Thursday, December 18, 2014

Ta'aruf-Khitbah-Nikah-Walimah (4)

Sebelum melangkah pada bahasan berikutnya, mungkin perlu sedikit pelurusan atau penjelasan tentang hadist yang mendasari saat memilih jodoh.

Sabda Rasulullah SAW :
“Seorang wanita biasanya dinikahi karena empat hal,yaitu karena hartanya, karena nasabnya (keturunannya), karena kecantikannya dan karena agamanya. Maka utamakan memilih istri (wanita) karena agamanya. Kamu akan merugi (bila tidak memilih karena agamanya).” (HR. Bukhari,Muslim dan Abu Dawud)
"...Kamu akan merugi (bila tidak memilih karena agamanya)".

Yang dimaksud agama/ dien di sini bukan semata-mata statusnya muslim, beragama Islam, tapi lebih pada bagaimana pemahaman agamanya. Bukan pula sebatas ilmu agama yang telah dipelajari, misalnya lulusan sekolah/ lembaga jurusan agama Islam dan cabang-cabangnya, tapi lebih pada pemahaman yang diaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari dan dapat disaksikan oleh manusia lain. Karena sesungguhnya agama adalah tuntunan untuk menjalani kehidupan.

Setelah ta'aruf, saling mengenal secukupnya, berdasarkan pengamatan maupun informasi dari sumber yang bisa dipercaya, mohon petunjuk kepada Allah untuk mengambil keputusan dan kesimpulannya, pria sudah mantap memilihnya, maka proses selanjutnya adalah khitbah.

Khitbah

Khitbah dalam bahasa sehari-hari kita disebut lamaran.

Seorang pria yang telah memantapkan hatinya pada seorang wanita, menyatakan keinginannya ingin menikahi wanita tersebut. Bisa secara langsung atau melalui perantara yang dipercaya.

Bagaimana sikap wanita yang dikhitbah?

Dia boleh menerima atau menolaknya.
Hadis riwayat Abu Hurairah ra.: Bahwa Rasulullah SAW. bersabda: Seorang wanita janda tidak boleh dinikahkan sebelum dimintai pertimbangan dan seorang gadis perawan tidak boleh dinikahkan sebelum dimintai persetujuan. Para sahabat bertanya: Ya Rasulullah, bagaimana tanda setujunya? Rasulullah saw. menjawab: Bila ia diam. (Shahih Muslim) 
Praktis bukan?

Tapi mengapa sekarang kata khitbah identik dengan persiapan materi yang tidak sedikit?

Hantaran, peningset atau pertunangan. Tiga kata ini sering dikaitkan dengan khitbah, sehingga kadang kala masyarakat rancu dengan konsep khitbah yang sesuai dengan ajaran Islam.

Mungkin ada yang mengatakan, itu sebuah tata krama penghormatan keluarga laki-laki kepada pihak keluarga wanita. Nggak masalah, asal tidak menjadikan itu suatu keharusan atau wajib dilakukan. Adat istiadat yang baik dan tidak bertentangan dengan syariat boleh dilestarikan, tetapi tetap tidak bisa disejajarkan dengan syariat bahkan lebih tinggi dari ketentuan Allah.

Oke, setelah khitbah diterima, idealnya langsung menikah.

Tahun 90-an, ketika ada seorang pria mengkhitbah seorang wanita, keduanya pemahaman agamanya baik, orang tuanya paham, kadang-kadang ada yang langsung dinikahkan. Sehingga, ketika pulang, pria tersebut sudah berstatus sebagai suami.

Praktis banget ya? Ya, praktis!

Sekarang? Mungkin masih ada, tetapi sangat jarang.

Biasanya, setelah khitbah, dilakukan rundingan kedua pihak keluarga, menentukan kapan pernkahan dilangsungkan. Tradisi yang umum berlaku, pernikahan langsung dilanjutkan dengan acara walimah.

Hmmm, di sinilah keribetan itu berkumpul.

Bersambung lagi ah!

No comments:

Post a Comment