Wednesday, August 20, 2014

Sang Peletak Batu Pertama

<p>Muda, energik dan suka tantangan. Sebagai sulung, dia dididik untuk segera mandiri. Kreativitasnya tampak dari masa kanak-kanaknya. Tidak termasuk yang banyak bicara, tapi juga tidak bisa disebut pendiam. Gaya belajar lebih cenderung visual dan kinestetik. Tidak semua harus dijelaskan.

Keputusannya saat kelas 5 SD pindah ke pondok pesantren untuk menghafal Al Qur'an, layak dijadikan batu pertama dalam bangunan cita-cita keluarga, menjadi penghafal Al Qur'an. Dan untuk selanjutnya, dia menjadi motivator bagi adik-adiknya untuk mengikuti jejaknya.

Sebelum usianya 16 tahun, selesai menghafal Al Qur'an. Keinginannya belajar dengan gaya ulama salaf, membuatnya mengambil langkah belajar berpindah-pindah tempat dan bidang, setamatnya dari pendidikan tingkat pertama, menyebabkannya mencari ijazah Paket C agar bisa melanjutkan ke pendidikan tinggi.</p>

Gigih berjuang dalam upaya mencapai apa yang diinginkannya. Berani mengambil keputusan, bertanggung jawab melaksanakan dan siap menanggung konskuensinya. Begitu banyaknya keinginan yang ingin dicapai, mengantarkannya menjadi seorang petualang.

Prestasi akademiknya tidak menonjol, tapi dia pandai memilih teman yang memberikan pengaruh baik padanya. Keluwesannya bergaul dngan orang yang lebih dewasa, sudah nampak dari saat kecilnya.

Pergaulannya yang berbeda dengan orang tuanya, sangat membantu saat memberikan masukan-masukan, agar apa yang akan dilakukan sesuai dengan perkembangan zaman. Atas karunia Allah, dia dipertemukan dengan orang-orang yang menyayangi dan membimbingnya, terutama dalam hal yang diluar jangkauan kedua orang tuanya.

Walaupun banyak hal yang menjadi tanggung jawabnya, gairah mudanya tetap diperhatikan sebagai penyeimbang. Kegiatan positif bersama teman-teman mudanya, tetap diikuti, disela-sela kesibukannya. Itu semua, menuntutnya pandai membagi waktu, agar tidak ada yang terlalaikan.

Kesempatan mendapatkan beasiswa untuk belajar di Turki, ditawarkan pada adiknya, yang juga sudah selesai menghafal Al Qur'an. Dalam pandangannya, posisi itu lebih pas untuk karakter adiknya, dan itu terbukti.

Begitu banyak karunia yang diperoleh, kesempatan mendapat pengalaman dalam berbagai level pergaulan dan mendapatkan banyak pelajaran.

Semangat muda membuatnya sanggup menanggung beban berat. Saat ada yang ingin dipelajarinya, maka dia berubah menjadi orang yang super tekun, sampai keinginannya terwujud.

Hidup prihatin? Bukan hal asing baginya. Kurangnya fasilitas dari orang tua, tidak menyurutkan usahanya, bahkan menjadi sebuah tantangan yang harus ditaklukkannya.


Dia bukan manusia super, apalagi sempurna, tapi segala kekurangan yang ada tidak menjadikannya rendah diri. Kelebihan yang ada, juga berusaha untuk selalu disyukuri.

Perjalanan masih sangat panjang, perjuangan masih terus ditingkatkan. Apa yang dilakukannya dalam memulai dan mengembangkan Rumah Tahfidz MHA, merupakan dukungannya pada cita-cita adiknya, yang juga menjadi bagian dari mimpi-mimpinya.

#Seri Rumah Tahfidz MHA >4<

2 comments:

  1. Hhem . Baru baca saja memotivasi
    . Ya. Seperti yang engkau katakan MBAREP harus..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Benar, mbarep itu ibarat komandan, dia ada di depan, menjadi orang yg dilihat oleh pengikut di belakangnya.

      Delete