Tuesday, June 17, 2014

NGELEHNE

Seorang sahabat menulis status dengan mengutip sebuah hadits.

"Barang siapa menjelek-jelekkan saudaranya dengan suatu dosa yang dia telah bertaubat darinya, maka orang itu tidak akan mati sebelum melakukan dosa itu" (HR Turmudzi)

Terlepas dari tema yang dibahas dalam statusnya, atau seberapa shahih derajat haditsnya, tapi ini perlu kita renungkan. Cukuplah untuk renungan pribadi.

Seberapa banyak kita sudah melakukan perbuatan itu--menjelek-jelekkan orang lain--? Dalam pembicaraan serius, status, candaan, komentar, chattingan atau SMS?

Masalah sudah bertaubat atau belum, hanya yang bersangkutan dan Allah yang tahu. Yang menjadi urusan kita adalah, apa yang kita lakukan dan akibat yang harus diterima.

Oke, mungkin yang kita jelek-jelekkan belum bertaubat, atau memang kejelekan itu ada padanya, apa untungnya bagi kita? Andai kejelekan itu membahayakan orang banyak, memang itu merupakan salah satu yang harus disampaikan, demi keselamatan orang banyak, tapi cara menyampaikan juga harus dipertimbangkan, bukan?

Sepertinya mustahil kalau kita tidak pernah melakukan hal itu, tetapi apakah akan kita umbar terus walau peringatan sudah sampai pada kita?

Setidaknya ada niat untuk mengurangi hal itu, sedikit-sedikt atau sekaligus banyak, bertahap atau langsung hentikan.

Kalau dalam istilah Jawa, "Allah ngelehne", Allah mempertunjukkan kepada orang lain, kita melakukan perbuatan yang pernah kita cela pada orang lain. Malu banget, kan?

Tidak harus menunggu tua untuk bersikap bijak.

Tidak harus menunggu kejadian pada diri kita, untuk berhenti menjelekkan orang lain.

Tidak harus menunggu udzur untuk bertaubat.

No comments:

Post a Comment