Yang selama ini kuabaikan karena tak ingin menangis
Tapi saat-saat seperti ini, menjelang lebaran
Abai itu tak sanggup lagi membendung rasa ini
Kurelakan air mata membanjiri mengiringi doaku untukmu
Pak, aku rindu tawamu saat melihat kecentilanku
Aku rindu dehemmu, saat mengingatkan pertengkaran kami, anak-anakmu.
Aku rindu ceritamu pada para tamu, membicarakan prestasiku, yang tak sengaja kucuri dengar
Pak, terima kasih atas warisan yang kau berikan padaku.
Bukan, bukan harta, karena kau tak punya itu
Tapi tauhid yang menghunjam dalam dada, sebagai dasar langkah kehidupanku.
Juga karakter pembelajar yang sangat kubutuhkan tuk menaklukkan jalan terjal di hadapanku
"Nrimo ing pandum" filosofi kehidupan yang mewarnai kehidupan dalam memaknai takdirku
Mak, Alhamdulillah, kau masih ada
Saat rindu ini menggebu ingin berjumpa denganmu
Ah, Mak, sebenarnya aku tak suka dengan sikapmu yang sering ngomel melihat ketidak sigapanku
Tapi kini aku jadi pengikut setiamu, meniru tanpa kumau, aaah, ngeless.
Mak, aku rindu ketupat dan opor ayam buatanmu, yang sampai kini tak kutemui yang dapat melebihi kelezatan buatanmu.
Bagaimana kami berebut siapa paha siapa dada
Kini aku merasakan bahagiamu, seperti saat anakku merindukan sambal ikan buatanku.
Mak, aku juga rindu sekubal yang berjodoh dengan rendang atau tape ketan
Yang sampai saat ini belum kutemui kelembutan sekubal yang kau buat
Bahkan saat sepuhmu, kau tetap membuat itu untuk kami dan cucu-cucumu
Kau tak ingin sampai salah satu kami menanyakannya
Ah, Mak, maafkan, kami memang keterlaluan.
Sudah setua ini masih saja menginginkan masakanmu
Ah, Mak, bukan itu yang menjadi kerinduanku
Tapi sungkem dan restumu yang tak henti aku rindukan
Itu semua hanya pernik-pernik yang mengingatkan kerinduan.
Mak, masih menungguku di lebaran ini kan?
No comments:
Post a Comment