Thursday, August 21, 2014

Usia 16 Juga

Aku jarang nonton TV, sangat jarang, bahkan. Tapi sekali-kali masih suka menghampiri ketika sedang ada yang menyalakannya, lumayan, beberapa menit sambil ngemil dan memantau apa yang ditonton anak-anak. Untung Harish nggak suka iklan dan berita, dia akan pergi melakukan hal lain saat sedang jeda iklan atau breaking news.

Baru saja ditayangkan berita selingan, sementara menanti saat keputusan sidang MK terkait sengketa hasil pilpres. Seorang remaja, 16 tahun, dijemput petugas di sekolahnya, dengan tuduhan mendorong pacarnya yang sedang hamil dari ketinggian lebih dari sepuluh meter. Dia tidak mau bertanggung jawab atas perbuatannya. Dia nekad melakukan itu, karena sang pacar mendesaknya untuk segera menikahi.

Masya Allah...#ehh... Subhanallah!

Bagaimana perasaannya saat itu? Di hadapan guru dan teman-temannya? Masihkah ada muka yang perlu ditutupi dengan kerah baju atau kedua telapak tangannya? Bukankah itu hanya mampu melindungi dari pandangan pemirsa TV, yang sebagian besar tak dikenalnya? Sedang di mata guru dan teman sekolahnya, masihkah dia bisa menutupi identitasnya? Sanggupkah mentalnya menanggung rasa malu itu?

Bagaimana perasaan pacarnya? Gadis muda belia yang dianggap tak lagi suci? Korban rayuan dan hasrat mudanya? Malu! Jelas! Sanggupkah dia bertahan dengan tekanan yang akan diterimanya? Cemooh keluarga dan lingkungan? Belum lagi tekanan dari dalam dirinya yang jelas banyak perubahan baik dari sisi psikologis dan hormonal?

Bagaimana dengan orang tua kedua remaja tersebut? Marah? Kecewa? Malu? Rasa itu pastinya campur aduk mewarnai emosinya.

Lalu? Mengapa? Salah Siapa? Di mana mereka melakukannya?  Bagaimana bisa terjadi ? Apa yang harus dilakukan? Apa solusi terbaik untuk masalah ini?

Bingung? Pusing? Mana dulu yang harus dijawab?

Baiklah, kita coba urai dan jawab pertanyaan di atas satu persatu, tidak sesuai urutan pertanyaan, tapi lebih ke urutan langkah yang sebaiknya diambil.

Apa yang harus dilakukan?

Sepertinya, langkah pertama yang cukup bijak adalah menerima dan mendengarkan informasi dari pihak yang berwenang memberi keterangan dengan sikap menahan diri, syukur kalau bisa bersabar dan menerima dengan lapang dada. Sikap ini akan sangat mebantu mengendalikan kondisi supaya tidak panas. Misalnya tidak semua pihak bisa, setidaknya jika sebagian pihak mau bersabar dan tenang, akan memberi aura ketenangan dalam situasi seperti ini. Jauhkan sikap kompor, yang bisanya memanas-manasi, apalagi dari pihak yang tidak berkepentingan dalam hal ini.

Mengapa, kapan dan di mana perbuatan yang memicu kejadian itu terjadi? Wah, yang bisa menjawab ya hanya mereka berdua, remaja putra dan putri yang terjerumus zina sehingga menyebabkan kehamilan itu.
Mengapa mereka melakukannya? Mungkin jawabannya tidak sama, tapi pernah ada pengakuan pelaku zina, hal itu terjadi karena mereka tak tahan godaan, saat iman mereka lemah. Kalau memang ada iman dan rasa takut pada dosa, bagaimana dengan yang tak perduli apa itu iman? Apa itu dosa?

Oke, kita coba luruskan.

Mungkinkah zina terjadi tanpa ada pertemuan antara laki-laki dan perempuan pelaku zina itu? Aha ha, pertanyaan aneh! Ya jelas nggak mungkin ada zina, kalau tak ada pertemuan, piye tho! #Eh jangan jawab zina mata, telinga atau hati yah, ini beda urusannya. Kita sedang membahas zina yang jelas hukumnya dalam agama (Islam).

Di sini inti masalahnya!

Islam sudah wanti-wanti, jangan dekati zina, jangan berkhalwat, jangan tabaruj ala jahiliyah, masih juga ditawar, masih juga dikerjakan dengan tanpa merasa bersalah. Bandel sih! Ups! Maaf, kebiasaan ngomelnya kumat, he he. Nah, kalau sudah terjadi seperti ini, lalu tanya, bagaimana menurut hukum Islam? Nah lho! Sebelum ada musibah, nggak perduli bagaimana hukum Islam harusnya dijalankan, setelah kejadian, cari solusi dengan hukum Islam, kok seperti pemadam kebakaran ya? Sayangnya, hukum Islam belum sepenuhnya dilaksanakan sebagai hukum negara di Indonesia, yah... jadilah, pakai hukum apa adanya. Ups! Wah, gawat, bisa memancing diskusi nih? Tapi nggak apa-apa, asal nggak pade ngotot ame pendapatnya yee :D

Eh, boleh tau dong, kejadian ini karena salah siapa?

Boleh-boleh, untuk pembelajaran, supaya tidak terulang di lain orang, waktu dan tempat.

Kemungkinan semua atau sebagian dari tokoh-tokoh berikut yang perlu merasa bersalah.

Mungkin orang tua punya andil kesalahan, ketika kurang membekali ilmu agama pada anak-anaknya, sehingga pada saat anaknya memasuki usia baligh, usia yang harusnya bertanggung jawab atas semua perbuatannya, sianak belum tahu dan belum siap, maka terjadilah hal terebut. Anak juga tidak terlatih menahan diri dan merasa takut berdosa ketika melakukan pelanggaran. Orang tua bisa jadi terlalu permisif, sehingga tidak memberi aturan yang mengikat pada anak-anaknya.

Bisa juga, sudah cukup bekal dan bimbingan dari orang tua, dasar saja sianak tidak taat atau salah memilih lingkungan pergaulan, sehingga pengaruhnya lebih kuat dari pengaruh orang tuanya.

Bisa juga lingkungan yang terlalu cuek, sehingga tidak perduli dengan anak orang lain, walaupun itu terjadi di depan matanya.

Kecanggihan teknologi yang terlalu mudah diakses, juga punya andil dalam hal ini. Dan pemerintah, sebagai penentu kebijakan, harusnya bisa mengendalikan, demi keamanan generasi bangsa.

Jadi, ini sebuah kejadian yang mewakili kejadian sejenis yang marak terjadi di tengah masyarakat kita, seharusnya semakin membuat kita, seluruh unsur bangsa, untuk ikut memikirkan dan berbuat sesuatu agar kajadian serupa tidak terjadi lagi. Kalau kita sebagai individu menjaga diri, sebagai orang tua menjaga keluarga, sebagai anggota masyarakat menjaga lingkungan yang bisa dijangkaunya, sebagai aparat pemerintah menjaga bangsanya, maka harapan mendapatkan generasi yang berkualitisa akan terwujud. Tapi kalau masing-masing kita cuek, masa bodoh dengan hal-hal tersebut, bahkan mengambil keuntungan, yaaaah, bisa dibayangkan, generasi seperti apa sepuluh-duapuluh tahun ke depan.

2 comments:

  1. rapuhnya kualitas pemuda bangsa ini bukan karena sendirinya, tapi inilah hasil desain musuh-musuh indonesia. kadang saya merasa geli dengan orang yang nanya, "ah itu sih cuman kebetulan?". Apakah sebuah kebetulan jika bangsa yang kaya ini tapi malah kekurangan dan menderita...? logikanya mana mungkin ada orang yang kehausan sementara di sekelilingnya banyak mata air..
    ======================
    pakan kelinci fermentasi

    ReplyDelete
  2. Ada benarnya, tapi bukan satu-satunya sebab. Ketika kepribadian suatu bangsa tangguh, maka tidak akan mudah digerogoti musuh dengan apapun caranya. Di sinilah seharusnya kita bersatu padu, di satu sisi menguatkan kepribadian, di sisi lain menghadapi dan melawan siapapun yg berniat menghancurkan bangsa ini.

    ReplyDelete