Tuesday, July 15, 2014

Antara Akidah Ibadah Muamalah

Heran!

Ketidak harmonisan di kalangan umat Islam semakin memprihatinkan! Dan itu sepertinya meliputi segala lini kehidupan. Dalam urusan ibadah, kemasyarakatan, politik dan sebagainya, baik di dunia nyata maupun di dunia maya.

Ada apa ini?

Bukankah konsep Islam itu jelas, meliputi semua aspek kehidupan? Atau mungkin justru di situ masalahnya? Tentang pemahaman Islam yang berbeda-beda?

Dalam Islam, ada tiga istilah mendasar yang harusnya dipahami oleh seorang Muslim, agar bisa melaksanakan ajarannya dalam kehidupan sehari-hari, yaitu akidah, ibadah dan muamalah.

Akidah adalah iman yang teguh dan pasti, yang tidak ada keraguan sedikitpun bagi yang meyakininya.

Dalam Islam, akidah mempunyai kedudukan yang sangat penting. Ibarat sebuah bangunan, maka akidah Islam berperan sebagai pondasi, yang kekuatannya sangat menentukan kualitas dari bangunan tersebut.

Akidah Islam merupakan ajaran yang bersifat taufiqi, artinya suatu ajaran yang hanya dapat ditetapkan dengan adanya dalil dari Allah dan rasul-Nya. Maka sumber ajaran akidah adalah terbatas pada Al Qur'an dan As Sunnah saja. Tidak ada yang lebih tahu tentang Allah kecuali Allah itu sendiri. Tidak ada manusia yang lebih tahu tentang Allah, kecuali Rasul-Nya.

Ibadah adalah taat kepada Allah dengan melaksanakan perintah-perintah-Nya (yang digariskan) melalui lisan rasul-Nya. Ibadah juga merupakan ketundukan kepada Allah yang didasari mahabbah/ cinta.
Ibadah meliputi ibadah amalan yang berhubungan langsung dengan Allah ataupun hubungan sesama manusia dan alam yang mengikuti tuntunan aturan Allah.

Muamalah adalah hubungan kepentingan antar manusia yang dalam Al Qur'an disebut sebagai habluminannas.

Lalu, apa hubungan antara akidah, ibadah dan muamalah?

Idealnya, seseorang yang akidahnya baik akan melahirkan amalan ibadah yang baik dan uamalah yang juga baik.

Tetapi pada kenyataannya, sering kita temui, atau diri kita sendiri, merasa mempunyai akidah yang baik tapi masih sering malas beribadah dan kurang baik dalam bergaul.

Kadang kita melihat orang lain, ibadahnya rajin, kelihatan khusyuk, tapi tidak disukai lingkungannya karena sering bersikap yang menyinggung hati orang lain. Tentang akidahnya, kita tidak tahu, karena itu tentang hatinya, hanya dirinya sendiri dan Allah yang mengetahuinya.
Sering juga kita temui, seseorang yang disukai di masyarakat, tetapi bukan termasuk yang rajin ibadah.

Idealnya, seseorang yang meyakini, bahwa Allah adalah pencipta alam raya. Yang Maha Kuasa dan Maha Perkasa. Logis bukan kalau kita sebagai makhluk yang diciptakannya berterima kasih dan bersyukur pada-Nya? Caranya? Ya dengan mentaati aturan yang dibuat-Nya. Tentunya Sang Pendipta sangat paham dengan hasil ciptaannya dan membuat peraturan yang sesuai, untuk kebaikan ciptaan-Nya.

Bagaimana dengan manusia lain yang juga ciptaan-Nya?

Mereka semua sederajat dengan kita di hadapan Sang Pencipta. Kita memandangnya sama seperti kita memandang diri kita sendiri.

Kita punya kelebihan yang ingin diapresiasi, dan punya kekurangan yang ingin dipahami dan dimaklumi. Demikian juga mereka. Mana-mana sikap yang ingin kita dapatkan, seperti lemah lembut, dihargai, dikritisi dengan cara baik dan sebagainya, mereka juga ingin sikap yang sama dari kita.
Jika kita tidak suka dihina, merekapun tidak suka dihina.

Ada Rasulullah yang diutus untuk memberi contoh, bagaimana seharusnya seorang hamba bersikap kepada Allah dan makhluk lainnya.

No comments:

Post a Comment