Wednesday, December 10, 2014

F3 S3

“Bayar cicilan, Mi,” Richie nongol lagi, sepertinya habis mandi.

“Cicilan apa Chie. Seperti debt colector aja?”

“Belum ganti hari, sudah lupa. Memang gitu ya, Mi, usia menjelang kepala lima?”

“Laaaah, malah nyinggung-nginggung hal sensitif gitu.”

“Cieeee, yang merasa belum tua.”

“Lha Richie tuh nagih apaaaa?”

“F3 S3!”

“Oo, kirain sudah nggak tertarik lagi.”

“Malah kepikiran terus, Mi.”

“Ok, kita mulai. F3= food, fashion, fun. Tiga hal ini digunakan untuk menghancurkan kepribadian dengan cara yang sangat lembut. Mengapa? Karena ketiganya menjadi kebutuhan dasar manusia. Makanan! Ada pendapat, kalau dulu makan untuk hidup, sekarang hidup untuk makan. Makan tidak sekedar memenuhi kebutuhan pokok, tapi banyak juga pemilihan makanan berdasarkan selera, gaya hidup bahkan karena jaga gengsi.”

“Kayak Mas Richie tuh, sekarang nggak doyan lagi ubi rebus,” tiba-tiba muncul seorang gadis membawa nampan berisi 4 gelas teh.

“Eh, ada Susi, kapan pulang?” spontan Richie menyambut dengan ledekan.

“Umi, liat tuh Mas Richie. Susi baru datang, sudah ditanya kapan pulangnya,” gadis itu merajuk.

“Bercanda Sus, ih, lebay banget sih. Sama siapa ke sini?” Richie menetralkan suasana.

“Sama Meutia, lagi mandi dia.”

“Eitdah! Sicentil ikut juga.”

“Sama adik, kok gitu Chie?” Umi menyela.

“Lah memang iya, masa Richie bohong.”

“Mas Richiiiiiiie...kangeeeen!”

“Stop! Salim aja, nggak pake peluk!” Richie buru-buru mencegah gadis mungil itu menubruknya.
“Huuuu!” terpaksa Meutia hanya salim cium tangan kakaknya. Padahal dia pengen seperti waktu kecil dulu, bisa minta gendong belakang, peluk, dll.

Setelah berbagi kabar, Richie minta Umi melanjutkan penjelasannya. Dia ingin Susi, sepupunya dan adiknya ikut mendengarkan.

“Fashion. Perhatikan gaya berpakaian  zaman sekarang. Coba pikir, apa tujuan berpakaian?”

“Ha ha ha Umi, nggak bisa ngebayangin kalau nggak ada pakaian.”

“Hih! Mas Richie ini, porno!” Susi melotot.

“Jadi, apa fungsi pakaian?” tanya Umi.

“Untuk melindungi tubuh, Mi. Itu yang paling utama, makanya kalau dipelajaran masuk ke kelompok kebutuhan primer.” Jawab Susi.

”Dulu, Mbah Kakung, kalau punya baju agak bagus lebih dari tiga stel, sudah bingung mau dikasih ke siapa. Beliau merasa cukup dengan tiga stel pakainan untuk seminggu mengajar dan mengikuti acara-acar resmi.”

“Tiga, Mi? Ck ck ck, lha Meutia aja sehari bisa ganti lebih dari tiga kali,” sela Meutia.

“Tuuh kan, bener apa kata Richie, memang centil dia nih.”

“Meutia centil masih mending, namanya cewek, lha Mas Richie pake masker, apa itu, yang warnanya ijo, kalo dipake seperti bertopeng,” Meutia nggak mau kalah.

Richie melotot, melempar Meutia dengan kacang rebus yang akan dimakannya.

“Belum lagi alasan membeli pakaian, bukan sekedar karena kebutuhan, tapi lebih karena tuntutan mode yang diikuti,” lanjut Umi, mengabaikan keributan yang terjadi.

“Nah, kalau Susi korban mode tuh, Mi,” tuduh Richie sambil melirik Susi, membuat gadis itu melotot, protes.

“Sudah, nggak usah ribut, nanti nggak selesai-selesai. Pakaian menjadi industri yang luar biasa dan itu sangat terkait dengan kerusakan moral bangsa. Kok bisa? Sangat bisa! Mode pakaian yang mengumbar aurat dan pamer kemolekan tubuh berefek pada rusaknya tatanan sosial yang sehat. Menghilangkan rasa malu, yang seharusnya rasa malu itu menjadi benteng keimanannya. Ketika rasa malu sudah hilang dari diri seseorang, maka  dia tidak segan lagi melakukan pelanggaran-pelanggaran.”

“Fun. Yaah, segala sesuatu yang sifatnya senang-senang. Bisa tontonan, rekreasi dan segala sarana yang menunjang itu. Contoh, begitu maraknya industri sinetron, yang bukan sekedar jadi tontonan, bahkan dijadikan tuntunan. Alangkah banyaknya gaya hidup yang berlaku di masyarakat yang terinspirasi dari sinetron yang setiap hari tayang. Bagaimana mau sempat belajar membaca Al Quran, ikut kajian, baca buku yang bermanfaat, kalau waktunya dihabiskan untuk menikmati kesenangan?”

“Kok diam, Mas Richie?” goda Susi. Gadis ini tau betul tentang hobi sepupunya itu.

“Iya tuh, Mas Richie. Coba tanya, Mi, apa judul-judul sinetron dan kapan jam tayangnya ke Mas Richie, pasti bisa jawab dengan tepat,” tambah Meutia, cengar-cengir. Richie tidak bisa berkutik, ingat bagaimana hari-harinya di kampung saat belum kuliah dulu.

Richie pura-pura cuek, tapi sebenarnya sedang sangat menyesali, mengapa tanpa disadarinya dia termasuk yang menjadi korban makar musuh-musuh Islam. Dan sepertinya, banyak pemuda-pemuda sepertinya, tidak menyadari serangan-serangan yang halus dan sangat menyenangkan itu.

 “S3-nya dilanjut nanti atau besok ya. Yuk Susi sama Meutia, bantu Umi masak.”


“Iya tuh, biar tau urusan dapur,” Richie masih sempat menimpali.

No comments:

Post a Comment