Thursday, August 21, 2014

Sang Perekat

Tidak mudah berada di posisinya.

Menjadi perekat keinginan delapan orang dengan korban kecewa sesedikit mungkin.

Oke! Awal kisah, Allah mentakdirkannya menikah dengan seorang dai yang banyak bergelut di urusan belajar mengajar membaca Al Qur'an. Sebuah dunia yang asing baginya, walaupun urusan dakwah adalah dunianya juga, tetapi beda urusan yang ditanganinya. Setelah menikah, dia rela meninggalkan awal karirnya sebagai seorang guru di sebuah SMK. Pemahamannya saat itu mendasari keputusannya, walaupun disayangkan keluarganya bahkan dicemooh oleh para tetangganya. Seorang sarjana memilih menjadi orang rumahan!

Kemampuan autodidak sangat membantunya untuk beradaptasi, mengikuti dan mendampingi aktivitas suaminya, aktif di dunia pemberantasan buta huruf Al Qur'an.

Bisa ditebak, bagaimana kondisi ekonomi keluarga yang karirnya dari mengajar mengaji? Sekali lagi kemapuan dan keberaniannya memanfaatkan ilmu yang dimilikinya menolong kondisi keluarga barunya. Selain mengajar ngaji, dia menerima jahitan, bahkan sempat berkembang menjadi usaha konveksi yang cukup lumayan mendatangkan rizki, bahkan sampai terbeli rumah.

Hampir semua aktifitas suami, dia ada untuk mendampingi. Bukan sekedar ikut-ikutan, tapi memang memiliki kemampuan untuk itu. Sekali lagi, itu karena kemampuan autodidaknya. Dan itu sangat mempengaruhi kebersamaan keluarganya, sehingga untuk urusan rumah tangga, sampai memiliki enam orang anak, belum pernah memiliki asisten rumah tangga yang bertugas mengasuh anak-anaknya. Semua ditangani bersama suaminya.

Semakin besar dan banyaknya anak-anak, semakin nyata bahwa setiap manusia adalah makhluk yang unik. Mereka berasal dari orang tua yang sama, lahir dari rahim yang sama, tapi...masing-masing memiliki kombinasi karakter yang berbeda. Allahu Akbar!

Delapan kepala dalam satu keluarga, andai masing-masing punya satu saja keinginan yang berbeda, berarti ada delapan keinginan yang harus disesuaikan akan terapresiasi dengan adil. Bagaimana kalau masing-masing memiliki banyak keinginan? Dan itulah yang menghiasi hari-harinya sebagai orang rumahan!
Orang rumahan! Dia menyebut dirinya begitu, karena waktunya lebih banyak di rumah. Menjadi orang rumahan bukan berarti tidak produktif dan berkembang. Karena dia tetap mengembangkan diri, terus menambah ilmu, juga produktif berpenghasilan. Berbagai jenis usaha telah dilakoninya, penjahit, konveksi, ketering, produksi snack, herbal, sebagai terapis, bahkan tutor untuk pelatihan untuk beberapa bidang keilmuan. Dalam urusan dakwahpun tidak pernah ditinggalkan, hanya saja ritmenya disesuaikan dengan kondisi anak-anaknya. Dari urusan mengelola Taman Pendidikan Al Qur'an, dakwah kampus, dakwah remaja masjid, juga majelis taklim dilingkungannya, satu lagi dakwah lewat partai.

Memang orang rumahan, tetapi dengan visi misi hidup yang jelas.

Perannya sebagai perekat tidak bisa diabaikan dalam perjuangan mendampingi suami mengantarkan anak-anaknya menjadi hamba Allah yang Hafidz Qur'an. Mungkin ini mimpi gila! Bukan pekerjaan mudah! Tapi keyakinan bahwa itu sebuah cita-cita mulia yang diridhai Allah, membuatnya yakin terus melangkah, walau tertaih.

Bukan sekali dua dia harus menjembatani keinginan yang berbeda antara suami dan anaknya atau anak yang satu dan lainnya atau dengan keinginannya sendiri. Sangat tidak mudah, karena pola pendidikan yang diterapkan, memang mengarahkan anak-anaknya untuk berani bersikap dan mengambil keputusan.

Suatu kebahagiaan ketika dia mampu merekatkan potongan-potongan keinginan setiap anggota keluarganya, membenuk sebuah keinginan yang disepakati dan diperjuangkan bersama.

No comments:

Post a Comment