Monday, May 12, 2014

MEMAHAMI HAKIKAT PUASA

Bulan Rajab, musim hajatan! Yups! Nggak salah, karena di Indonesia, terutama di masyarakat Jawa, bulan Rajab dianggap sebagai waktu yang baik untuk mengadakan hajatan. Dalilnya? Nggak tahu! Itu hanya pengamatan di masyarakat sekitar. Buktinya? He he he, hari ini sudah tiga lembar undangan aku terima. Terkadang, di satu hari Minggu ada tiga atau empat tempat yang harus kami penuhi undangannya. Tak terbayang orang-orang yang terkenal dan banyak relasinya, ya?

Eh, maaf, bukan itu yang sebenarnya ingin dibicarakan.

“Umi, gimana doa di bulan Rajab dan Sya’ban?” tanya Hany.

“Allahumma baariklana fii Rajaba wa Sya’ban wa balighnaa Ramadhan.”

“Artinya, Mi?” Tanya Hany, setelah menirukan doa itu.

“Yaa Allah, berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya’ban dan sampaikanlah kami pada bulan Ramadhan.”

“Kalau marah membatalkan puasa, nggak?”

“Batal sih nggak, hanya saja mengurangi nilai puasanya. Puasa artinya menahan diri, sedangkan marah itu tanda tidak bisa menahan diri.”

“Orang lapar, kan bawaannya pingin marah, apalagi kalau ada yang ngganggu?”

“Makanya kita harus saling bantu untuk tidak membuat orang lain marah, karena kita juga nggak suka kalau orang lain mancing-mancing kita marah.”

“Kenapa sih Allah buat perintah puasa? Kan sudah ada shalat, zakat, haji dan lain-lain?”

“Allah ingin menguji hamba-Nya dengan berbagai jenis aturannya. Semakin baik iman seseorang, semakin banyak cabang-cabang ujian yang bisa dilewatinya dengan baik.”

“Seperti sekolah ya, Mi? Kan banyak mata pelajaran yang dipelajari, trus nanti di uji.”

“Boleh juga diibaratkan seperti itu. Yang jelas, puasa adalah salah satu perintah Allah yang sangat istimewa dan hadiahnya juga istimewa.”

“Kenapa begitu, Mi?”

“Puasa adalah ibadah yang sulit disaksikan kebenaran pelaksanaannya oleh orang lain. Yang tahu hanya yang bersangkutan dan Allah. Orang bisa bohong, bilang puasa padahal tidak, tetapi dirinya dan Allah tahu, apakah dia puasa atau tidak.”

“Apalagi, Mi?”

“Puasa juga bertingkat-tingkat kualitasnya. Ada yang puasa hanya sebatas yang terlihat, menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa dari fajar sampai maghrib, setelah maghrib, balas dendam. Apa-apa yang dilarang di siang hari dibalas secara berlebihan di malam hari, seolah-olah harinya dibalik. Siang  jadi malam, malam jadi siang. Ada juga yang sungguh-sungguh menahan diri dari hal-hal yang tidak disukai Allah, baik yang kelihatan ataupun tidak. Istilahnya puasa hati, pendengan, penglihatan dan lisan, selain puasa perut.”

“Kok puasa wajib hanya sebulan? Jadi orang menjadi baiknya hanya sebulan dong?”

“Sebulan wajibnya, tujuannya dilatih selama sebulan, nah bulan-bulan berikutnya sudah terbiasa menahan diri.”

“Tapi sepertinya nggak, tuh? Belum habis Ramadhan, malah sudah siap-siap lebaran, yang biasanya menjadi ajang mengumbar hawa nafsu.”

“Itulah manusia, gampang lupa. Senang dengan sesuatu yang terlihat dan langsung dirasakan. Jadi bukan sibuk mempersiapkan diri untuk maksimal memperbaiki diri dan beribadah di bulan Ramadhan, justru periapan habis-habisan untuk lebaran. Karena apa? Kemeriahan lebaran yang langsung dirasakan, beda dengan janji Allah berupa kenikmatan ibadah, ketenangan jiwa dan balasan di akhirat yang jelas tidak kelihatan.”

“Tapi kita juga ada persiapan lebaran? Buat kue, beli baju baru.”

“Ha ha ha, itu bukan karena balas dendam, tapi lebih karena momen. Menjelang lebaran banyak orang menawarkan kue yang beraneka ragam, juga baju. Nggak salah kita menyiapkan kue untuk menjamu tamu, yang memanfaatkan lebaran untuk bersilaturahim. Menjamu tamu merupakan kebaikan. Tapi coba perhatikan, berlebihan nggak kuenya? Umi menghabiskan waktu untuk buat kue, nggak? Nah, satu lagi masalah baju. Selain mau lebaran, Umi belikan baju, nggak?”

“Iya juga, sih. Dibandingkan dengan tetangga, jauh banget banyaknya kue kita. Selain mau lebaran juga, jarang beli baju selain seragam, he he.”

“Seharusnya, bulan Ramadhan kita jadikan momen untuk evaluasi diri. Memperbaiki diri. Coba, lebih mudah ibadah di bulan Ramadhan atau di luar Ramadhan?”

“Ya di bulan Ramadhan, Mi. Semangat, banyak teman dan banyak acara-acara yang digelar panitia Ramadhan.”

“Itu seharusnya kita manfaatkan sebaik-baiknya. Allah telah membuat situasi yang kondusif, nah minimal dua bulan ini, Rajab dan Sya’ban, kita siapkan diri sebaik-baiknya untuk beramal maksimal di bulan yang penuh berkah. Momen yang disediakan untuk mendapatkan pahala berlipat-lipat, supaya kita tidak menjadi orang yang menyesal berulang-ulang.”

“Iya, Mi. dengan persiapan yang baik, semoga Ramadhan ini lebih baik dari Ramadhan sebelumnya.”

“Amiin.” 

No comments:

Post a Comment