Tuesday, June 17, 2014

TEH TUBRUK

<p>Bangun tidur, selama tiga hari ini, Harish selalu menanyakan hal yang sama

"Mbak Husna sama Mbak Hafa sudah pulang, Mi?"

"Belum," jawabku, sambil mengusap kepalanya

"Iiii, lama banget, sih?" gerutunya.

Pagi ini kepalaku terasa berat, dan sedikit pilek.

"Umi, kenapa sedih," tanyanya, mendengar suara hidungku.

"Nggak sedih, Umi pilek."</p>

"Umi sakit, ya?"

"Pilek, kepala Umi pening"

"Umi mau Harish buatin teh tubruk?"

Subhanallah! Biasanya Husna atau Hafa yang bertanya seperti itu.

"Nggak usah, terima kasih," jawabku, sambil senyum.

Aku suka teh tubruk dengan air panas semua. Khawatir juga kalau Harish buat tanpa pengawasan.

"Ya sudah, Harish buat teh untuk Harish aja, ya?" izinnya, aku mengangguk.

Harish ke dapur yang bersebelahan dengan kamar belakang di mana aku rebahan, jadi aku bisa melihatnya dari pintu. Harish sudah bisa membuat  teh celup sendiri.

"Umii. . ." suara Harish tidak sekeras tadi.

"Kenapa?"

"Gulanya ada yang tumpah"

"Ya sudah, nggak apa-apa, nanti dibersihkan."

"Nanti Umi yang sapu, ya...eh Umi lagi sakit, Abi aja, ya, Mi?"

"Iya, nanti minta tolong Abi"

Tiba-tiba Abi, muncul.

"Apa ini, Rish?"

"Gula tumpah, Abi yang beresin, ya?"

"Kok nggak Harish?"

"Harish belum bisa."

Abi segera mengambil sapu dan serokan sampah

"Nih Harish yang nyapu."

"Abi yang pegangin serokan ya?"

"Oke"

Mereka bersama membereskan tumpahan gula itu

"Siapa yang buat teh ini?" tanya Abi

"Harishlah," jawab Harish, bangga

"Kok Abi nggak dibuatin?"

"Abi mau dibuatin? Teh tubruk, ya, Bi"

"Teh celup aja, seperti punya Harish."

Harish segera mengambil cangkir besar dan membuat teh seperti tadi.

"Airnya nggak usah penuh-penuh, nanti Harish keberatan bawanya."

Kadang dibutuhkan situasi yang berbeda untuk memancing kemandirian anak

No comments:

Post a Comment