“Mi, bangsa Indonseia nih sebenarnya
sudah merdeka belum sih?” tanya Richie.
“Lah, bukannya sudah berpuluh kali
merayakan hari kemerdekaan? Kan semangat banget kalau tujuh belasan, kok masih
nanya masalah kemerdekaan?”
“Apa kemerdekaan identik dengan
upacara bendera dan lomba panjat pinang?”
“Cie cieee, tambah kritis nih
siganteng,” Umi memuji Richie nggak tanggung-tanggung. Membuat wajah Richie
bersemu merah menyertai mekarnya hidung.
“Serius, Mi.”
“Umi jadi ingat kata-kata guru
sejarah waktu SMP tahun 80an, orangnya sederhana, tapi analisanya mantap,
buktinya Umi ingat sampai sekarang.”
“Tahun berapa, Mi? 80an? Di mana
Richie waktu itu, ya?”
“Lagi diajak loncat tali sama Ibu
Richie,” jawab Umi merengut.
“Eit dah! Ngambek! Apa kata guru
Umi?”
“Waktu bercerita saat Jepang
meninggalkan Indonesia, beliau berkata,’Secara fisik Jepang tidak lagi menjajah
Indonesia, tapi dia meninggalkan Anjinomoto sebagai penjajah baru kita.’ Saat itu Umi belum faham, tapi tetap
Umi simpan sampai suatu saat bertemu dengan jawabannya.”
“Kalau sekarang, sudah ketemu
jawabannya?”
“Mungkin.”
“Kok mungkin?”
“Ya Umi kan nggak tau, maksud Pak Guru yang sebenarnya?”
“Ya sudah, yang menurut Umi aja.”
“Secara perlahan ajinomoto dan
produk sejenisnya menggantikan posisi bumbu alami asli kita, bahkan kalau kita
perhatikan efek dari penggunaannya dari sisi kesehatan sangat merugikan.
Penyedap rasa buatan tertuduh sebagai salah satu pemicu kanker, mengingat
penggunaannya tidak terkontrol sesuai batas aman. Selain itu juga mempengaruhi
selera rasa bangsa kita. Perhatikan! Orang sekarang sudah terbiasa dengan
makanan yang mengandung penyedap rasa, kalau tidak dibubuhi penyedap rasa,
seperti ada yang kurang. Bahkan secara keilmuan, banyak di antara kita, bahkan
chef sekalipun, yang tidak faham dengan wujud asli perbumbuan Indonesia. Karena
terbiasa menggunakan bumbu instan yang sudah tidak kelihatan lagi bentuk aslinya.”
“Hubungannya dengan penjajahan?”
“Tadi sudah sebagian tersebut, dari
sisi lain, kita kurang menghargai hasil rempah, karena terbiasa dengan yang
instan. Akhirnya, merekalah yang membelinya dari kita untuk kemudian dijual
kembali ke kita dengan wujud berbeda dan harga yang berbeda. Dan itu memang
sudah diramalkan.”
“Oleh siapa, Mi?”
“Nih Umi copas dari salah satu blog:
Awal tahun 90-an, secara berani dua orang tukang ramal kelas dunia, John Naisbitt dan Patricia Aburdene dalam buku andalannya, megatrends 2000 memberikan gambaran tentang model kehidupan awal abad ke-21. menurut dua orang futurolog ini, dunia ke-3 akan menjadi “santapan” negara-negara maju. John dan Patricia seolah ingin memaparkan bahwa senjata yang akan dipakai negara maju untuk melumat penghuni dunia ke-3 bukan lagi dengan rudal berkepala nuklir atau rudal yang dilengkapi dengan senjata biologis, karena itu tak cukup efektif. Justru sebaliknya negara maju menggunakan senjata yang sangat lunak, bahkan nyaris tanpa kesan garang, namun akibatnya bisa membuat sinting. Apa senjatanya ? John dan patricia menuliskan formula 3F dan 3S alias “food, fashion, fun” dan “sport, sex, song” virus inilah yang akan merusak sistem tata nilai manusia penghuni dunia ke-3. (http://menujupernikahanyangbarokah-cahyadi.blogspot.com/2008/10/al-ghazwul-fikri-perang-pemikiran.html)
“Kok nggak ngambil referensi ayat Al
Qur’an seperti biasanya?”
“Untuk mengetahui strategi mereka.”
“Jadi perang pemikiran itu memang
ada, ya?”
“Lha, itu? Istilah yang dipakai :
dunia ketiga, siapa atau negara mana yang disebut dunia ketiga? Mayoritas
penduduknya siapa? Istilah santapan, senjata, melumat, itu istilah perang
bukan?”
“Iya ya?”
“Masih mau memungkiri bahwa Islam
punya musuh? Menunggu serangan sesungguhnya dengan pasrah?”
“Iya Umiii, jangan emosi dong.”
“Emosi boleh, tapi nggak berlebihan,
diluar kontrol, mempermalukan diri sendiri.”
“Iya, Mi, teruskan. Luapkan emosi
Umi, mumpung Cuma ada Richie.”
“Nggak ah, sudah cukup.”
“Belum, Mi. Kan belum membahas F3
S3?
“Nggak sekarang ah, nyicil.”
“Huh, dasar emak-emak, hobinya
kredit. Ini juga sepertinya bagian dari ghazwul fikri nih?”
“Heh, opini tuh harus jelas
dasarnya, biar nggak diketawain orang.”
“Iyaaaa, Umi, nanti dalilnya
menyusul, he he.”
No comments:
Post a Comment