Wednesday, June 25, 2014

Tujuh Puluh Empat Jam 1

<p>Bandar Lampung, Minggu, 22 Juni pukul 20.30

Harish berlari ke kamar belakang sambil tertawa-tawa, minta dikejar.

"Ayo dong, Rish. Sini peluk Umi, tuh mobilnya sudah datang," bujukku.

"Nggak mauuuu!"

"Cium aja, ya?"

"Nggak mauuuu!" teriaknya, manja, sambil menutup pipinya dengan tangan.

"Ya, udah, dadaaaah. Harish," kataku, pura-pura akan berangkat.

"Umiiii, peluuuuk," Harish berlari menghampiri dan memelukku erat.</p>

Dia melambaikan tangan dengan wajah ceria, saat mobil travel yang membawaku berangkat.


Bandar Lampung, Minggu, 22 Juni 14 pukul 21.30

Di perbatasan Bandar Lampung, masuk SMS dari Abi, katanya Harish tertidur, kecapean nangis. Lho? Belum satu jam kok sudah nangis? Ha ha, saatnya tidur, dia di kamar sendiri, Abi sedang pengajian di ruang depan dengan teman-temannya. Bukan tangisan keras, hanya sedu sedan. Ketika ditanya, dia bilang kangen sama Umi, walah-walah. Aku senyum-senyum sendiri membayangkan Harish, bukannya tega sih, tapi ya, itu pengalaman hidup yang harus dilaluinya, cepat atau lambat. Untunglah lampu dalam mobil dimatikan, jadi nggak ada yang tahu kalau aku senyum-senyum sendiri, he he.

Satu kebiasaan, ketika di perjalanan, aku nggak mudah tidur. Misalnyapun bisa, hanya tidur ayam dan sebentar. Aku belum tahu mau melakukan apa, selain membuat detil rencana, bagaimana agar perjalanan ini efektif dan efisien. Ini kesempatan langka, pergi tanpa Abi atau anak-anak. Aku harus menjaga kesehatan diri sendiri, bahaya kalau sampai lengah dan drop di perjalanan. Kalau jalan dengan Abi, nggak terlalu masalah, karena bisa langsung diterapi beliau.  

Aku sadar, masalah pengaturan waktu, agak sulit direncanakan dengan detil, karena menyangkut banyak hal. Belum bisa dipastikan, berapa waktu yang dibutuhkan untuk sampai tempat tujuan. Aku hanya menyiapkan beberapa rencana alternatif, yang dalam pelaksanaan nantinya, disesuaikan dengan situasi dan kondisi.

Kalianda, Minggu, 22 Juni 14 pukul 23.40

"Maaaas! Barang-barang jatuh!" teriak seorang penumpang yang ada di bangku belakang. Sopir segera menepikan mobil. Rupanya pintu bagasi terbuka, dan semua barang yang ada berjatuhan. Penumpang laki-laki ikut membantu supir memungut barang-barang itu. Untunglah segera ketahuan, jadi nggak ada yang hilang, semua barang masih bisa ditemukan. Yang terjauh sekitar 200 meter dari mobil berhenti.
Ternyata pintu bagasi tidak tertutup rapat, karena ada kerusakan, dan tidak bisa langsung diperbaiki.. Supir menelpon temannya yang membawa mobil yang lain. 

Sambil menunggu, aku memperhatikan situasi sekitar. Tak nampak rumah penduduk dengan jarak pandang sebatas cahaya lampu mobil dan lampu jalan. Mungkin ini daerah yang sepi penduduk. Di sisi kiri jalan, yang nampak hanya pepohonan. Hatiku sempat was-was. Ini tempat asing, aku pergi sendiri, dalam artian tak ada satupun penumpang yang aku kenal. Daerah sini juga sering terjadi kriminal. Aku perempuan, pergi sendiri tanpa muhrim, sebenarnya itu hal yang tidak baik menurut syariah, bahkan ada yang berpendapat terlarang. Tapi aku bulatkan hati, aku pergi atas izin suami, naik travel legal yang sudah langganan. Aku pergi juga dalam keperluan yang tidak dilarang. Ya, sudahlah. Semua syarat ikhtiar sudah dipenuhi, tinggal tawakkal dan doa. A'udzubikalimatillahi min syarri maa kholaq, Ya Allah. aku berlindung hanya pada-Mu terhadap kejahatan makhluk-makhluk-Mu, amiin.

Tak lama mobil yang ditunggu, datang, karena memang tidak terlalu jauh beriringan. Akhirnya barang-barang dipindahkan ke bagasi mobil itu.

Alhamdulillah! Ups, jangan salah sangka. Bukannya senang dengan kejadian itu, tapi tasku tidak diletakkan di bagasi. Bisa dibayangkan kalau ada di sana, ooooh, tidak, laptopku?

Hmmm, empat jam termakan untuk antre karena ada jalan yang sedang diperbaiki. Mau baca, gelap. Mau mengeluarkan laptop, posisi kurang nyaman. Aku dapat bangku paling depan, kaki tidak bisa  selonjor, ditambah lagi ada tas. Ya sudahlah, merem-melek saja, sambil dzikir. Sekali-kali mengevaluasi apa-apa yang sudah kulakukan dalam hidup. Akupun harus hemat batere hp, setelah sms, segera ku off. Abi dan Hilmy sudah menyimpan no hp supir travel dan asrama tempat Hany tinggal, tujuan pertamaku. Andai sewaktu-waktu hpku drop, mereka bisa menghubungi dua nomor tersebut.

Bakauheni, Senin, 23 Juni 14 pukul 04.00

Untunglah tidak terlalu lama, mobil langsung masuk kapal. Setelah duduk sebentar, sambil makan nasi yang kubawa dari rumah, menjelang subuh, aku ke toilet. Ini saat-saat mendebarkan. Jujur, ini saat yang paling tidak kusukai dalam setiap perjalanan, masuk toilet umum! Memang, tidak ada yang lebih aman dan nyaman dari toilet di rumah sendiri. Bukan karena mewah, tapi karena benar-benar mengetahui kondisinya.

Alhamdulillah, aku berhasil melewati saat-saat menegangkan itu. Tapi tetap saja, harus ganti kaus kaki.
Setelah sholat di mushola kapal, kusempatkan tilawah sebentar.

Merak, Senin, 23 Juni 14 pukul 07.30

Alhamdulillah, matahari bersinar cerah saat kami keluar dari lambung kapal. Saatnya Notes From Qatarnya Muhammad Assad menemani perjalanan. Ternyata perjalananku masih panjang. Mobil mengantarkan beberapa penumpang ke daerah yang agak ke dalam. Ada yang turun di Serang, ada yang di Curug, Tangerang, sebelum mengantarku sampai ke tujuan.

Setelah beberapa penumpang turun, teman seperjalanan yang duduk di sebelahku pindah ke belakang. Saatnya buka laptop untuk menghubungi Hilmy via facebook. Hp sudah tidak bisa digunakan, drop. 

Ternyata ada pesan dari Hatif, menanyakan kabar.

"Umi lagi di jalan, mau ke Jakarta."

"Sama siapa, Mi?"

"Sendiri."

"Sendirian, nggak takut, Mi?"

"Masa penakut melahirkan anak-anak pemberani?"

"Oh, iya he he he."

Aku selalu menanamkan pada anak-anak, bahwa mereka pemberani, dan sebagian sudah membuktikannya. Di usianya yang relatif muda, mereka berani merantau dan siap menghadapi segala permasalahan yang ada.


Pulo Gebang, Senin, 23 Juni 14 pukul 12.30 

Alhamdulillah, tujuan pertama tercapai. Mengunjungi Hany, anakku yang ketiga di asrama putri Al Hayyah, yang sedang menyelesaikan programnya, menghafal Al Qur'an.

Menyenangkan sekali bertamu ke rumah yang penghuninya para penghafal Al Qur'an yang ramah dan sopan menyambutku.

Aku mengannggap mereka semua seperti anak sendiri. Hany segera menyiapkan air panas untuk mandi, dia tahu, Uminya harus mandi pakai air hangat, apalagi dalam kondisi cape.

Setelah sholat, makan dan istirahat, sorenya misi kedatanganku segera dilaksanakan. Hany baru sebulan di sini, aku ingin tahu perkembangannya, terutama tentang adaptasinya dengan lingkungan yang baru.

Alhamdulillah, menurut teman-teman dan ustadzahnya, Hany baik dan bisa menyesuaikan diri dengan peraturan yang diberlakukan. Hany mengaku nyaman menghafal di sini.

bersambung.

No comments:

Post a Comment