Friday, April 11, 2014

PERJUANGAN POHON PISANG


“Mau ikut, Rish?”tanya Umi.

“Ke mana, Mi?”Harish balik bertanya, bangkit dari duduknya.

“Ke kebun, mau ambil daun pisang.”

 “Mba Husna, ikut yok!”Harish menarik tangan Husna yang sedang nonton TV.

“Sebentar, Mbak ambil jilbab dulu.”

***

Umi, Husna dan Harish berangkat ke kebun yang letaknya hanya di seberang jalan rumah mereka.

“Daun pisang, mau untuk apa, Mi?” tanya Husna.

“Untuk membuat pepes teri.”jawab Umi sambil terus berjalan.

“Husna nggak suka pepes teri, banyak durinya,” jawabnya.

“Ya nanti sekalian membuat pepes tahu jamur,” hibur Umi.

“Asyiiiik! Kan ada pisang, sekalian buat lambang sari, ya, Mi?”

“Boleh, tapi Husna yang membungkusi.”

“Harish juga bantuin ya, Mi?”

“Boleh.”

***
Setibanya di kebun, Umi menghampiri rumpun pohon pisang yang dekat sawah.

“Kok nggak ini aja, sih, Mi yang dekat?” Husna menunjuk serumpun pohon pisang yang dekat jalan.

“Itu pohon pisang ambon, daunnya kurang bagus untuk membungkus, selain mudah pecah, juga warnanya kurang cerah.”

“Kalau yang itu, Mi?” Harish menunjuk serumpun pohon pisang yang ada di tengah kebun.

“Itu juga kurang bagus, itu pisang janten atau ada yang menyebutnya pisang lilin.”jelas Umi.

“Yang bagus untuk membungkus, daun pisang apa?” tanya Husna lagi.

“Daun pisang biji atau pisang kepok.”

“Yang mana, Mi, pohonnya?”

“Ini, yang mau Umi ambil daun pisang biji, dan yang itu pisang kepok,” jawab Umi sambil menunjuk rumpun pohon pisang yang berada dekat saluran air.

Husna dan Harish menghampiri Umi, ke rumpun pisang biji. Sambil menunggu Umi mengambil daun pisang, mereka melihat-lihat pohon pisang di rumpun itu.

“Kok namanya pisang biji sih, Mi?” tanya Harish.

“Husna, tuh ada pisang yang sudah ambruk, buahnya sudah masak, cobaiin deh, seperti apa rasanya pisang biji,” kata Umi, sambil memberi kode Harish agar mengikuti Husna.

Husna menghampiri pisang yang ditunjukkan Umi, Harish mengikuti. Diambilnya satu, langsung dikupasnya.

“Aaaaa. . .!” Husna berteriak.

“Kenapa, Hus?” tanya Umi tenang, sambil tersenyum.

“Pantesan namanya pisang biji!” rutuknya.

“Lihat, Mbak?” Harish penasaran. Husna mengulurkan pisang yang sudah dikupasnya.

“Ini yang hitam-hitam apa, Mi?” tanyanya, sambil tetap mengamati pisang di tangannya.

“Huuu, sudah tau biji, masih nanya!” Husna masih sewot.

“Rasanya gimana, Hus?” tanya Umi.

“Manis banget sih, Mi. . . tapi mana tahan sama bijinya, rapet banget.”

Husna menjelaskan, sementara Harish masih penasaran, digigitnya pisang itu dari tepiannya, sedikit. Matanya mengerjab-ngerjab.

“Mi, buangin sih, bijinya!” teriak Harish.

“Ha ha ha, mau selesai berapa hari, Rish?” ejek Husna.

“Sulit, Rish misahin bijinya, makan saja pinggir-pinggirnya, kan bijinya nggak ke ikut.”

 ***
Sementara Harish asyik menikmati pisang biji, Husna beranjak mengamati pohon-pohon pisang di rumpun itu.

“Kok yang ini beda, Mi?” tanya Husna, sambil menunjuk sebatang pohon pisang yang sudah ditebang, tapi tumbuh lagi.

“Itu tandanya, pohon pisang ini ditebang sebelum berbuah, maka dia tumbuh lagi.”

“Kalau yang sudah berbuah, trus ditebang, memang nggak tumbuh lagi?”

“Nggak, karena tugasnya sudah selesai. Sudah memberikan buah dan memperbanyak keturunan dengan tunasnya. Coba lihat yang sebelah sana!” Umi menunjuk sebatang pohon pisang yang sudah mulai membusuk.

“Mati ya, Mi?” tanya Husna.

“Setiap makhluk Allah punya keistimewaan yang bisa kita contoh. Pohon pisang akan terus berjuang hidup sebelum memberikan buah, walaupun di tebang berkali-kali. Begitulah seharusnya kita sebagai manusia, sebagai makhluk Allah, harus terus berjuang, menghadapi segala rintangan dan hambatan sampai cita-cita kita tercapai. Jangan pernah putus asa, malu sama pohon pisang.”

“Misalnya belum buah, pohonnya ditebang,kemudian tumbuh lagi, di tebang lagi, tumbuh lagi, sampai berapa kali, Mi?”

“Ha ha ha, Umi belum tahu sampai berapa kali kemudian tumbang dan tidak bisa tumbuh lagi.”

“Jadi pohon pisang itu matinya pasti kalau sudah berbuah, ya Mi?”

“Nggak juga. Ada yang mati sebelum berbuah, biasanya karena musim kemarau atau terkena penyakit, itu namanya musibah.”

***

“Kok pisang ada macam-macam namanya, Mi? Ada pisang kepok, janten, raja, muli, gedah, tanduk, susu, rejang, aaah, banyak banget.” tanya Husna.

“Pisang kepok aja bisa macam-macam, ada kepok kuning, kepok putih, kepok kapas, terus ada lagi yang besar-besar, wah, lupa Umi namanya.

“Luar biasanya Allah dalam penciptaan makhlukNya. Coba lihat manusia, dilihat dari warna kulitnya ada berapa jenis? Negro, coklat, kuning, putih, merah. Belum lagi dari warna dan jenis rambut, suku bangsanya, hmm, nggak akan sanggup Umi menyebutkan semuanya,”jelas Umi sambil merapikan daun pisang.

“Tak ada kesia-siaan dalam semua ciptaan Allah,” gumam Husna.

No comments:

Post a Comment