Sunday, August 31, 2014

Kenikmatan yang Terenggut

"Husna, tolong kalau makan yang seperti itu jangan dekat Umi, ya," tegurku pada gadis kecil yang duduk manis di sebelah.

"Kenapa, Mi?" tanyanya, heran, menghentikan kunyahannya.

"Di telinga rasanya gimanaaa, gitu," jawabku.

Tanpa komentar Husna beranjak ke depan TV sambil membawa toples berisi kacang polong yang sedang dinikmatinya.

Astaghfirullah, semoga dia tidak sakit hati. Aku langsung ingat kejadian empat puluhan tahun lalu, persis!

Saat itu Bapak sedang duduk membaca, aku menghampiri dan segera duduk di sebelahnya, sambil mengintip majalah berbahasa jawa yang sedang dibacanya. Mulutku tak henti mengunyah marning, cemilan yang dibuat dari jagung kering dan digoreng. Kulihat semakin lama Bapak semakin gelisah, sampai akhrirnya keluar pernyataan persis yang kukatakan pada Husna. Dan yang kulakukan saat itu juga seperti yang Husna lakukan, menyingkir dan mencari kegiatan lain dengan tetap menikmati cemilan itu.

Untuk mengingatkan kepada hal besar, Allah sering menggunakan hal remeh.

Kadang untuk mengingatkan keberartian seseorang, kita butuh waktu lama untuk sampai pada posisi yang bersangkutan. Ada sebagian orang baru menyadari kebenaran nasihat orang tuanya saat dia menjadi orang tua dan mengalami apa yang dialami orang tuanya dulu.

Untuk merasakan perjuangan dan menyadari pengorbanan ibu, seorang wanita butuh merasakan bagaimana beratnya hamil, sulitnya melahirkan, lelahnya menyusui dan merawat bayi.

Mengapa harus mengalami sendiri, sedangkan dengan memikirkan dan merenungkan kita segera bisa memahami?

No comments:

Post a Comment