Saturday, June 7, 2014

CERMIN

Ketika seseorang bersikap manis, ramah, sopan dan penuh perhatian, tentu kita senang dan bahagia. Merasa dihargai, disayang dan diperhatikan.

Bagaimana sebaliknya?

Tak jarang kita mendapati sikap yang kurang ramah, ketus, tatapannya merendahkan, ucapannya menusuk hati, atau ada informasi sampai, seseorang menjelek-jelekkan kita pada orang lain.

Mungkin juga, ada orang-orang yang menjengkelkan, seperti orang yang tidak mau membalas budi, kita berbuat baik, sering menolongnya, tetapi pada saat kita membutuhkan, dia tidak mau menolong dan membantu meringankan masalah.

Berbagai sikap itu bisa kita terima dari siapa saja: suami/istri, orang tua, mertua. anak, tetangga, teman kerja, guru, murid. bahkan teman di dunia maya.

Lalu, bagaimana menanggapinya, agar sikap itu justru akan memberikan kebaikan?

Sikap apapun yang kita terima, bukan siapa yang menyikapi atau sikapnya seperti apa, tetapi baik buruk akibatnya, tergantung bagaimana kita menanggapinya.

Bagaimana kalau kita coba konsep cermin?

Menjadikan orang tersebut sebagai cermin dan sikapnya sebagai pantulan diri kita saat ada di depannya.

Jika pasangan memberikan muka masam, tanpa kita tahu apa sebabnya. Sebaiknya tidak langsung berburuk sangka atau cemburu, bahkan langsung diberi yang lebih asam, atau didiamkan. Langsung saja tanyakan, he he he, kalau situasi meungkinkan. Setidaknya bisa jadi cermin diri, apakah selama ini kita juga sering melakukan hal yang sama? Jadi sikap yang membuat tidak nyaman itu justru kita jadikan sebagai sebab untuk evaluasi dan memperbaiki diri.

Jika anak bersikap yang membuat sedih, marah, jengkel, itu saatnya kita bercermin saat masa kanak-kanak dan sikap kita kepada orang tua. Mungkin lebih parah dari ini. Apa untungnya? Bukan untuk pembiaran, tetapi untuk mencari latar belakang, mengapa anak bersikap demikian. Sehingga kita lebih bijak dalam upaya perubahan dan pembinaannya.

Jika ada tetangga yang melukai hati, jadikan cermin, bisa jadi kita pernah melakukan hal yang sama atau lebih kepada orang lain. Ini sebagai sebuah pengingat, agar kita bersegera memperbaiki diri, menjadi tetangga yang baik. Ukurannya? Tetangga tidak terganggu dengan keberadaan kita.

Jika suatu saat kita minta bantuan pada seseorang yang pernah kita tolong, tapi nihil. Saat tepat untuk mengevaluasi keikhlasan. Kalau kita kecewa, khawatirnya nilai keikhlasan kita saat menolongnya, rusak.
Terbukti, kita minta balasan dari apa yang pernah kita lakukan, walau tidak diungkap.
Atau bisa jadi, bukannya tidak mau menolong, tapi tidak bisa. Mungkin juga kita pernah melakukan hal yang sama pada orang lain, maka Allah menegur kita dengan cara ini.

Mudah bukan?

Ya, mudah ngomongnya, tapi luar biasa perjuangannya untuk mewujudkan itu.
Sesuatu kalau mudah dilakukan, maka nilainya biasa-biasa saja, karena banyak orang yang melakukannya.
Sesuatu yang luar biasa, sering terwujud dengan kerja keras dan kesungguhan. Jadi, kalau kita mendapat nilai di atas rata-rata manusia pada umumnya, harus besiap dengan kesungguhan dan kerja keras. Termasuk dalam memperbaiki sikap kita pada orang lain, terutama menanggapi sikap yang kurang berkenan di hati.

No comments:

Post a Comment