Thursday, December 11, 2014

Lanjut S3

“Susi sama Meutia sudah pulang, Mi?”tanya Richie, sepulang dari kuliah.

“Sudah, barusan di jemput mobil travel.”

“Lanjutin, Mi, S3-nya.”

“S2 aja belum, kok S3. Nggak kebagian biaya, untuk SPP anak-anak.”

“Umi sudah makan belum, sih? Kok nggak nyambung?”

“Nggak nyambung gimana, sih? Jawaban sudah secerdas itu?”

“S3 yang ghazwul fikri loh, Miii.”

“Aha ha ha, sowry, lagi mikirin bayar SPP, dah mau bagi raport, nih. Yo wes, mulai ya. Eh, liatin Harish dulu, ada di depan nggak?”

“Ada, tadi lagi main layangan sama Hafa.”

“S3, Sport, Sex, Song. Yang mana dulu?”

“Yang kedua dulu, Mi.” Jawab Richie, cengar-cengir.

“Wo, dasar! Nggak mau, yang pertama dulu. Sport! Olah taga, mengikuti perkembangan perolahragaan sekarang?”

“Kenapa, Mi?”

“Ambl salah satu contoh, sepak bola. Dulu, sepak bola dilakukan sekedar permainan dan mengisi waktu senggang sambil menyehatkan badan. Sekarang, gimana?”

“Sekarang jadi pemain sepak bola jadi salah satu impian, cita-cita, bahkan idola, sekaligus profesi. Perputaran uang di persepakbolaan juga luar biasa.”

“Sex. Awalnya dia merupakan kebutuhan normal semua dewasa, menjadi tidak normal ketika pemenuhannya tidak pada tempatnya, waktu, alasan dan orang yang tepat. Laki-laki senang dengan wanita cantik dan menarik itu sangat manusiawi, begitu sebaliknya. Menjadi tidak wajar ketika memenuhi kesenangannya itu pada orang dan dengan cara yang tidak tepat. Begitu maraknya kampanye tentang kebebasan seksual, baik melalui iklan, film, dll, membaut masyarakat terbiasa dengan penyimpangan-penyimpangan itu. Zina bukan lagi hal yang membuat  manusia malu, bahkan bisa jadi bangga. Pamer aurat dan kecantikan menjadi tren sepanjang zaman. Untuk kecantikan, biaya berapapun rela dikeluarkan, Bukan hanya wanita, priapun ikut-ikutan centil. Berbagai pruduk kosmetik dijadikan kebutuhan pokok. Dari shampo, obat jerawat, pembersih muka, deodoran, parfum, semua tujuannya adalah membuat wanita tergila-gila. Belum lagi berbagai program untuk memperindah tubuh, apa itu istilahnya, six...six apa, gitu?”

“Six pack, Mi,” jawab Richie, mengulum senyum.

“Eh, ada six, artinya ada 0ne, two, three, four, five pack, gitu? Wes, mbohlah.”

“Udah, sih, Mi. Pake biasa aja, nggak usah sok keren gitu.”

“Iya iya, sewot banget kalau Umi pake bahasa anak muda.”

“Maaf, dah Mi, terusin.”

“Song. Nyanyi kan maksudnya? Liat perkembangan musik belakangan ini? Sebuah profesi yang digandrungi masyarakat. Biaya berapapun akan dikeluarkan, demi mendapat kesempatan ikut audisi sebuah event pencarian bakat. Tapi, coba perhatikan kehidupan orang-orang yang ada di dalamnya? Sangat jarang yang serius memikirkan kehidupan akhirat. Lebih banyak yang terjebak pada kehidupan bersenang-senang.”

“Lalu. Apa kaitannya F3 dan S3 dengan ghazwul fikri?”

“Ya dengan itu mereka menghancurkaan mental generasi muda Islam. Terlena dengan kehidupan dunia. Kurang gigih dalam mencari ilmu. Coba bandingkan dengan kehidupan pemuda di zaman Rasul atau cari kisah para ulama dalam menuntut ilmu. Bagaimana mereka menghabiskan hampir seluruh waktunya untuk berkidmat kepada umat dengan mempelajari dan mengembangkan ilmu. Tak ada waktu mereka yang disia-siakan untuk bersnang-senang. Makan secukupnya, tidur karena kelelahan, olah raga sekedar untuk refreshing, pakaian dalam rangka ibadah, dll. Wajar kalau ilmuwan Islam begitu banyak di zaman dulu, bukan hanya yang ahli ilmu agama, tapi juga ilmu pengetahuan lainnya.”

“Sedih ya, Mi?”

“Makanya, jadilah pemuda yang siap menggantikan generasi yang sudah terlanjur rusak. Siapkan diri menghadapi serangan yang lebih dhsyat lagi. Ingat, pperangan ini tidak akan berakhir sampai hari kiamat, maka jadilah pemenang.”


No comments:

Post a Comment