Friday, December 12, 2014

Perbedaan Kualitas Muslim

“Mi, kenapa ya, kok muslim itu berbeda-beda kualitasnya, padahal sama-sama baca kalimat syahadat?” tanya Richie, nampak wajahnya serius banget.
Umi jadi nggak enak mau mencandainya seperti biasa.

“Kenapa, kira-kira,” jawab Umi, mengukur  pemahaman Richie terhadap kalimat syahadat.

“Berbeda kesungguhannya dalam mengucapkan, mungkin? Kan ucapan kalimat syahadat ibarat janji atau sumpah?”

“Kemungkinan lain?” kejar Umi.

“Emm, beda pemahaman, mungkin? Kan kalimat syahadat terkandung inti ajaran Islam, sehingga yang pemahamannya bagus dapat mengamalkannya dengan baik.”

“Masih ada kemungkinan lain?” Umi masih  sabar menunggu, mungkin masih ada analisa Richie tentang hal ini.

“Nyerah deh, baru segitu Richie memahaminya.”

“Kalau menurut Richie, seharusnya seseorang menandatangi sebuah surat perjanjian super penting yang menyangkut keselamatan hidupnya, perlu memahami isinya nggak? Apa nurut aja, tanpa membaca dulu?”

“Ya harus memahami dulu, lah. Bisa celaka nanti, kalau ada unsur penipuan yang tidak diketahui karena tidak membaca sebelumnya,” jawab Richie, tegas.

“Kalau dalam sebuah perjanjian penting, perlu nggak adanya unsur ikhlas menerima isinya?”

“Perlu, Mi. Biar menjalaninya nanti dengan rela hati, sehingga urusan pelaksanaannya lancar dan sukses.”

“Perlu keyakinan bahwa isi perjanjian itu baik untuk keselamatan dirinya, nggak?”

“Apalagi itu, ya harus lah. Kalau nggak yakin dari awal, nanti ditengah perjalanan bisa membatalkan perjanjian itu dan mendapatkan sangsinya.”

“Syahadat adalah sebuah perjanjian yang berisi, bahwa manusia yang mengucapkannya mengakui bahwa Allah adalah satu-satunya sesembahan, Muhammad adalah utusan-Nya yang bertugas menuntun manusia bagaimana melaksanakan isi syahadat itu. Ilmu, ikhlas dan keyakinan tentang Islam sebagai kandungan syahadat itulah yang akan membedakan kualitas antar muslim. Seseorang yang paham apa kandungan kalimat syahadat dan ikhlas menerimanya serta yakin akan kebenarannya, maka akan menjadi manusia dengan kualitas seperti para sahabat Rasulullah. Mereka tak segan mengorbankan nyawa untuk mempertahankan keimanan itu, seperti contohnya Bilal yang disiksa karena tidak mau mengakui ilah selain Allah. Seperti Abu Bakar yang rela menginfakkan seluruh hartanya demi dakwah, Sumayyah yang rela tercabik-cabik tubuhnya dalam mempertahankan keimanannya. Atau para muslimah yang segera menyobek tirai-tirai di rumahnya karena turun perintah berhijab. Madinah tergenang khamr saat hukum haramnya ditentukan, dll. Bandingkan dengan diri kita saat ini!”

“Richie mau rutin shalat di masjid aja beratnya masyaallah,” jawabnya, sedih.

“Itu dia. Kita harus terus meningkatkan pemahaman kita. Jangan sampai keimanan tergadai karena cinta pada manusia, takut tidak kebagian rizki, khawatir hidupnya susah, dll.”

“Iya sih, Mi. Saat akan melakukan ketaatan, sepertinya banyaaaak, banget pertimbangannya.”


“Begitulah manusia kalau tidak berpegang teguh pada tali Allah, selalu akan terombang-ambing dalam pilihan-pilihan yang meragukan. Makanya, rajin-rajinlah ikut kajian, supaya pemahaman tentang kandungan syahadat, yaitu Islam, benar dan terus meningkat kualitasnya.”  

No comments:

Post a Comment