Sunday, December 21, 2014

Mulutmu Harimaumu

Allah ngelehne!

Itu yang pernah Mamak Ucapkan, saat aku melakukan perbuatan yang sebelumnya aku komentari/ kritik saat orang lain melakukannya.

Aku selalu ingat kata-kata itu, setiap Allah mentarbiyahku dengan kejadian serupa.

Tapi itulah manusia, cenderung melakukan kesalahan yang sama walau dengan tema berbeda.

Mungkin bukan hanya aku sendiri yang mengalaminya, bisa jadi para kritikus tajam yang tulisannya menghiasi media, wajahnya terpampang di TV, yang suaranya lantang terdengan di podium terutama saat kampanye, pernah merasakan hal yang sama.

Dibutuhkan muka berlapis-lapis untuk bisa menghadapi orang banyak dengan pendapat yang berbeda bahkan bertentangan dengan sebelumnya.

Lalu, pelajaran apa yang bisa diambil agar tidak terulang lagi?

Apakah harus berhenti mengkritisi dan membiarkan saja apapun tingkah laku orang lain?

Bukan! Bukan begitu!

Semua kembali pada kebebasan menentukan sikap dan siap menerima konskuensi dari sikapnya.

Kalau kita mempunyai kesempatan dan kemampuan mengkritisi kemungkaran yang berlangsung, bersyukurlah, karena termasuk ke dalam golongan orang yang melaksanakan perintah Allah, mencegah kemungkaran dengan lisan.

Sebagian besar pembaca, senang dengan kritikan yang tajam dan pedas! Terutama yang ditujukan pada pihak yang berseberangan dengannya.

Sebenarnya, apa yang diinginkan? Kepuasan bisa menunjukkan kesalahan orang lain, tak perduli perasaan orang yang dikritik? Ataukah perubahan sikap dari orang tersebut?

Teringat seorang motivator mengatakan, kita akan diuji dengan apa yang pernah kita ucapkan. Dan sepertinya, pengalaman membenarkan hal itu.

Ujian itu biasanya, kita diposisikan pada tempat orang-orang yang kita kritisi!

Supaya kita merasakan apa yang mereka rasa saat kita kritisi dulu.

Apakah hal itu bisa dicegah?

Mungkin bisa, dengan cara bijak dalam mengkritisi.

Memang tidak mudah mengkritik dengan bijak.

Tapi ketika kembali pada esensi tujuan mengkritisi, yaitu melakukan perubahan, maka kita akan berusaha memilih kata dan cara mengkritisi sikap/ kebijakan tanpa menyakiti pelaku.

Sulit? Yap! Sangat sulit.

Mungkin sebagai gambaran sederhananya, beberapa hal berikut bisa kita jadikan patokan.

1. Fokus pada masalah yang akan dikritisi, sementara abaikan pribadinya.

2. Posisikan diri sebagai dia, dan memperkirakan segala kemungkinan yang bisa dijadikannya alasan bersikap/ mengambil keputusan itu.

3. Menginventarisir letak kesalahan dan akibat yang ditimbulkan dari sikap/ keputusan/ kebijakan yang diambilnya.

4. Menawarkan beberapa solusi pengganti untuk mengatasi masalah itu.

5. Selalu berpikir merangkul, bukan menambah musuh.

Semoga dengan begitu, kita bisa terhindar dari terkaman ucapan sendiri.

No comments:

Post a Comment