“Mau
ikut, Rish?”tanya Umi.
“Ke
mana, Mi?”Harish balik bertanya, bangkit dari duduknya.
“Ke
kebun, mau ambil daun pisang.”
“Mba Husna, ikut yok!”Harish menarik tangan
Husna yang sedang nonton TV.
“Sebentar,
Mbak ambil jilbab dulu.”
***
Umi,
Husna dan Harish berangkat ke kebun yang letaknya hanya di seberang jalan rumah
mereka.
“Daun
pisang, mau untuk apa, Mi?” tanya Husna.
“Untuk
membuat pepes teri.”jawab Umi sambil terus berjalan.
“Husna
nggak suka pepes teri, banyak durinya,” jawabnya.
“Ya
nanti sekalian membuat pepes tahu jamur,” hibur Umi.
“Asyiiiik!
Kan ada pisang, sekalian buat lambang sari, ya, Mi?”
“Boleh,
tapi Husna yang membungkusi.”
“Harish
juga bantuin ya, Mi?”
“Boleh.”
***
Setibanya
di kebun, Umi menghampiri rumpun pohon pisang yang dekat sawah.
“Kok
nggak ini aja, sih, Mi yang dekat?” Husna menunjuk serumpun pohon pisang yang
dekat jalan.
“Itu
pohon pisang ambon, daunnya kurang bagus untuk membungkus, selain mudah pecah, juga
warnanya kurang cerah.”
“Kalau
yang itu, Mi?” Harish menunjuk serumpun pohon pisang yang ada di tengah kebun.
“Itu
juga kurang bagus, itu pisang janten atau ada yang menyebutnya pisang
lilin.”jelas Umi.
“Yang
bagus untuk membungkus, daun pisang apa?” tanya Husna lagi.
“Daun
pisang biji atau pisang kepok.”
“Yang
mana, Mi, pohonnya?”
“Ini,
yang mau Umi ambil daun pisang biji, dan yang itu pisang kepok,” jawab Umi
sambil menunjuk rumpun pohon pisang yang berada dekat saluran air.
Husna
dan Harish menghampiri Umi, ke rumpun pisang biji. Sambil menunggu Umi
mengambil daun pisang, mereka melihat-lihat pohon pisang di rumpun itu.
“Kok
namanya pisang biji sih, Mi?” tanya Harish.
“Husna,
tuh ada pisang yang sudah ambruk, buahnya sudah masak, cobaiin deh, seperti apa
rasanya pisang biji,” kata Umi, sambil memberi kode Harish agar mengikuti
Husna.
Husna
menghampiri pisang yang ditunjukkan Umi, Harish mengikuti. Diambilnya
satu, langsung dikupasnya.
“Aaaaa.
. .!” Husna berteriak.
“Kenapa,
Hus?” tanya Umi tenang, sambil tersenyum.
“Pantesan
namanya pisang biji!” rutuknya.
“Lihat,
Mbak?” Harish penasaran. Husna mengulurkan pisang yang sudah dikupasnya.
“Ini
yang hitam-hitam apa, Mi?” tanyanya, sambil tetap mengamati pisang di tangannya.
“Huuu,
sudah tau biji, masih nanya!” Husna masih sewot.
“Rasanya
gimana, Hus?” tanya Umi.
“Manis
banget sih, Mi. . . tapi mana tahan sama bijinya, rapet banget.”
Husna
menjelaskan, sementara Harish masih penasaran, digigitnya pisang itu dari tepiannya,
sedikit. Matanya mengerjab-ngerjab.
“Mi,
buangin sih, bijinya!” teriak Harish.
“Ha
ha ha, mau selesai berapa hari, Rish?” ejek Husna.
“Sulit,
Rish misahin bijinya, makan saja pinggir-pinggirnya, kan bijinya nggak ke
ikut.”
***
Sementara
Harish asyik menikmati pisang biji, Husna beranjak mengamati pohon-pohon pisang
di rumpun itu.
“Kok
yang ini beda, Mi?” tanya Husna, sambil menunjuk sebatang pohon pisang yang
sudah ditebang, tapi tumbuh lagi.
“Itu
tandanya, pohon pisang ini ditebang sebelum berbuah, maka dia tumbuh lagi.”
“Kalau
yang sudah berbuah, trus ditebang, memang nggak tumbuh lagi?”
“Nggak,
karena tugasnya sudah selesai. Sudah memberikan buah dan memperbanyak keturunan
dengan tunasnya. Coba lihat yang sebelah sana!” Umi menunjuk sebatang pohon
pisang yang sudah mulai membusuk.
“Mati
ya, Mi?” tanya Husna.
“Setiap
makhluk Allah punya keistimewaan yang bisa kita contoh. Pohon pisang akan terus
berjuang hidup sebelum memberikan buah, walaupun di tebang berkali-kali.
Begitulah seharusnya kita sebagai manusia, sebagai makhluk Allah, harus terus
berjuang, menghadapi segala rintangan dan hambatan sampai cita-cita kita
tercapai. Jangan pernah putus asa, malu sama pohon pisang.”
“Misalnya
belum buah, pohonnya ditebang,kemudian tumbuh lagi, di tebang lagi, tumbuh
lagi, sampai berapa kali, Mi?”
“Ha
ha ha, Umi belum tahu sampai berapa kali kemudian tumbang dan tidak bisa tumbuh
lagi.”
“Jadi
pohon pisang itu matinya pasti kalau sudah berbuah, ya Mi?”
“Nggak
juga. Ada yang mati sebelum berbuah, biasanya karena musim kemarau atau terkena
penyakit, itu namanya musibah.”
***
“Kok
pisang ada macam-macam namanya, Mi? Ada pisang kepok, janten, raja, muli,
gedah, tanduk, susu, rejang, aaah, banyak banget.” tanya Husna.
“Pisang
kepok aja bisa macam-macam, ada kepok kuning, kepok putih, kepok kapas, terus
ada lagi yang besar-besar, wah, lupa Umi namanya.
“Luar
biasanya Allah dalam penciptaan makhlukNya. Coba lihat manusia, dilihat dari
warna kulitnya ada berapa jenis? Negro, coklat, kuning, putih, merah. Belum
lagi dari warna dan jenis rambut, suku bangsanya, hmm, nggak akan sanggup Umi
menyebutkan semuanya,”jelas Umi sambil merapikan daun pisang.
“Tak
ada kesia-siaan dalam semua ciptaan Allah,” gumam Husna.
No comments:
Post a Comment