Monday, March 3, 2014

APATIS

Apatis, sebuah istilah yang sering diidentikkan dengan sikap kejiwaan seseorang terhadap suatu peristiwa, yang menggambarkan kurangnya emosi, motivasi dan tak ada antusiasnya terhadap peristiwa tersebut.

Saat ini sikap apatis sedang melanda sebagian (besar) masyarakat kita, terutama yang tak merasa ada kepentingan dengan siapa yang akan jadi pemimpin negeri ini.

Saya tidak akan bicara visi misi, konspirasi, atau apapun yang muluk-muluk, yang tentunya di luar kapasitas yang saya miliki.

Saya hanya akan bicara berdasarkan logika sederhana dan hati nurani, yang saya yakin semua kita masih memilikinya.

Untuk sementara lepaskan rasa cinta dan simpati berlebihan pada sebagian caleg dan partainya, pun rasa benci dan antipati pada sebagian yang lainnya, karena itu semua akan mengurangi obyektifitas kita memandangnya. Fokuslah pada logika sederhana dan nurani yang tak ingin diintervensi.

Mari kita jawab beberapa pertanyaan berikut, sekali lagi tanpa melibatkan tendensi atau dendam emosi kita pada seseorang atau golongan tertentu.

1. Di manakah kita lahir, hidup dan kemungkinan kita nanti akan dikuburkan?

Saya yakin, jawaban mayoritas adalah Indonesia!

Itu berarti wajar dan sangat masuk akal kalau kita perlu ikut memikirkan kebaikan negara ini, karena itu juga berarti untuk kebaikan diri kita, anak-anak, keluarga dan orang-orang yang kita cintai. Secara naluri, kita inginkan yang terbaik untuk kehidupan diri kita dan mereka.

2. Siapakah yang paling berwenang mengadakan perbaikan untuk Indonesia? Rakyat secara individukah atau pemimpin yang mendapat dukungan rakyatnya? Rakyat yang tidak mempunyai kekuatan untuk membuat peraturan atau pemimpin yang mempunyai legitimasi untuk merumuskan kebijakan?

Sayapun masih yakin, mayoritas kita akan menjawab bahwa yang paling berwenang mengatur negara ini adalah pemimpin yang mempunyai legitimasi dan didukung rakyat.

Jadi, menyambung dengan jawaban pertanyaan pertama, kita sebagai rakyat Indonesia yang menginginkan kebaikan negara ini harusnya ikut berperan dalam menentukan siapa pemimpin yang kita dukung untuk mengatur negara ini.
Semua kita faham, di negara kita, cara untuk menentukan pemimpin adalah dengan pemilu, artinya, ketika kita ingin ikut andil menentukan siapa pemimpin yang akan kita dukung, ya dengan ikut dalam pemilu.
Satu suara kita tak akan berarti apa-apa untuk menentukan nasib bangsa ini, tapi dengan satu suara kita bisa menambah dukungan untuk calon pemimpin yang kita inginkan, berarti kita ikut andil dalam perubahan negara ini dengan menitipkan suara kita pada pemimpin tersebut.

3. Siapakah pemimpin yang layak kita dukung?

Nah, kalau pertanyaan ini saya nggak berani mengklaim jawaban mayoritas, ha ha, karena di sinilah  pusaran bahasan kita.
Ketika kita bicara masalah : siapa....kita? berarti ada kriteria yang disepakati.
Saya memberanikan diri mengajukan kriteria umum untuk seorang pemimpin: jujur, amanah, bertanggung jawab, cerdas, pemberani dan merakyat.
Saya pikir tidak ada yang menolak dengan kriteria pemimpin seperti ini.

4. Adakah di antara para calon yang memenuhi kriteria tersebut?

Tidak mudah menjawabnya dengan lugas dan tegas.
Untuk menentukan jawaban dan sekaligus pilihan dibutuhkan kecerdasan dan kecermatan, karena penilaian kita terhadap seseorang dipengaruhi oleh informasi yang sampai kepada kita tentang orang tersebut.

Informasi itu bisa kita dapatkan dengan bergaul langsung dengan orangnya, bisa juga dari sumber lain, misalnya media atau orang yang mengenalnya.

Kecermatan kita gunakan untuk menyerap informasi yang kita terima, kecerdasan kita butuhkan untuk menganalisa kebenaran informasi tersebut juga mempertimbangkan siapa yang akan kita pilih.

Kalau saya katakan tidak mudah menentukan, bukan berarti tidak ada. Saya yakin ada, kecermatan dan kecerdasan kita yang akan menemukannya. Bila kita tidak yakin dengan kemampuan kita, saya sarankan untuk tidak malu-malu menyertakan Allah dalam langkah ini, minta petunjuk padaNya, karena kita tahu suara kita sangat berarti dan kita tidak akan menyianyiakannya begitu saja dengan tidak menggunakannya atau asal-asalan kita berikan kepada calon yang tidak jelas niat baiknya.

Mungkin kita sedih atau prihatin dengan cara sosialisasi yang dilakukan oleh para calon dan tim suksesnya, tapi maklumilah, mereka melakukan itu untuk sosialisasi. Kitapun dapat menilai kapasitas mereka dengan pilihan cara sosialisasi yang mereka lakukan.

Setidaknya kita bisa membedakan mana hal prinsip yang tidak boleh dilanggar, mana hal yang bisa kita maklumi sebagai sebuah kewajaran upaya sosialisasi.

Mari memilih dengan bijak.

2 comments: