Monday, May 19, 2014

JADI PENONTON

<p> Hari ini aku memposisikan diri jadi penonton. Kondisi badan yang kurang sehat, perut agak mual dan kepala sakit memaksaku menahan diri untuk melakukan rutinitas pagi. Kebetulan Husna dan Hafa libur, karena kakak-kakak kelas enam sedang ujian sekolah. Hany sedang mempersiapkan diri untuk tes di tempat kursus dan bimbelnya, juga menyiapkan setoran hafalan, setelah kemarin sendirian bertanggung jawab atas kebersihan dan pekerjaan rumah, karena tidak ikut pergi. </p>

"Husna, tolong siapin sarapan, ya," pintaku pada Husna yang senang dengan masak-memasak.

"Masak apa, Mi?" tanyanya

"Ada, telur, coba dilihat di kulkas masih ada bahan apa?"

"Mi, masak kangkung, ya?" tanyanya

"Belanja dulu ke bude, sekalian beli bawang merah."

"Nanti masak kangkungnya dikasih kecap, ya?"

"Boleh", jawabku. Husna segera berangkat setelah mengenakan jilbabnya.

Hmm, terasa tambah pusing kepala, melihat mainan Harish bertebaran di kamar.

"Hafa, tolong beresin mainan Harish!"

"Harish juga ya, Mi?" tanya Harish, nggak mau ketinggalan

"Ya iyalah, kan itu mainan Harish," jawab Hafa, sambil mulai mengumpulkan mainan itu.

"Tapi, kan Mbak Hafa ikut mainan!" jawab Harish dengan suara tinggi.

"Ya, sudah, sama-sama beresinnya, gpr," aku berusaha mencegah terjadinya keributan.

"Apa, Mi, gpr?" tanya Hafa, penasaran.

"Nggak pake ribut," jawabku sambil meringis kesakitan.

Sementara itu, Husna segera menyiapkan bahan masakannya, sambil absen satu-satu, ditanya, mau telur apa, dadar, orak-arik, atau ceplok.

"Harish telur orak-arik, Mbak Husna," Harish teriak sambil sibuk mengangkat kardus mainannya.

Ah, lucunya memperhatikan tingkah mereka.

Sebelum berangkat, saat sarapan, Abi mengantarkan sepiring nasi dengan sayur kangkung dan telur.

"Makasih, Bi"

"Abi ada acara sampai sore, kondisi Umi seperti ini harus banyak makan bergizi," he he, ceramah paginya muncul. Aku mencoba makan, baru satu suap, perutku protes. Tidak bisa dilanjutkan.

"Husna, tolong ambilin Umi nasi aja, yang ini Husna makan, ya?"

"Nggak pake apa-apa, Mi?"

"Ya, biar nggak mual, yang penting ada yang dimakan. Gampang, nanti agak siang beli pecel."

Mungkin aku bukan termasuk orang yang energik, sering ambruk kalau terlalu cape, apalagi berbarengan dengan jadwal kodrati perempuan. Tapi aku terima itu sebagai bonus, saat istirahat dan menikmati pemanjaan dari suami dan anak-anak. Wajar bukan? Setelah sekian puluh tahun badan digunakan untuk membesarkan enam orang anak, sekali waktu mendapat pemanjaan dari mereka? Bukan masalah menuntut balas jasa, hanya ingin mengajak mereka merasakan, bagaimana bahagianya bisa melayani orang yang disayang.

No comments:

Post a Comment