Wednesday, May 21, 2014

BERATNYA MENDIDIK ANAK PEREMPUAN

<p> Fenomena media yang begitu marak menyajikan berita kejahatan seksual di masyarakat, sangat meresahkan orang tua, bahkan ada yang sampai tingkat paranoid, terutama di kalangan ibu-ibu.

Kekhawatiran yang sama, membuat setiap kesempatan bertemu dengan sesama ibu, akan membicarakan masalah itu.

Kenyataan, bahwa, sebagian besar korban adalah perempuan, terutama anak-anak, membuat sebagian ibu berpendapat bahwa mendidik dan menjaga anak perempuan lebih sulit dibandingkan dengan mendidik anak laki-laki. Benarkah? </p>

"Bener, Bu. . . saya selalu was-was kalau putri saya keluar rumah, belum lagi kalau pergi sendiri karena nggak ada yang antar, bawaannya deg-degan terus. Pulang telat sedikit aja, dah, seperti setrikaan, mondar-mandir depan belakang, nengok ke jalan, hhhh!" keluh Bu Muji.

"Lah, apalagi Bu Muji, yang anaknya sudah remaja, saya yang anak masih TK aja rasanya nggak karuan kalau anak lepas dari pengawasan, walau hanya keluar rumah sebentar. Bawaannya curiga aja sama orang yang berusaha dekat dengan dia. Saya hanya khawatir, dengan ketakutan orang tua yang berlebihan, mengakibatkan over protektif, menjadikan anak kurang mandiri dan mengurangi kreatifitasnya. Lha terus bawaannya, anak mau apa-apa nggak boleh, pergi sendiri untuk pengalaman keberanian nggak boleh, mau jadi apa mereka nanti?" timpal Bu Dewi

"Alhamdulillah, anak saya laki-laki semua, tapi bukan berarti nggak berat lho menjaga dan mendidik mereka Tapi mungkin untuk urusan keselamatan, mungkin lebih ringan, apalagi kalau kita bisa dekat dengan mereka," kata Bu Lastri.

"Alhamdulillah, saya sudah melewati masa-masa itu, sekarang anak-anak saya sudah mandiri. Walaupun waktu itu tidak seheboh sekarang, tetap saja ancaman itu ada, tapi mungkin tidak terekspos sedahsyat sekarang," komentar Bu Sumayyah

"Dek Wulan, gimana persiapannya? Kan sebentar lagi dapat amanah?" tanya Bu Mei, menengok ke arah Bu Wulan yang sedang tekun menyimak. Wulan tersenyum

"Wulan sedang belajar dari Ibu-Ibu yang sudah senior, sebagai salah satu upaya mempersiapkan diri menyambut amanah ini, sambil tidak putus berdoa, mohon penjagaan dan bimbingan Allah," jawabnya sambil tersenyum manis.

"Ingiiiin rasanya percaya seratus persen pada anak gadis saya, tapi ketidak percayaan pada lingkugan dan perkembangan teknologi, membuat saya selalu curiga pada apa yang dilakukannya, apalagi kalau ingat ketidak percayaan diri saya, sudah cukupkah membekalinya dengan pendidikan agama yang bisa melinduginya dari pengaruh pergaulan yang negatif?" tambah Bu Nenden.

"Umi! Kok diam aja, sih? Berbagi dong, kan anak Umi dah lengkap, ada yang laki-laki, perempuan, ada yang sudah lewat remaja, ada yang remaja, ada yang anak-anak, bahkan balita?" kata Bu Farida

"Iya, Umi nih. Ayo dong, Mi, berbagi," bujuk Bu Islah, yang juga punya balita perempuan.

Umi tersenyum lembut, sebagai yang dituakan dan memang yang paling tua, dia mendengarkan dan memperhatikan semua percakapan ibu-ibu tadi.

"Istri Rasulullah Saw, Aisyah, menceritakan,'Ada seorang wanita yang menemuiku dengan membawa dua anak perempuannya Dia meminta-minta kepadaku, namun aku tidak mempunyai apapun kecuali satu buah kurma. Lalu aku berikan sebuah kurma tersebut untuknya. Wanita itu menerima kurma tersebut dan membaginya menjadi dua untuk diberikan kepada kedua anaknya, sementara dia sendiri tidak ikut memakannya Kemudian wanita itu bangkit keluar bersama anaknya. Setelah itu Nabi Shalallahu'alaihi wa sallam datang dan aku ceritakan peristiwa tadi kepada beliau, maka Nabi Shalallahu'alaihi wa sallam bersabda,"Barangsiapa yang diuji dengan anak-anak perempuan, kemudian dia berbuat baik kepada mereka, maka anak-anak perempuan tersebut akan menjadi penghalang dari siksa api neraka."'(HR Muslim)
Umi membacakan sebuah terjemah hadist.

"Ooo, ya pantesan, lha wong imbalannya terhindar dari neraka," sela Bu Fieta

"Sebenarnya, apa yang membuat menjaga dan mendidik anak perempuan lebih berat daripada anak laki-laki?" tanya Bu Lena.

"Kalau anak perempuan rusak, keliatan banget. Misalnya, terjerumus pergaulan bebas, bisa hamil di luar nikah, kalau laki-laki kan nggak ada bekas," kata Bu Muji.

"Kalau menurut saya, kebanyakan perempuan itu lemah, mudah dipengaruhi, mudah kasihan, tidak kuat tekanan, dan sebagainya," tambah Bu Ida

"Mungkin ini juga bagian dari konspirasi musuh-musuh Islam yang akan menghancurkan ummat, mereka gencar menyerang wanita dengan kehidupan glamor dan hedonis," kata Bu Bayti.

"Sekarang, yang harus kita sadari sebagai orang tua, anak adalah amanah yang harus kita tunaikan sebaik-baiknya. Kita sebagai orang tua yang akan dimintai pertanggung-jawaban atas apa yang terjadi pada anak. Laki-laki atau perempuan, semua ada hal-hal yang kita rasakan berat dalam mendidiknya. Untuk perempuan, mungkin karena keistimewaannya sebagai calon ibu generasi. Ibu adalah sekolah yang utama dan pertama bagi anak-anaknya, artinya ketika kita mendidik seorang anak perempuan, kita sedang membuat sekolah untuk generasi ke depan. Wanita adalah tiang negara, maka kalau akan menghancurkan tatanan sebuah negara, maka hancurkanlah kehidupan wanitanya, bisa dijamin sukses!" Umi menjelaskan, sekaligus merangkum semua jawaban ibu-ibu yang hadir.

"Bagaimana dengan kita? Kita adalah ibu generasi hasil didikan orang tua kita?" Bu Islah mempertanyakan posisi mereka sebagai ibu.

"Terlepas apa yang sudah diberikan oleh orang tua kita dalam mendidik, kini saatnya kita memulai perubahan dari diri sendiri, agar lebih memudahkan dalam mendidik anak-anak kita dengan cara memberi keteladanan yang baik," Umi menutup pembicaraan sore itu.

Memang tidak mudah, tapi keyakinan bahwa tak akan ada yang terjadi tanpa izin Allah, membuat ibu-ibu itu bertekad, melakukan yang maksimal dalam mendidik dan menjaga anak-anaknya, dan bertawakal kepada Allah, Dialah Al Hafidz, Yang Maha Menjaga.


  

8 comments:

  1. Betul mak...semua terjadi atas ijin Allah. Tapi sama aja deh..saya yang hanya punya anak cowok juga waswas.

    Yang penting tetap rajin doa, menjaga komunikasi yg baik dan tawakal aja :))

    ReplyDelete
    Replies
    1. benar, ketakutan tanpa tindakan malah sering bikin panik dan tidak cerdas menemukan solusi. Bersandar kepada Allah, itu yang bisa menenangkan

      Delete
  2. Replies
    1. Yap, siap dengan strategi briliant menghadapi segala tantangan dan kemungkinan

      Delete
  3. saya punya anak semata wayang 2,8 thn aja udah mikir jauh ke depannya gimana suatu saat dia skul apalagi kul jauh dr saya..rasanya pengin ikut dia kuliah n urus n dampingi dia terus..tp ya tidak bisa begitu ya mak..krn dgn kepercayaan dan bekal ilmu agama sejak dini moga anak2 kita terhindar dr marabahaya n segala bentuk kejahatan..aamiin

    ReplyDelete
    Replies
    1. satu hal yg harus selalu kita ingat, anak bukan milik kita, dia titipan yg harus kita perlakukan sesuai dg apa maunya yg menitipkan. Suatu saat dia akan lepas dari kita, itu pasti.Kedekatan kita pada Allah akan meringankan beban itu, karena bersama Allah, apa yang sulit? Semua akan dimudahkan Allah, amiin

      Delete
  4. Salam kenal mak!
    Bagi saya seorang emak dengan 4 putra dan 1 putri, mendidik mereka sama beratnya kok, sama2 harus ekstra hati-hati, berdo'a dan pasrah dan tawakal karena Allah SWT tak pernah tidur, duhh berat banget, apalagi saya single mom, semoga kita senmua dijauhkan dai ujian yang kita tidak sanggup memikulnya aammiin!

    ReplyDelete
    Replies
    1. salam kenal, Mbak Siti Aisah, trims sudah berkunjung, salut untuk Mbak Aisah, sdh diberi kekuatan yg luar biasa untuk menanggung beban yg tdk ringan. Dengan keikhlasan dan kesungguhan menunaikan amanah itu, semoga Allah memberkahi dan menyiapkan surga yg kenikmatannya tak pernah sanggup kita bayangkan, saya selalu terharu, bertemu dg wanita-wanita perkasa seperti Mbak Aisah. Allah memberikan semua itu sebagai sarana agar Mbak selalu dekat dengan-Nya, itu bukti kasih sayang-Nya, walaupun sebagai manusia tentunya itu sangat berat

      Delete