Sunday, May 4, 2014

MOMEN DAN DESIR


Setiap momen penting, selalu ada satu hal yang membuat desir di hati. Biasanya hal yang menyebabkan desir itu  berbeda untuk setiap orang, tergantung memori yang berhubungan dengan momen tersebut.

Contohnya dalam momen pernikahan. Setiap menghadiri acara akad nikah, ada saja hal yang menyebabkan desiran. Sepertinya dari zaman dulu sampai sekarang, agenda pokok akad nikah sama saja, lha iya lah, kan akad nikah termasuk ibadah yang tak bisa dimasuki kreatifitas di dalamnya.

Misalnya ketika petugas dari KUA menyebutkan bentuk atau jumlah maharnya, serrrr, ingat dulu mahar yang kuterima apa, hi hi hi langsung membandingkannya. Kadang nyeletuk juga ke suami, ngulang yok! Ngulang nikah? Bukan, ngulang maharnya, ha ha ha, soalnya jauh banget sih nilai nominalnya.

Atau misalnya kotbah nikahnya agak nyrempet-nyrempet, dah deh, sarrr-serrr sambil senyum-senyum sendiri, apalagi kalau tempat duduk pria wanita dipisahkan. Kalau duduknya bersebelahan, paling ada yang towel-towel nggemesin, hi hi hi.

Nah, beda dengan pagi tadi, ketika menghadiri akad nikah seorang kawan, suami dapat amanah jadi saksi, aku mendampingi mempelai wanita. Desiran ini muncul tanpa dapat dikendalikan, ketika petugas tilawahnya mulai membaca ta’awudz. Usianya sekitar sepuluh tahunan, anak dari mempelai wanita. Suaranya begitu lembut melantunkan ayat-ayat Al Qur’an dengan tartilnya, gaya murotal. Dia memang sedang belajar di pondok tahfidz Qur’an.

Aku tidak tahu pasti, mana yang dominan membuat hatiku berdesir, ayat-ayat yang dibacanyakah atau suara polosnya yang mengingatkanku pada dua putraku yang sekarang sudah remaja, sudah besar, sudah mandiri, dan kini . . . jauh dariku. Hiks... bukan pengantinnya yang menangis haru, malah aku yang tak sanggup membendung air mata.

Suara itu begitu sejuk dikalbuku, indah dan menenangkan, tapi ujung-ujungnya menggetarkan. Getar rindu. . .

Aku ingat dulu, tiga-empat tahun lalu, sering sekali anak-anakku diminta tetangga atau teman-teman untuk mengisi acaranya dengan murotal. Aku memperhatikan yang hadir, yang khusyu mendengarkan, biasanya akan terharu dan menitikkan air mata. Mungkin sama seperti yang kurasakan.

Mungkin setiap kita merasakan perasaan berbeda saat mendengarkan lantunan ayat-ayat Al Qur’an, dan siapa yang membacanya juga memberikan pengaruh, sedalam apa ayat-ayat itu mempengaruhi kalbu. 

Entahlah, apa karena suara-anak-anak yang masih bersih dan polos, atau karena anak-anak belum memiliki beban dosa, aku merasakan lebih tergugah bila mendengar anak-anak yang melantunkannya.

Benarlah bila Al Qur’an adalah mukjizat, tanpa faham artinyapun, dapat mempengaruhi jiwa seseorang.

No comments:

Post a Comment