Thursday, March 6, 2014

EKSPRESI RASA SAKIT

"Auuuuu. . .sakiiiiit!"

"Allahu Akbar!"

"Astaghfirullah!"

"Umii... sakit, Umi!"

Itu beberapa ekspresi rasa sakit yang aku perhatikan dari pasien-pasien ketika terapi akupunktur. Selain ekspresi di atas, ada beberapa pasien menunjukkan ekspresi berbeda, seperti menggeget gigi sampai terdengar gemeletuk, ada juga yang menepuk-nepuk sisi tempat tidur, ada yang meringis, ada yang memejamkan mata sambil bergumam,"nikmati saja.", ada yang tanpa suara tapi keringat dingin bercucuran.

Mengapa bisa begitu? Tusukan dengan jarum yang sama, tapi ekspresi rasa sakitnya berbeda-beda?

Ada baiknya kita kenal dengan istilah ambang rasa sakit.
Pasien disebut mempunyai ambang batas rasa sakit yang tinggi bila dia hanya memberikan sedikit atau tidak bereaksi terhadap stimulus sakit, sedang pasien disebut memiliki ambang batas rasa sakit rendah bila dia memberi reaksi cenderung berlebihan terhadap stimulus yang sama atau yang lebih kecil.

Yang menggelitik, adakah hubungan antara ambang rasa sakit atau ekspresi rasa sakit dengan kondisi psikologis seseorang? Semoga ada yang berkenan membahasnya, terutama yang punya kapasitas tentang psikologi.

Aku belajar dari anak-anak sendiri, enam orang anak dengan enam kombinasi keunikan, termasuk di dalamnya ekspresi mereka terhadap rasa sakit.

Anak pertama, termasuk tidak gampang menangis, kalau ada kesulitan tidak segera bercerita, diupayakannya menyelesaikan sendiri, bahkan kalau sakit seolah tidak dirasa, tidak dihiraukan selagi badan bisa diajak berdiri, dari kecil sampai sekarang. Sangat cocok untuk posisinya sebagai anak pertama, sebagai pemimpin adik-adiknya.

Dari enam orang anak, dua diantaranya begitu heboh ketika merasakan sakit, bahkan cenderung lebay dan didramatisir. Bagi orang yang belum faham, mendengar tangisnya bisa langsung panik, tapi bagiku, yang sudah mengenalnya, ya biasa saja, tenang saja. Keduanya memiliki kesamaan, terlambat dalam kemandirian dibandingkan dengan empat lainnya.

Satu anak tahan sakit, kalau sakit tak terdengar rintihannya, tapi kalau menangis tidak akan berhenti sebelum hati uminya ikhlas dan tenang, tak mempan bujukan, dan menangisnya bukan karena sakit fisik, tapi karena sakit hati keinginannya tidak dituruti, haaah!

Dua orang lagi, kalau sakit merintih, memelas, anaknya agak pemalu dan kurang percaya diri, tapi tekun ketika melakukan sesuatu dan kreatif.

Jadi, apa hubungan antara tingkat ambang rasa sakit dengan kondisi psikologis dan karakter seseorang?

Ha ha, silahkan buat hubungan sendiri sesuka hati, sebelum mengadakan penelitian yang akurat atau menemukan referensi hasil penelitian para ahli.


4 comments:

  1. Adek saya kalo sakit demam biasanya sampe "nggriming" terus maunya ngusel bundanya, trus yang satunya lebih cool seolah tahan sakit. Coba saya analisa aah.. Hehe,

    ReplyDelete
  2. ayo mba Wening, coba analisa, ungkin kalo masing2 kita coba, kemudian kita sharing, akan ada anfaatnya he he

    ReplyDelete
  3. bunda Neny kalo aku sakit senyum'' manyun aja biar sakitnya dinikmati sambil bersukur nikmat sehat selama ini. gak menggerutu dengan memaki kenapa harus sakit hhehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. wah, jempol itu, insyaallah jadi orang yang tangguh, amin

      Delete