"Mi. dah selesai," Harish laporan setelah mandi.
“Sip! Tuh, handuknya di gantungan, ambil sendiri,
ya?”
Harish menarik satu handuk, aha. . . ternyata
bertumpuk, handuk yang satu ikut tertarik dan jatuh, refleks
Harish berucap,”Maaf!”
“Mesin air kok masih hidup, Rish?” tanya Abi.
“Air di kamar mandi belakang masih hidup, tinggal
sedikit lagi, tadi baknya diperes!”jawab Harish dengan suaranya yang penuh
semangat.
“Apa Rish, diperes?”tanya Abi, aku senyum-senyum,
sudah tahu apa yang dimaksudnya.
“Itu lho, Biii. . . airnya ditumpah. . .eh dituang
pake gayung, sampai habis, terus diisi lagi.”
“Oooo, dikuras,” jelas Abi, sambil senyum.
“Iyyyaaaa,” jawab Harish, dengan pedenya.
“Udah, Mi handukannya.”
“Ambil baju sendiri ya?”
“Di melari, Mi?”
“Lemari,” jawabku,
meralat.
“Bisa sih, Mi, tapi. . .” matanya mengerjab-ngerjab.
“Takut berantakan?” jawabku, biasanya Harish suka
alasan begitu.
“Anu, lho, Mi. . . Harish yang pegang senter, Umi
yang ambil baju sama celana.”
“Kan nggak mati lampu?” jawabku, menduga-duga
maunya.
“Lampu kamarnya nggak usah dihidupin.”
Lho? Oooo, akal-akalannya mau main senter.
“Ya sudah, yok, terus nanti makan sendiri ya.”
Setelah selesai berpakaian, kusodorkan piring yang
sudah berisi mi rebus dan telur.
“Nanti tumpah-tumpah kayak tadiii,” katanya, aha ha
ilmu negonya dikeluarkan.
“Insyaallah nggak, tadi kan pake mangkok kecil, ini
Umi ambilin pake piring.”
“Tapi Umi yang potong-potong minya, ya?”
“Ok.” Setelah kupotong-potong, kusodorkan piring itu
ke hadapannya.
“Baca doa dulu sebelum makan!”
“Umi ajalah,” katanya sambil menyuapkan sendok ke
mulut mungilnya.
Lho?!
No comments:
Post a Comment