Friday, April 4, 2014

MANA KAOS KAKINYA?

"Iiiih, Umi mah," Hany menghentakkan kaki sambil melangkah ke kamarnya.

Lho? Begitulah remaja putriku, belum bisa menghilangkan kebiasaan masa kecilnya, menghentakkan kaki  kalau ada yang tidak berkenan di hatinya.

"Memang Hany mau ke mana?" Tanyaku, saat dia keluar dari kamarnya.

"Ke rumah Ima," jawabnya sambil bersungut.

"Ke rumah Ima kan keluar rumah juga, walaupun nggak terlalu jauh."

"Tapi kalau hari gini kan, di kompleks sepi," kilahnya.

"Bisa di jamin nggak ketemu laki-laki?"tantangku.

"Tapi Ima nggak  pake kaos kaki, nggak apa-apa?" kilahnya.

"Nggak apa-apa gimana?"

"Nggak ditegur Uminya," Hany masih berusaha mencari pembenaran.

"Lha negurnya kan nggak di depan Hany, misalnyapun nggak ditegur, itu tanggung jawab orang tuanya, kalau Hany, tanggung jawab Umi dan Abi."

"Tina tuh malah nggak pake jilbab?"

"Belum baligh, kali?"

"Sudah."

"Lha mamanya Ina kan baru-baru ini pakai jilbabnya, ya kita maklumlah. Kalau Hany, dari bayi imut sudah dibiasakan kalau bepergian pakai jilbab, sehari-hari melihat Umi kalau keluar rumah pakai jilbab lengkap sampai kaos kaki, masa sudah waktunya pakai beneran malah mau dikurang-kurangi?"

"Kok tanggapan Umi beda-beda sih ke Hany, Ima, Tina?"

"Segala sesuatu itu kita harus bijak menyikapinya. Hukum dasarnya, seorang wanita yang sudah baligh wajib menutup auratnya, kecuali telapak tangan dan wajah, bila bertemu dengan laki-laki yang bukan mahramnya. Diharapkan semua muslimah seperti itu, tapi pemahaman orang kan beda-beda, ada yang sudah paham, ada yang agak paham, ada yang belum paham. Kita juga tidak bisa memaksa orang lain, dan masing-masing orang punya tanggung jawabnya. Mendidik Hany jadi tanggung jawab Umi dan Abi, kalau Ima dan Tina, ya tanggung jawab orang tuanya."

"Kalau Hany keluar rumah nggak nutup auratkan yang dosa Hany?"

"Benar, Hany sudah menanggung dosa, tapi Umi dan Abi mempunyai tugas menyelamatkan diri dan keluarga dari siksa neraka, Umi nggak mau anak-anak dan Abi masuk  neraka, seperti Umi juga nggak mau. Makanya Umi cerewet kalau Hany nawar-nawar urusan pakai kaos kaki. Kalau ada dosa nyata, kita harus hindarkan sebisa-bisanya, takutlah Han."

"Tapi ada yang bilang, kaki nggak masuk aurat loh, Mi, makanya banyak yang pake jilbab tapi nggak pake kaos kaki."

"Kita sanggup beli kaos kaki nggak?" Tanyaku, Hany mengangguk.

"Ya sudah, nggak usah pusing, andainyapun itu nggak termasuk aurat, toh tidak dilarang kita memakainya. Kalau bisa melaksanakan yang terbaik, mengapa masih dikurangi?"

"Iya, Mi."

"Dah, berangkat sana, sudah ditunggu Ima, kalau urusannya sudah selesai, segera pulang."

No comments:

Post a Comment