Dalam kehidupan sosial, sangat wajar apabila kita berbeda
pendapat. Hal ini sangat terkait dengan perbedaan ilmu yang dimiliki,
pengalaman hidup yang sudah dialami, sudut pandang dalam menganalisis suatu
peristiwa, masalah pribadi yang sedang dihadapi, kepiawaiannya dalam mengelola
emosi, dan sebagainya.
Hal pertama yang menyebabkan terjadinya beda pendapat
adalah, adanya seseorang yang mengungkapkan pendapatnya, dengan alasan ataupun
tidak. Tidak akan ada beda pendapat ketika tidak ada yang mengungkap.
Hal kedua, adanya orang yang mendengar atau membaca pendapat
yang dilontarkan. Seberapa banyak pendapat yang dilontarkan seseorang, tak akan
memunculkan perbedaan jika tidak ada yang mendengar atau membacanya, bagai
angin lalu.
Hal ketiga, ada keinginan dari pihak kedua untuk
mengungkapkan pendapatnya yang berbeda dengan orang pertama. Ketika orang kedua
tidak berminat atau takut menerima akibat dari perbedaan pendapatnya, maka dia
akan diam dan tidak menunjukkannya. Setuju atau tidaknya dia dengan pendapat
orang pertama, hanya di dalam hatinya, hanya dirinya yang tahu.
Berbagai niat dan tujuan orang-orang yang mau
berbeda pendapat, berdiskusi, adu argumentasi dan berdebat.
Ada yang ingin mencari titik temu dari suatu permasalahan
bersama.
Ada yang sekedar latihan untuk berani berseberangan pendapat
dengan orang lain.
Ada yang ingin menunjukkan bahwa dia jago dalam berdebat
(ssst yang ini su’udzon).
Ada yang ingin menunjukkan kekuasaannya dengan sikap
arogansinya. ini juga su'udzon, hi hi).
Akibat dari beda pendapat itu juga bermacam-macam, tergantung
tingkat kecerdasan emosi dan kedewasaan peserta diskusi.
Ada yang setelah diskusi berangkulan kembali, sebagai teman.
Ada juga diskusi berakhir dengan perpecahan, yang lebih parah menimbulkan
dendam, hehhh!
Pertanyaannya, perlukah budaya beda pendapat, diskusi dan berdebat dibudayakan?
No comments:
Post a Comment