Bulan Rajab, musim hajatan!
Yups! Nggak salah, karena di Indonesia, terutama di masyarakat Jawa, bulan
Rajab dianggap sebagai waktu yang baik untuk mengadakan hajatan. Dalilnya?
Nggak tahu! Itu hanya pengamatan di masyarakat sekitar. Buktinya? He he he,
hari ini sudah tiga lembar undangan aku terima. Terkadang, di satu hari Minggu
ada tiga atau empat tempat yang harus kami penuhi undangannya. Tak terbayang
orang-orang yang terkenal dan banyak relasinya, ya?
Eh, maaf, bukan itu yang
sebenarnya ingin dibicarakan.
“Umi, gimana doa di bulan
Rajab dan Sya’ban?” tanya Hany.
“Allahumma baariklana fii
Rajaba wa Sya’ban wa balighnaa Ramadhan.”
“Artinya, Mi?” Tanya Hany,
setelah menirukan doa itu.
“Yaa Allah, berkahilah kami
di bulan Rajab dan Sya’ban dan sampaikanlah kami pada bulan Ramadhan.”
“Kalau marah membatalkan
puasa, nggak?”
“Batal sih nggak, hanya saja
mengurangi nilai puasanya. Puasa artinya menahan diri, sedangkan marah itu
tanda tidak bisa menahan diri.”
“Orang lapar, kan bawaannya
pingin marah, apalagi kalau ada yang ngganggu?”
“Makanya kita harus saling
bantu untuk tidak membuat orang lain marah, karena kita juga nggak suka kalau
orang lain mancing-mancing kita marah.”
“Kenapa sih Allah buat
perintah puasa? Kan sudah ada shalat, zakat, haji dan lain-lain?”
“Allah ingin menguji
hamba-Nya dengan berbagai jenis aturannya. Semakin baik iman seseorang, semakin
banyak cabang-cabang ujian yang bisa dilewatinya dengan baik.”
“Seperti sekolah ya, Mi? Kan
banyak mata pelajaran yang dipelajari, trus nanti di uji.”
“Boleh juga diibaratkan
seperti itu. Yang jelas, puasa adalah salah satu perintah Allah yang sangat
istimewa dan hadiahnya juga istimewa.”
“Kenapa begitu, Mi?”
“Puasa adalah ibadah yang
sulit disaksikan kebenaran pelaksanaannya oleh orang lain. Yang tahu hanya yang
bersangkutan dan Allah. Orang bisa bohong, bilang puasa padahal tidak, tetapi
dirinya dan Allah tahu, apakah dia puasa atau tidak.”
“Apalagi, Mi?”
“Puasa juga
bertingkat-tingkat kualitasnya. Ada yang puasa hanya sebatas yang terlihat,
menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa dari fajar sampai maghrib,
setelah maghrib, balas dendam. Apa-apa yang dilarang di siang hari dibalas
secara berlebihan di malam hari, seolah-olah harinya dibalik. Siang jadi malam, malam jadi siang. Ada juga yang
sungguh-sungguh menahan diri dari hal-hal yang tidak disukai Allah, baik yang
kelihatan ataupun tidak. Istilahnya puasa hati, pendengan, penglihatan dan lisan,
selain puasa perut.”
“Kok puasa wajib hanya
sebulan? Jadi orang menjadi baiknya hanya sebulan dong?”
“Sebulan wajibnya, tujuannya
dilatih selama sebulan, nah bulan-bulan berikutnya sudah terbiasa menahan diri.”
“Tapi sepertinya nggak, tuh?
Belum habis Ramadhan, malah sudah siap-siap lebaran, yang biasanya menjadi
ajang mengumbar hawa nafsu.”
“Itulah manusia, gampang
lupa. Senang dengan sesuatu yang terlihat dan langsung dirasakan. Jadi bukan
sibuk mempersiapkan diri untuk maksimal memperbaiki diri dan beribadah di bulan
Ramadhan, justru periapan habis-habisan untuk lebaran. Karena apa? Kemeriahan
lebaran yang langsung dirasakan, beda dengan janji Allah berupa kenikmatan
ibadah, ketenangan jiwa dan balasan di akhirat yang jelas tidak kelihatan.”
“Tapi kita juga ada
persiapan lebaran? Buat kue, beli baju baru.”
“Ha ha ha, itu bukan karena
balas dendam, tapi lebih karena momen. Menjelang lebaran banyak orang
menawarkan kue yang beraneka ragam, juga baju. Nggak salah kita menyiapkan kue
untuk menjamu tamu, yang memanfaatkan lebaran untuk bersilaturahim. Menjamu tamu
merupakan kebaikan. Tapi coba perhatikan, berlebihan nggak kuenya? Umi
menghabiskan waktu untuk buat kue, nggak? Nah, satu lagi masalah baju. Selain mau
lebaran, Umi belikan baju, nggak?”
“Iya juga, sih. Dibandingkan
dengan tetangga, jauh banget banyaknya kue kita. Selain mau lebaran juga,
jarang beli baju selain seragam, he he.”
“Seharusnya, bulan Ramadhan
kita jadikan momen untuk evaluasi diri. Memperbaiki diri. Coba, lebih mudah
ibadah di bulan Ramadhan atau di luar Ramadhan?”
“Ya di bulan Ramadhan, Mi.
Semangat, banyak teman dan banyak acara-acara yang digelar panitia Ramadhan.”
“Itu seharusnya kita
manfaatkan sebaik-baiknya. Allah telah membuat situasi yang kondusif, nah
minimal dua bulan ini, Rajab dan Sya’ban, kita siapkan diri sebaik-baiknya
untuk beramal maksimal di bulan yang penuh berkah. Momen yang disediakan untuk
mendapatkan pahala berlipat-lipat, supaya kita tidak menjadi orang yang menyesal
berulang-ulang.”
“Iya, Mi. dengan persiapan
yang baik, semoga Ramadhan ini lebih baik dari Ramadhan sebelumnya.”
“Amiin.”
No comments:
Post a Comment