Monday, June 2, 2014

ANGKAT-BANTING

Ahmad geleng-geleng kepala sambil menatap Adon, yang terlihat sibuk membereskan berkas-berkas di meja. Rapat selesai lebih awal dari yang direncanakan, bukan karena pembahasannya sudah selesai, tapi ada insiden kecil yang mau tidak mau membuat Ahmad mengambil kebijakan itu.

"Kamu hebat banget, sih, Don?"

Adon mengangkat wajahnya, memandang wajah Ahmad yang sedang memperhatikannya.

"Apanya?"

"Seperti nggak ada yang kamu takuti," jelas Ahmad.

"Bukankah seharusnya manusia hanya takut kepada Allah? Tak ada alasan untuk takut pada manusia."

"Kamu nggak takut menyakiti hati manusia, yang kemudian Allah nggak suka dengan perbuatanmu?"

"Aku tidak bermaksud begitu," jawab Adon.

"Tetapi sepertinya, itulah yang terjadi."

"Maksudmu?" tanya Adon, serius. Dia menatap Ahmad lekat-lekat, menunggu penjelasannya.

"Kamu tahu kan, Ibu Aisyah sudah sepuh? Usianya hampir dua kali lipat usiamu. tentunya pengalamannya lebih banyak, dan dia baik sekali mau membimbing kita dengan jadi penasihat."

"Aku nggak suka dengan sikapnya yang membangga-banggakan kesuksesan masa lalu dan keluarganya," jawab Adon ketus.

"Tapi apa harus kau perlakukan begitu? Dengan keahlianmu mengangkat-angkat seseorang, lalu kau jatuhkan seperti membantingnya Itu menyakitkan sekali, Don. Ibu Aisyah itu ibarat ibu kita sendiri. Selama ini dia memperlakukan kita seperti anak-anaknya. Memang salah bangga dengan kelebihan yang Allah berikan?"

"Bangga itu bentuk kesombongan. Kesombongan itu hanya milik Allah!"

"Kita tidak bisa memvonis seseorang bangga karena sombong, baik dari perkataannya maupun dari sikapnya. Penilaian manusia itu relatif dan tidak bisa menjangkau sampai ke dasar hati seseorang. Bisa jadi yang kita anggap bangga dan sombong, justru itu merupakan rasa bersyukurnya kepada Allah atas karunia dan kelebihan yang diberikanNya."

"Terserah deh," jawab Adon, melanjutkan membereskan berkas-berkas di meja rapat.

"Don..." Ahmad ragu mau meneruskan bicaranya. Adon menunggu.

"Kamu tersinggung, ya? Merasa disalahkan Ibu Aisyah?" Ahmad menatap tajam ke manik mata Adon. Hanya mampu bertahan beberapa detik, Adon langsung mengalihkan pandangannya, tidak menjawab.

"Aku sudah lama mengenalmu. Untuk satu hal ini kamu tak bisa menutupinya dariku. Kamu belum banyak berubah, langsung panik jika merasa disalahkan dan segera balik menyerang."

Adon tidak menjawab.

"Aku hanya khawatir, justru sifatmu yang tidak mau disalahkan itu merupakan kesombongan, yang sangat kamu benci karena itu hak Allah!"

Adon diam. Ahmad  tidak tahu apa yang ada di benak Adon, apakah memikirkan kata-katanya, atau sedang menyiapkan serangan balik kepadanya, seperti yang barusan dilakukannya terhadap Ibu Aisyah.

No comments:

Post a Comment