Friday, June 27, 2014

Tujuh Puluh Empat Jam 3

<p>Sebelum turun, aku sempat ngobrol sebentar dengan Ali. Selama ini kami memang jarang saling komen di fb, jadi wajar kalau Ali tidak begitu mengenaliku. Setelah dia tahu namaku, langsung cek fb, untuk memastikan, he he. Dan dia langsung ingat, pernah memberi komen salah satu postinganku. Setelah itu obrolan menjadi lancar.

Aku turun, menunggu Ira dan Susi. di temani Richie dan Armi yang sibuk melayani pengunjung. Tidak lama, Ira datang. Selintas, agak beda dengan fotonya di fb, tapi lama-lama familiar juga. Kami langsung akrab, membicarakan berbagai hal. Dari selera jenis tulisan, suka tidaknya mengikuti event menulis,sampai bagaimana mengelola toko on line. Karena di toko, kami ngobrol santai. Ada yang duduk di kursi, berdiri, bahkan Armi, Ali dan Dedi sambil lalu lalang, he he.

Mas Agung turun, berpamitan pulang duluan, sambil mengingatkan agar aku minta tanda tangan Pak Isa untuk buku Acupoint. Ups! Kalau tidak di ingatkan, aku bahkan tidak terpikir, maklumlah, tertutup buncah bahagia dengan pertemuan ini.

 Aku telpon Hilmy yang menunggu di cafe. Hilmy mirip Abi, memberi kesempatan padaku untuk menikmati dunia yang mereka tidak terlibat di dalamnya. Ku kenalkan dengan Armi, kemudian mereka ke mushola.

Saat Maghrib, Susi datang. Alhamdulillah, aku langsung mengenalinya. Setelah cipika-cipiki dan ngobrol sebentar, Susi berpamitan untuk sholat, sedang Ira sudah kembali dari mushola.

Pak Isa turun, melanjutkan obrolan. Ira mengadukan tentang kasus copas oleh salah satu member, kebetulan tulisanku, Ira dan Susi termasuk yang di copas, ditayangkan di blognya tanpa nama penulis bahkan ada yang nama penulisnya diganti dengan namanya. Kemudian mereka ke atas untuk membaned member tersebut, agar kejadian tidak terulang.

Susie dan yang lainnya datang, kami berkumpul dan melanjutkan obrolan lagi. Sekilas obrolan ngalor-ngidul, he he, tapi tetap saja banyak hal yang bermanfaat. Bagaimana kami mendengar cerita tentang proses penerbitan dan pemasaran novel Keping Hati yang di tulis keroyokan, hebat kan?

Obrolan kami selingi dengan foto-foto.


Depok, Selasa 24 Juni pukul 19.00

Aku berpamitan. Sebuah pertemuan yang membekas dan menghadirkan kebahagiaan. Karunia Allah sungguh luar biasa. Salah satu efek dunia maya, yang dianggap sebagian orang tidak bermanfaat, bahkan memberikan pengaruh buruk. Bagiku justru banyak memberikan kesempatan untuk bermuamalah, saling memberi manfaat kepada sesama. Teknologi hanya alat, bagaimana efeknya, tergantung kepiawaian kita mengelolanya.

Sepertinya sudah tak terkejar lagi pulang ke Lampung. Aku telpon Abi, membatalkan keberangkatan malam ini.

Masih ada satu tempat yang akan kusinggahi, sebelum pulang ke asrama Hany. Langsung meluncur ke Kalibata, kompleks DPR.

Alhamdulillah, Teh Nana, istri Bang Abdul Hakim ada. Mereka salah satu sahabatku di Lampung. Hampir sepuluh tahun mereka meninggalkan Lampung dan tinggal di kompleks ini.

Aku tidak canggung, karena tahu, mereka orang-orang yang baik. Perbedaan strata sosial tidak membuatnya berubah sikap, tetap ramah dan akrab. Sssst, Bang Hakim ini yang membuka jalan terbentuknya keluargaku. Iya, betul, beliaulah yang memberi pengantar Abi melamarku, he he.

Kami di ajak makan malam bersama, sambil ngobrol tentang masa lalu dan perkembangan Lampung saat ini.
Baru selesai makan, Bang Hakim pulang. Kami melanjutkan obrolan, beliau banyak menanyakan tentang anak-anakku.


Kalibata, Selasa, 24 Juni 14 pukul 21.00

Kami berpamitan, tentunya dengan beberapa pesan dan salam untuk teman-teman di Lampung, juga buah tangan. Perjalanan masih berlanjut ke asrama, mampir sebentar membeli martabak untuk anak-anak.


Pulo Gebang, Senin 24 Juni 14 pukul 22.00

Aku sampai asrama. Sebagian besar anak-anak belum tidur. Mereka menyambut gembira martabak yang kubawa dan memakannya bersama. Hany kubangunkan, keadaannya sudah lebih baik, tapi masih tampak pucat. Setelah sholat aku langsung istirahat, cuuuapek banget.

Setelah sholat Subuh, Hany akupunktur lagi. Sambil ngobrol dengan anak-anak. Banyak hal, intinya memotivasi dan mengarahkan mereka, terutama masalah pilihan pendidikan. Aku tak ingin mereka mengalami nasib seperti generasiku, tidak tepat memilih jurusan, mengeluarkan banyak biaya, tapi dalam kehidupan berikutnya, ilmu yang dikejar sekian tahun, relatif kurang nyambung dengan pilihan profesinya. Sayang sekali waktu yang terlewati dan biaya yang sudah dikeluarkan. Memang benar, tidak selamanya pilihan jurusan pendidikan sejalan dengan profesi yang direncanakan, tapi kan kurang efektif dan efisien dalam penggunaan waktu dan biaya?


Pulo Gebang, Rabu, 25 Juni 14 pukul 10.00

Aku berpamitan dengan hampir seluruh penghuni asrama. Hany sudah lebih segar.

Bismillah, perjalanan pulang dimulai. Hmm, siang hari, setidaknya lebih banyak yang bisa kulakukan. Lumayan, dapat tempat di barisan tengah, kaki bisa selonjor dan berganti posisi.

Mobil berjalan, setelah basa-basi sebentar dengan penumpang di sebelah, segera aku keluarkan bekal yang akan menemaniku sepanjang perjalanan. Hadiah dari Richie, buku terbaru terbitan ANPH, karya Pak Isa Alamsyah.


Hmm, namanya sudah berumur, mata tak cukup dua. Maka, di samping buku, kacamata tak boleh tinggal, tanpanya, buku tak bisa dimanfaatkan.

Buku yang sudah kunanti sekian lama, Alhamdulillah.

Tadi waktu di ANPH, Susi bilang, kalau salah satu postingannya di jadikan contoh, iih, punyaku ada nggak ya?

Tidak seperti biasanya, kalau dapat buku kupilih-pilih mana dulu yang dibaca, kali ini, karena yakin tak ada gangguan, maka aku melahapnya dari depan. Hmm, sempat senyum lihat covernya, Pak Isa beda dengan yang di No Excuse atau Catatan Hati Pengantin, yang ini agak serem! He he, mungkin menyesuaikan dengan tema buku, yang meneliti detil kesalahan para penulis.

Isi buku ini sebagian sudah pernah di posting di KBM, hanya saja, di sini pembahasannya lebih detil beserta contoh-contoh. Salah satunya yang dibicarakan Susi. Tapi, sampai halaman 170, belum satupun contoh kesalahan itu di ambil dari postinganku di KBM, yang kuperkirakan sudah empat ratusan, he he, kenapa ya? Apa di halaman yang lebih belakang? Atau aku bukan tergolong Penulis Pemula? Jadi, penulis apa dong? Profesional atau senior? Ha ha ha, atau Prapemula? Ck ck ck. Kemungkinan lain, tulisanku sama sekali tidak menarik untuk dicermati Pak Isa, hah! Jangan-jangan, malah sama sekali tidak menarik untuk dibaca? Hiks.

Ah, sudahlah! Mengapa memikirkan sesuatu yang tidak pasti? Apapun golonganku saat ini, toh tidak mempengaruhi dan mengendorkan semangatku untuk tetap menulis dan menulis. Aku percaya pada sunatullah, siapa yang berikhtiar sungguh-sungguh dalam kebaikan, Allah akan memberikan kemudahan, amiin. Menjadi sukses, kaya dan populer sebagai penulis, bagiku itu efek yang akan mengikuti. Prinsipku, dengan menulis, akan memperluas jangkauan penyebaran kebaikan dan manfaat, dan itulah yang menjadi dasar pijakku untuk menekuni dunia ini, walaupun mungkin dinilai terlambat.

Konsentrasi membaca di kapal berbeda dengan saat di mobil. Begitu banyak hal yang mengusik perhatianku, dari suara pedagang, lalu lalang penumpang dan lain-lainy. Salah satunya, ketika aku menengok ke belakang, ternyata ada seorang ibu yang sedang dipijit-pijit leher belakangnya oleh seorang gadis, mungkin anaknya.

"Ibu, pusing?" tanyaku. Dia tersenyum, walau kelihatan berat, lalu mengangguk.

"Sini Ibu, saya bantu." Ku raih tangannya dan kupijat di salah satu titik yang sangat membantu untuk mengatasi gangguan yang sedang dialaminya. Setelah kurasakan otot di titik tersebut melentur, ku sudahi.

"Gimana, Bu, agak enakan?"

Dia menangguk,"Terimakasih."

"Ibu mau saya beri obat? Kapsul herbal?"

"Terima kasih, sudah ada," jawabnya, sambil mengeluarkan tablet anti mabok perjalanan.

Ok, aku maklum. Mungkin dia tidak mau merepotkan, dan lagi, wajar kalau dia berhati-hati dengan orang yang belum dikenalnya.

Alhamdulillah, selama perjalanan tiga hari ini, sudah empat orang aku tangani. Bersyukur dengan ilmu yang telah Allah titipkan kepadaku.

Kesempatan membaca berakhir ketika turun dari kapal, lumayan, lebih dari 50% telah kubaca. Belum tentu kalau di rumah bisa langsung baca sebanyak itu, he he.

Dalam gelap dan hujan, apa yang bisa kulakukan di dalam mobil ini? Tidur? Nggak ngantuk. Ok, saatnya lepi beraksi, he he. Sebenarnya malu juga sih, diperjalanan buka notebook, sedang sebelahku dari tadi menggunakan entah hape, atau apa, aku belum paham jenis-jenisnya. Yang jelas ukurannya tidak segede notebook, pakai layar sentuh, hi hi hi, aku kelihatan manusia jadul banget ya? Emang gue pikirin? Sudahlah, nggak usah pikirkan gengsinya, yang penting fungsinya. Dengan notebook, dalam mobil lumayan lebih terang, setidaknya ada sinar, ketika haus dan ingin minum, he he.

Mau blogging, agak susah, karena mobil berjalan, tentu menggangu sekali saat pengetikan. Hmm, harus bersabar menyimpan ide di otak. Lumayanlah, bisa fban dan googling,, mencari berita terkini. Walau agak kesulitan, sekali dua masih kuusahakan untuk komen di beberapa status dan postingan teman-teman.

Bandar Lampung, Rabu, 25 Juni 14 pukul 22.30

Alhamdulillah, sampai juga. Abi menyambutku, sedang anak-anak sudah tidur.

"Mereka minta dibangunkan, kalau Umi pulang."

"Nggak usah, Bi, kasihan, nanti malah susah tidur lagi."

Alhamdulillah, sampai rumah, kondisi badanku tidak ngdrop, hanya cape. Aku memang benar-benar berusaha untuk itu, sepanjang jalan selalu kusempatkan minum herbal, untuk menjaga. Besok sudah ada janji dengan pasien, tapi tetap saja, penjagaan dilanjutkan, menu terapi dari Abi, he he, mantaps!



Yang selalu kurindukan, rumah dan semua isinya.

No comments:

Post a Comment