Tuesday, August 26, 2014

Kadang Sok Tahu

Bisa dibayangkan, berapa besar dosa-dosa kita jika setiap niat buruk dicatat sebagai sebuah kemaksiatan? Sedangkan otak tak pernah sedetikpun berhenti beraktivitas, selama kehidupan itu masih mengalir dalam sel-sel tubuh kita.?

Niat, yang berasal dari bersitan di hati kemudian kita tambah dengan kesungguhan untuk merealisasikannya, sebenarnya merupakan hasil kerja otak yang tidak pernah berhenti, bahkan saat tidur sekalipun. Itu sebabnya ada fenomena mimpi dan de javu.

Sebagai manusia, kita tidak sepenuhnya tahu, mengapa suatu saat terbersit suatu hal, di lain waktu terbersit hal lainnya.

Saat telinga mendengar suara atau informasi tertentu, wajar kalau kemudian otak berfikir tentang sesuatu yang terkait dengan informasi yang di dengar tadi.
Beberapa orang mendengar hal yang sama, maka reaksi otaknya bisa dipastikan berbeda-beda, walau tidak seluruhnya, terkait dengan data yang sudah ada di memori dan paradigma berfikirnya.

Demikian halnya jika mata kita memandang sesuatu, maka langsung saja informasi itu akan sampai di otak dan diolah, kemudian menimbulkan sebuah reaksi bersitan hati, bisa itu duga, vonis atau ingin.

Kembali lagi, andai segala bersitan hati, termasuk di dalamnya niat buruk langsung dicatat sebagai sebuah kemaksiatan, alangkah banyaknya dosa-dosa kita?

Untunglah hal itu tidak terjadi, karena Allah Maha Penyayang dan Pemurah. Dia mencatat niat baik sebagai sebuah catatan kebaikan yang berimbalan pahala, sedang untuk niat buruk, ditahannya pena untuk mencatat sebagai sebuah kemaksiatan, sampai benar-benar niat itu terbukti nyata sebagai sebuah amalan.

Dari Ibnu 'Abbas ra, Rasulullah saw bersabda,"Sesungguhnya Allah menulis kebaikan-kebaikan dan kesalahan-kesalahan kemudiannya menjelaskannya. Barang siapa berniat melakukan kebaikan namun dia tidak (jadi) melakukannya, Allah tetap menuliskannya sebagai satu kebaikan sempurna di sisi-Nya. Jika ia berniat berbuat kebaikan kemudian mengerjakannya, maka Allah akan menulisnya di sisi-Nya sebagai sepuluh kebaikan hingga tujuh ratus kali lipat sampai kelipatan yang banyak. Barangsiapa berniat berbuat buruk namun dia tidak jadi melakukannya, maka Allah menulisnya di sisi-Nya sebagai satu kebaikan yang sempurna. Dan barang siapa berniat berbuat kesalahan kemudian mengerjakannya, maka Allah menuliskannya sebagai satu kesalahan." (HR Bukhari dan Muslim).

Niat sangat menentukan nilai suatu amal. Bisa jadi beberapa orang melakukan sebuah aktivitas yang sama, tapi nilainya di hadapan Allah berbeda, karena masing-masing memiliki niat yang berbeda.

Sayangnya, kita kadang sok tahu tentang bersitan hati orang lain, tentang niat orang lain. Begitu mudahnya kita memvonis orang lain tidak ikhlas, menuduh punya niat tertentu, seakan-akan bisa membaca hati orang lain, padahal...untuk mengerti berbolak-baliknya hati sendiri pun sering gagal!

Apakah kita tidak boleh berprasangka pada orang lain sama sekali?

"Hai orang-orang yang beriman! Jauhilah kebanyakan dari  prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa, dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain..." QS Al Hujurat ayat 12.

Menurut Ats-Tsa'labi (seorang mufasir/ ahli tafsir), maksud firman Allah di atas adalah : janganlah kalian mempunyai dugaan buruk terhadap orang yang baik, jika kalian tahu bahwa pada dzahirnya mereka itu baik.

Prasangka yang dilarang adalah prasangka yang tidak memiliki tanda dan sebab yang pasti. Maksudnya, bila orang yang kita curigai itu pada dzahirnya baik, tidak ada informasi sebelumnya tentang keburukan yang pernah dia lakukan, maupun tabiatnya yang memang tercela, serta orang tesebut adalah orang yang "baik", maka kita tidak boleh berprasangka buruk kepadanya.
Berbeda bila orang tersebut memang terkenal akan keburukannya, suka menipu, suka berbuat onar, mencari masalah, yang pada intinya orang tersebut terkenal karena tabiat buruknya, suka berbuat keburukan secara terang-terangan, maka diperbolehkan kita berhati-hati dan tidak mudah/ langsung percaya pada apa yang dikatakannya.

Sekalipun boleh berprasangka pada orang-orang tertentu, tetap saja kita harus menyiapkan satu sisi hati untuk kemungkinan dia berubah menjadi baik.

Apalagi kalau sudah menyangkut penyelesaian sengketa dan hukum, harus dihindari menuduh tanpa bukti, karena bisa berakibat fatal, pendzoliman pada orang yang tak bersalah!



No comments:

Post a Comment