“Susi sama Meutia sudah pulang,
Mi?”tanya Richie, sepulang dari kuliah.
“Sudah, barusan di jemput mobil
travel.”
“Lanjutin, Mi, S3-nya.”
“S2 aja belum, kok S3. Nggak
kebagian biaya, untuk SPP anak-anak.”
“Umi sudah makan belum, sih? Kok
nggak nyambung?”
“Nggak nyambung gimana, sih? Jawaban
sudah secerdas itu?”
“S3 yang ghazwul fikri loh, Miii.”
“Aha ha ha, sowry, lagi mikirin
bayar SPP, dah mau bagi raport, nih. Yo wes, mulai ya. Eh, liatin Harish dulu,
ada di depan nggak?”
“Ada, tadi lagi main layangan sama
Hafa.”
“S3, Sport, Sex, Song. Yang mana
dulu?”
“Yang kedua dulu, Mi.” Jawab Richie,
cengar-cengir.
“Wo, dasar! Nggak mau, yang pertama
dulu. Sport! Olah taga, mengikuti perkembangan perolahragaan sekarang?”
“Kenapa, Mi?”
“Ambl salah satu contoh, sepak bola.
Dulu, sepak bola dilakukan sekedar permainan dan mengisi waktu senggang sambil
menyehatkan badan. Sekarang, gimana?”
“Sekarang jadi pemain sepak bola
jadi salah satu impian, cita-cita, bahkan idola, sekaligus profesi. Perputaran
uang di persepakbolaan juga luar biasa.”
“Sex. Awalnya dia merupakan
kebutuhan normal semua dewasa, menjadi tidak normal ketika pemenuhannya tidak
pada tempatnya, waktu, alasan dan orang yang tepat. Laki-laki senang dengan
wanita cantik dan menarik itu sangat manusiawi, begitu sebaliknya. Menjadi
tidak wajar ketika memenuhi kesenangannya itu pada orang dan dengan cara yang
tidak tepat. Begitu maraknya kampanye tentang kebebasan seksual, baik melalui
iklan, film, dll, membaut masyarakat terbiasa dengan penyimpangan-penyimpangan
itu. Zina bukan lagi hal yang membuat manusia
malu, bahkan bisa jadi bangga. Pamer aurat dan kecantikan menjadi tren
sepanjang zaman. Untuk kecantikan, biaya berapapun rela dikeluarkan, Bukan
hanya wanita, priapun ikut-ikutan centil. Berbagai pruduk kosmetik dijadikan
kebutuhan pokok. Dari shampo, obat jerawat, pembersih muka, deodoran, parfum,
semua tujuannya adalah membuat wanita tergila-gila. Belum lagi berbagai program
untuk memperindah tubuh, apa itu istilahnya, six...six apa, gitu?”
“Six pack, Mi,” jawab Richie,
mengulum senyum.
“Eh, ada six, artinya ada 0ne, two,
three, four, five pack, gitu? Wes, mbohlah.”
“Udah, sih, Mi. Pake biasa aja,
nggak usah sok keren gitu.”
“Iya iya, sewot banget kalau Umi
pake bahasa anak muda.”
“Maaf, dah Mi, terusin.”
“Song. Nyanyi kan maksudnya? Liat
perkembangan musik belakangan ini? Sebuah profesi yang digandrungi masyarakat.
Biaya berapapun akan dikeluarkan, demi mendapat kesempatan ikut audisi sebuah
event pencarian bakat. Tapi, coba perhatikan kehidupan orang-orang yang ada di
dalamnya? Sangat jarang yang serius memikirkan kehidupan akhirat. Lebih banyak
yang terjebak pada kehidupan bersenang-senang.”
“Lalu. Apa kaitannya F3 dan S3
dengan ghazwul fikri?”
“Ya dengan itu mereka menghancurkaan
mental generasi muda Islam. Terlena dengan kehidupan dunia. Kurang gigih dalam
mencari ilmu. Coba bandingkan dengan kehidupan pemuda di zaman Rasul atau cari
kisah para ulama dalam menuntut ilmu. Bagaimana mereka menghabiskan hampir
seluruh waktunya untuk berkidmat kepada umat dengan mempelajari dan
mengembangkan ilmu. Tak ada waktu mereka yang disia-siakan untuk
bersnang-senang. Makan secukupnya, tidur karena kelelahan, olah raga sekedar
untuk refreshing, pakaian dalam rangka ibadah, dll. Wajar kalau ilmuwan Islam begitu
banyak di zaman dulu, bukan hanya yang ahli ilmu agama, tapi juga ilmu
pengetahuan lainnya.”
“Sedih ya, Mi?”
“Makanya, jadilah pemuda yang siap
menggantikan generasi yang sudah terlanjur rusak. Siapkan diri menghadapi
serangan yang lebih dhsyat lagi. Ingat, pperangan ini tidak akan berakhir
sampai hari kiamat, maka jadilah pemenang.”
No comments:
Post a Comment