Saturday, May 24, 2014

NYAR'I

Harish berlari menghampiriku yang sedang merapikan salak dan pisang di piring

"Umi, Mbak Anya sudah datang, nih Harish dikasih coklat," katanya, sambil memamerkan sebatang coklat

"Sama siapa, sudah masuk?"

"Sama Mbak Heni, sudah masuk, tadi Harish yang suruh," jawabnya sambil berlari ke depan.

"Terima...kasih," ha ha, Harish sudah lenyap dari pandangan.

Baru saja kaki akan melangkah ke depan, Harish muncul lagi

"Umi, Mbak Ughie sama Kak Ry sudah datang," lapornya.

"Itu apa," tanyaku, menunjuk buku yang dipegangnya.

"Hadiah dari Mbak Ughie," jawabnya.

"Kok Harish dikasih hadiah," tanyaku heran.

"Tadi Harish mau salaman sama Mbak Ughie," jawabnya, polos. Selama ini memang Harish pilih-pilih, nggak dengan  semua orang dia mau bersalaman.

"Yok ke depan," ajakku

"Harish bawain pisangnya, ya?"

"Boleh"

Harish memang lincah, tapi kalau dapat amanah, dia akan berhati-hati. Mungkin termasuk langka, anak laki-laki usia 4 tahun, sudah biasa membawakan hidangan untuk tamu, bahkan dengan pedenya, membwa nampan berisi tiga gelas teh panas. Bukan aku tidak melarangnya, tapi susah memberi alasan, karena selama ini membawa yang tidak panas, ya tidak pernah jatuh Alhamdulillah, baik-baik saja.

Di depan, sudah berkumpul delapan orang gadis-gadis berjilbab yang penuh semangat.

"Umi, Mbak Ughie laki-laki apa perempuan, sih?" tanya Harish. Aku heran, kok Harish bertanya seperti itu?

"Perempuan, lah Harish. Mbak Ughie kan cantik! Liat, Mbak Ughie juga pake jilbab," jawab Ughie, mesam-mesem.

"Kok Mbak Ughie pake celana panjang, seperti Harish?" tanya Harish, serius.

Lho? Aku melongo. Ughie tersipu. Belum sempat menjawab, Harish sudah berlari ke luar karena dipanggil Hafa.

"Jangan diambil hati, ya Ughie. Harish belum faham, namanya anak-anak, segalanya sederhana dan spontan."

"Tapi anak-anak jujur, Umi. Justru perkataan Harish mengusik hati. Ughie memang belum bisa berpakaian sempurna sesuai syar'i," kata Ughie, tertunduk.

"Umi, batasan syar'i itu seperti apa, sih?" tanya Susie.

"Apa harus pakai gamis longgar dan jilbab lebar sampai paha?" tanya Yani

"Gimana dengan pakai masker, Mi?" tanya Mulya

"Kok masker sih? Cadar kalee," komentar Ul, yang suka bercanda.

"Eh, iya, cadar. Ingat gambarannya, lupa namanya, he he," Mulya meralat.

"Kita pakai ukuran standar aja, ya. Aurat wanita yang sudah baligh itu seluruh tubuh, kecuali wajah dan kedua telapak tangannya. Masalah model, warna, cara memakai, potongan, ya silahkan saja," jawabku, menengahi.

"Kalau pakai celana panjang, Mi? Kan menyerupai laki-laki?" tanya, Anya.

"Dalam kondisi darurat, boleh. Pakai celana panjang yang tidak ketat dan tidak menampakkan lekuk tubuh. Kondisi sekarang, ada saat tertentu yang kita perlu pakai kostum seperti itu, demi keamanan. Pandai-pandailah membuat rancangan pakaian yang nyar'i, nyaman dan aman."

"Kan kita boleh mengikuti warna kesukaan Rasulullah." jelas Heni

"Boleh Warna menyangkut selera. Allah menciptakan berbagai warna untuk dimanfaatkan oleh manusia. Silahkan kalau mau mengikuti warna kesukaan Rasulullah, tapi kita tidak boleh gegabah juga, menuduh orang lain yang tidak memakai warna kesukaan Rasulullah dengan sebutan nggak nyunnah atau nggak cinta Rasul," jelasku.

"Ada usul nggak, model seperti apa yang cocok untukku?" tanya Ughie.

Ughie memang sedikit tomboi. Ke mana-mana pakai motor, itu sebabnya cara berpakaiannya agak beda dengan teman-temannya yang sering naik angkot

"Pakaian yang aman untuk naik motor, tapi rapi dan nyar'i kalau turun dari motor," kata Ry.

"Lah, Umi kan sering naik motor," kata Mulya

"Kalau Umi biasa pakai gamis, tapi selalu pakai celana panjang yang nggak terlalu ketat di dalamnya. Kaos kaki usahakan panjang sampai hampir lutut, jadi kalau terpaksa gamis dan celana panjang tertarik karena posisi di motor, masih ada kaos kaki yang menutup kaki. Jilbab secukupnya, yang penting menutupi dada. Jaket dan helm, jangan lupa. Untuk anak muda, ya silahkan disesuaikan Biasanya beda seleranya dengan yang tua," jelasku

"Ada beberapa kejadian kecelakaan karena pakaian yang nggak tepat, saat naik motor," kata Heni.

"Itu sebabnya, kita harus mengenali dunia kita. Allah menurunkan syari'at untuk kebaikan kita, bukan untuk mencelakakan."

No comments:

Post a Comment