Tuesday, April 8, 2014

TANDA-TANDA KEMATIAN

"Mi, apa tanda-tanda kematian?"

"Mau yang pakai dalil naqli, berdasarkan Al Quran dan hadist, atau dalil aqli, berdasarkan logika?"

"Memang Umi hafal dalil Naqlinya?"

"Enggak sih . . , he he he"

"Yang aqli aja, Mi. Nanti kita cari dalil naqlinya, sambil ngukur logika Umi, gitu."

"Oke, nanti kalau aqlinya bertentangan dengan naqli, jangan dipakai ya yang aqli, kita pakai yang naqli, karena akal manusia itu sangat terbatas."

"Ya, Mi."

"Tanda kematian yang pertama adalah kehidupan, karena tak ada kematian bagi yang tidak pernah hidup. Jadi, kita yang sekarang hidup pasti akan mati."

"Itu kan pasti, Umi. Kalau yang lebih mengarah ke saat kematian?"

"Sakit. Alangkah banyaknya orang yang meninggal saat sakit, walaupun banyak juga orang meninggal tanpa didahului sakit"

"Kalau yang jarang sakit, bisa melihat dari tanda apa?"

"Perubahan fisik, misalnya keriput, uban atau kondisi yang mudah lelah"

"Tapi itu semua mudah dikamuflase dengan kosmetik dan suplemen."

"Eh, nanya-nanya tanda kematian, untuk apa sih?"

"Untuk siap-siap, Umi, kalau-kalau waktunya sudah dekat."

 "Siap-siap apa?"

"Ya mempersiapkan bekal, banyak ibadah, gitu?"

"Wah, ibarat ujian, pake sistem sks ya, sistem kebut semalam, jadi semua bahan ujian dipelajari pada malam sebelum esoknya ujian. Begitu semangatnya, sampai kurang tidur Saat ujian nggak konsentrasi, ngantuk, akhirnya nggak bisa mengerjakan soal-soal dengan baik."

"Eh, Umi, tau ajah."

"Itu mungkin sebabnya, mengapa Allah merahasiakan jadwal kematian seseorang, sebagai tanda kasih sayangNya, tapi kadang kita tidak menyadari dan memahaminya."

"Maksudnya, Umi?"

 "Misalnya, umur manusia di patok 60 tahun, kira-kira, berapa waktu yang dialokasikan untuk mempersiapkan diri? Atau misalnya, dikabarkan, bahwa kematian seseorang satu tahun setelah keluar uban pertamanya, apakah sebelum keluar uban mau berperilaku semaunya, bermaksiat sepuasnya, nanti menjelang ajal bertaubat, banyak ibadah, begitu kali ya?"

"Ehm, iya juga, ya?"

"Sebenarnya mau siap-siap untuk menghadapi apa? Saat sakaratul maut atau masa sesudah kematian?"

"Keduanya, Mi. Pengennya saat sakaratul maut tidak terlalu menyakitkan dan husnul khotimah, mati dengan cara terhormat dan tidak merepotkan orang-orang sekitar, di alam kubur juga mendapat kenyamanan dan saat perhitungan di akherat, termasuk orang-orang yang selamat dan mendapat ampunan dan surganya Allah."

"Layakkah untuk rewad sehebat itu perjuangannya hanya di akhir kehidupan? Itupun kalau menjelang akhir kehidupannya diberi kesehatan, kelapangan dan waktu luang. Bagaimana kalau yang termasuk penderita sakit berat atau ujian lainnya, kemudian dijadikan alasan untuk tidak melaksanakan ibadah dengan maksimal?"

"Iya, juga sih, Mi. Terus gimana menghadapi kematian yang benar, agar tidak salah perhitungan?"

"Idealnya, ketika seorang manusia memasuki usia baligh, saat manusia bertanggung jawab terhadap apapun yang dilakukannya, segera memberlakukan kewaspadaan diri. Menjaga setiap lisannya, menjaga niat atas setiap tindakan yang akan dilakukannya serta menggunakan cara yang baik dan benar, memperhitungkan baik- buruk setiap akan mengambil keputusan, sehingga seluruh desah nafas dan gerak tubuhnya bernilai ibadah. Nah, kalau sudah begitu, kapanpun kematian itu datang, insyaallah husnul khotimah dan selamat di perhitungan akherat."

"Nggak gampang ya, artinya kita nggak bisa ha ha he he semaunya dong?"

"Untuk reward yang begitu fantastis, wajarlah kalau nggak gampang. Mau ha ha he he, bercanda, masih boleh kok, asal tidak melanggar rambu-rambu, antara lain, tidak berbohong, memanggil dengan panggilan yang buruk, merendahkan, dan lain-lain."


No comments:

Post a Comment