Sunday, March 16, 2014

BERAPA-BERAPA?

"Mi, berapa-berapa?" tanya Hafa, menghampiriku sambil membawa piring.

"Apanya?"

"Kuenya." disodorkannya piring yang dipegang.

"Ini kue dari mana?"

"Di anter Nisa," jawabnya.

"Ada berapa kuenya?"

"Empat potong, Mi."

"Jadi berapa-berapa bagiannya?"

"Satu-satu ya,Mi?"

"Orangnya ada berapa?"

"Empat," jawabnya sambil menyebutkan nama anak-anak yang ada di rumah.

"Kok Umi, Abi nggak di hitung?"

"Oh iya ya," jawabnya sambil nyengir.

***

Ada yang tidak setuju dengan sikap Umi?

Nggak apa-apa, wajar kok.

Setiap orang tua mempunyai pertimbangan sendiri dalam memilih sikap. Umi di sini memilih sikap seperti di atas dengan tujuan membiasakan anak-anak untuk mengingat hak orang tua, mendahulukan orang tua. Penghormatan kepada orang tua merupakan akhlak yang sangat utama, dan itu harus dibiasakan sejak kecil, sehingga anak tidak merasa asing dan keberatan dengan pengorbanan yang harus dilakukannya nanti saat dibutuhkan.

Mungkin sebagian orang tua lebih senang mengambil sikap mengalah, tidak mengambil haknya, untuk menunjukkan kasih sayang dan pengorbanannya kepada anak, tapi ketika sikap itu tidak diimbangi dengan sikap dan penjelasan tentang hak orang tua yang menjadi kewajiban anak untuk memenuhinya, dikhawatirkan anak tidak memahami hal tersebut, lebih parah lagi kalau anak hanya tahu haknya dan merasa bahwa orang tua harus memenuhi hak-haknya.

Fenomena anak-anak yang kurang menghormati orang tua bahkan sampai pada sikap durhaka, perlu menjadi perenungan, adakah andil orang tua di dalamnya? Apakah orang tua kurang membantu anak-anaknya untuk tidak bersikap durhaka?

No comments:

Post a Comment