Hanif menghela nafas berat, untuk kesekian kalinya.

"Maafin Abang ya, sebagai imam belum bisa mencontohkan yang terbaik. Terimakasih, Adek sudah mengingatkan Abang. Insyaallah, Abang akan berusaha lebih kuat lagi memegang prinsip, tolong bantu Abang ya?" Hanif mengecup kening istrinya, penuh rasa sayang dan terima kasih.

"Alhamdulillah. Adek bahagia sekali mendapatkan imam yang tidak arogan."

4 comments:

  1. Happy ending euy!! Alhamdulillah. Memang sebaiknya semua pihak tetap sabar dan berlapang dada menerima teguran.

    ReplyDelete
    Replies
    1. sabar dan lapang dada, hmmm, butuh kesungguhan untuk bisa mempraktekkannya he he, semangat!

      Delete
  2. subhanallah inspirasi bangat,,, aku juga sama kayak abang diatas, sering tak bisa menolak tangan yang menjulur didepanku umi gimana itu??

    ReplyDelete
    Replies
    1. lah, kan dah tau konskuensinya? ya siap-siap aja, he he

      Delete