Saturday, March 15, 2014

BELAJAR PADA MUALAF, LHO?

"Siapa yang ceramah, Mak?"tanyaku pada ibu yaang sedang mendengarkan ceramah di radio.

"Lupa namanya, itu lho, ustadz yang mualaf," jawabnya, kembali memperhatikan uraian ceramah di radio.

Mamak, usia delapan puluhan, belajar dari seorang mualaf yang baru beberapa tahun memeluk Islam?

***
"Mi, ada pengajian akbar, yang ngisi ustadz dari Jakarta," bu Jono mengabariku dengan antusias.

"Ustadz siapa?" tanyaku, mengimbangi antusiasmenya.

"Itu, ustadz mualaf yang sering nongol di TV."

Hmm, lagi-lagi ustadz mualaf.

***

Ada semacam kecenderungan di masyarakat, berbondong-bondong belajar pada seorang mualaf yang punya kemampuan ceramah. Menurutku, ini logika terbalik! Seharusnya, seorang mualaf belajar kepada muslim yang sudah lama menjalankan ajaran Islam, bukankah Islam bukan ilmu yang dengan mudah di hafal dan diajarkan kembali tetapi ajaran yang harusnya dijadikan petunjuk dan penuntun dalam kehidupan?

Tetapi inilah kenyataan yang ada.

Kadang aku prihatin, ketika menemui seseorang yang usianya sudah senja, tapi membaca Al Quran masih terbata-bata, tidak sesuai tajwid, sedang dia muslim sejak lahir.

Belum lagi kalau memperhatikan remaja-remaja kita, berapa persenkah dari mereka yang dapat membaca Al Quran dengan baik dan benar?

Sebegitu sulitkah mempelajari bagaimana cara membaca Al Quran, yang dengan bisa membacanya berarti kita membuka peluang seluas-luasnya mendapatkan balasan kebaikan dari Allah? Hanya dengan membacanya! Bagaimana lagi kalau kita mempelajarinya, menjaganya, mengamalkannya?

Allah menjanjikan balasan kebaikan dari setiap huruf yang kita baca.

Dan sekarang, baragam metode pengajaran telah dirumuskan untuk bisa belajar membaca Al Quran dengan sistem yang cepat bisa.

Sebenarnya kecenderungan belajar Islam pada mualaf lebih pada suatu kondisi yang mengharuskan kita introspeksi diri sebagai muslim keturunan.

Kalau kita perhatikan, betapa kegigihan dan perjuangan para mualaf menggapai hidayah, sedang kita tak perlu mencari karena hidayah itu sudah kita peroleh bersamaan hadirnya kita di dunia.

Yang jadi masalah, apa yang kita lakukan selama ini? Mengapa kita bisa terkejar oleh para mualaf yang belakangan hadir untuk mempelajari Islam? Hingga akhirnya, yang muslim sejak lahir belajar kepada mualaf yang menjadi muslim baru beberapa tahun, ibarat seorang remaja belajar berjalan pada bayi satu tahun, anehkan?

No comments:

Post a Comment