Tuesday, July 22, 2014

Kecewa

Sepertinya hari ini ada yang kecewa berjamaah! Ups! Maksudnya, banyak orang kecewa dengan sebab yang sama. Ini hari yang dinanti-nanti bangsa Indonesia, penentuan siapa presiden berikutnya.

Dua pasang calon preisden, dengan usaha maksimal bersama timsesnya, sudah mengeluarkan semua jurus yang bisa dilakukan untuk menarik perhatian dan dukungan masyarakat Indonesia.

Setiap kompetisi selalu berakhir dengan kalah-menang.

Yang menang, tentunya bahagia, gembira, lega, usahanya tidak sia-sia.

Yang kalah sudah tentu kecewa, sedih, bahkan marah.

Itu wajar, sangat manusiawi. Semua kontestan sudah pasti siap menang, tapi belum tentu semua siap kalah.

Saatnya menata hati, untuk kedua belah pihak.

Apapun hasilnya, sesuai keinginaan atau tidak, menerima atau tidak, hendaklah kita hormati bulan suci ini. Sudah terlalu banyak hal-hal yang menyakitkan kita lakukan, tanpa paham hakekat dari kelakuan itu.

Menyedihkan memang, ketika kita punya keinginan mulia, bersih dan ksatria memperbaiki bangsa, tak begitu saja dibiarkan melenggang dan diterima. Perbedaan pemahaman, latar belakang dan kepentingan, membuat kita belum mampu melaksanakan butir-butir kesepakatan dalam berbangsa dan bernegara.

Menyedihkan memang, keinginnan mulia memperbaiki masyarakat Indonesia, harus dikotori dengan perpecahan dan permusuhan, putusnya silaturahim antar saudara.

Menyedihkan memang, kepedulian kepada bangsa oleh sebagian rakyat Indonesia yang menginginkan perubahan ke arah yang lebih baik, justru menumbuh suburkan manusia-manusia culas yang memanfatkan situasi, menyebar fitnah, membakar semangat kebencian dengan segala jenis intrik dan kecurangan. Siapa yang curang menuduh siapa? Siapa yang melempar batu sembunyi tangan? Kecanggihan teknologi mampu menutupi itu semua.

Ah...sudahlah. Yang dikehendaki-Nya sudah terhidang di depan mata. Tinggal kini, pilihan sikap!

Yang menang bisa memilih bergembira, berpesta, membully pihak yang kalah, atau bisa juga memilih bersikap bijak, melupakan segala kesalahan yang telah lewat, merangkul pihak yang kalah untuk bersama membangun negeri. Karena untuk berbuat tidak harus dengan menjadi presiden. Sebelum jadi presiden sudah banyak kebaikan yang dilakukan, maka lanjutkan kebaikan itu dengan menjadi presiden ataupun tidak.

Yang merasa dikalahkan pastinya kecewa. Setiap mengikuti kompetisi pasti yang diinginkan dan diperjuangkan adalah kemenangan. Tapi kalah adalah alternatif takdir yang tersedia. Pihak yang kalah pun dituntut menenetukan sikap. Menerima dengan legowo, menerima dengan catatan, atau menolak dengan gugatan terhadap sistem pnyelenggaraan.

Penyelenggara kompetisi adalah manusia, kontestannya juga manusia, pengawasnya manusia, pendukung dan pemilihnya manusia, pengamatnya pun manusia. Semuanya manusia dengan karakter manusiawinya.

Manusia tidak ada yang sempurna. Manusia selalu mmiliki sisi baik dan sisi buruk.

Manusia tidak ada yang bersih dari kesalahan. Manusia punya kepentingan.

Manusia bijaklah yang mampu mengendalikan sifat-sifat manusiawinya.

Manusia bijaklah yang mau memandang dengan kebersihan niat dan pikiran.

Manusia bijaklah yang ketika menang tidak jumawa, karena kemenangan itu tak akan wujud tanpa izin-Nya.

Manusia bijaklah yang mengapresiasi kemenangan dengan elegan dan pemaafan.

Manusia bijaklah yang mau menghormati sistem yang jujur.

Manusia bijaklah yang menghadapi kecurangan lewat jalur hukum.

Manusia bijaklah yang mampu mematahkan kesombongan dengan kesantunan.

Sekian hari kita terlibat dalam situasi kompetitif ini, suka atau tidak, sengaja atau tidak.

Mungkin kita termasuk yang memposisikan diri di salah satu kubu kompetitor, bahkan sebagai pendukung aktif.

Mungkin kita memposisikan diri sebagai penonton, menikmati kompetisi di pinggir gelanggang, menanti hasil akhir, sambil mengamati dan sedikit-sedikit berkomentar meramaikan suasana agar tak tersebut cuek.

Sebagai apapun kita saat kompetisi, saat ini sudah saatnya kita kembali pada posisi.

Kembali jalin ukhuwah, saling memaafkan. Pelajaran sudah kita selesaikan, nilai diri sudah kita dapatkan. Tak ada yang terlewat dalam catatan malaikat, apa yang sudah kita lakukan di hari lalu.

Jangan khawatir tehadap dunia yang tidak adil, karena akhirat pasti adil.

Jangan khawatir ada yang lolos dari jerat hukum terhadap apa yang dilakukannya, sang pencatat tidak pernah tidur.  

Tak perlu lega selega-leganya, walau palu telah diketuk, pengadilan hakiki tak pernah berhenti.

Tak perlu kecewa sekecewa-kecewanya, karena keadilan tak takut menampakkan diri, walau seluruh dunia menghalangi.

No comments:

Post a Comment