Monday, December 15, 2014

Mahalnya Uang di Rumah Kami

"Mi, Na mau mondok selama liburan," kata Husna.

"Di mana?" tanyaku.

"Di rumah tahfidz."

"Oo, kirain ada program dari sekolah."

"Mau bangun jam tiga pagi, tilawah, nambah hafalan dan muroja'ah. Nanti kalau nggak sampe 500 ribu sampai berangkat study tour, Umi tambahin ya?" pintanya.

"Oke, insyaallah," jawabku, bahagia.

Memang! Di rumah kami, uang  tidak mudah mereka, anak-anak, dapatkan. Selain uang jajan 2000 rupiah perhari, yang itupun sering ditabung, tidak ada uang yang akan mereka dapatkan tanpa alasan jelas. Dengan uang jajan yang terbatas, justru orang tua lebih mudah mengendalikan makanan dan minuman yang masuk ke tubuh anak. Paling tidak, makanan yang masuk, dominan yang disediakan di rumah. Tentunya semua itu dengan penjelasan,sehingga mereka tidak canggung ketika melihat kenyataannya, teman-teman memiliki uang jajan yang banyak.

Banyak cara untuk mendapatkan uang tambahan, misalnya, kalau tilawah khatam 30 juz, maka mereka berhak mendapat hadiah dari Umi 50 000 dan tentu saja hadiah yg tak terhingga jumlahnya dari Allah, selain memperlancar bacaan mereka. Kalau tambah hafalan 1 juz, Umi kasih hadiah 100 ribu, dan tentu pahala dan keberkahan dari Allah, juga menambah perbendaharaan hafalan. Untuk nilai ujian semester yang nilainya minimal sembilan, lumayanlah 5000 rupiah, efeknya? Ilmu bertambah dan nilai raport bagus-bagus.

Kok begitu pelitnya untuk anak?

Mungkin sebagian orang menilainya seperti itu. Ya nggak apa-apa. Setiap orang punya kebijakan masing-masing dalam mendidik anak.

Bagaimana kalau niatnya tidak lurus? Beribadah karena ingin mendapat imbalan materi?

Insyaallah nggak begitu, karena ada penjelasan dan pembmbingan yang terus menerus. Bukankah sangat produktif, jika sebuah perbuatan bisa sekaligus mencapai banyak tujuan? Ingat lho, ini anak-anak. Sangat berbeda dengan niat amal seorang dewasa. Tujuan pendidikan itu yang utama, masalah metode tentunya sangat fleksibel.

No comments:

Post a Comment