Friday, June 20, 2014

Tamparan

Pak Salim mendekati Johan yang sedang duduk sendiri di kursi barisan belakang, saat acara ta'ziyah di salah satu tetangganya. Setelah basa-basi, Pak Salim dengan sangat berhati-hati, menyampaikan informasi yang sekian hari dipendamnya.

"Dik Johan, maaf sebelumnya, saya mau menyampaikan apa yang beberapa kali saya saksikan sendiri, mungkin berguna."

"Ada apa, Pak? Jangan sungkan."

"Beberapa kali saya melihat, Ani di antar laki-laki yang berganti-ganti, tapi turunnya di ujung gang, dan maaf, Ani mencium laki-laki itu sebelum berpisah," Pak Salim berkata lirih, khawatir ada orang lain yang mendengar.

Suara lirih Pak Salim terdengar bagai gelegar di telinganya! Wajahnya bagai ditampar!

Selama ini memang dia dengar selentingan ibu-ibu membicarakan Ani, anak gadisnya, tapi dia tidak menganggapnya serius. Dia pikir, ibu-ibu memang doyan gosip.

Tapi tidak dengan Pak Salim. Beliau orang yang terpercaya, sangat dihormatinya.

Ini yang ditakutinya seiring dengan pertaubatannya dulu. Kini dia merasakan apa yang dirasakan ayah gadis-gadis yang dulu dikencaninya.

Dia tahu, ini bukan karma, tapi sebuah pembelajaran. Dia sadar, harus bijak menyikapi masalah ini, jangan sampai anak-anaknya terjebak dalam kesalahan yang sama. Sebuah kesalahan yang selalu membayangi langkah hidupnya, walaupun dia sudah benar-benar bertaubat. Dia tahu, untuk mendapatkan ampunan, bukan hal yang murah. Dia anggap, yang terjadi saat ini merupakan bagian dari persyaratan penerimaan taubat itu, mungkin!

No comments:

Post a Comment