Wednesday, May 7, 2014

INDAHNYA SPONTANITAS BERBAGI



Nafas lega terdengar dari para peserta pelatihan. Saat istirahat yang dinantikan, sampai juga. Terutama ibu-ibu muda yang membawa bayi sepertiku. Laparrrrr!

“Sholat dulu apa makan dulu, Mbak?” tanya salah satu peserta , yang duduk di sebelahku. Dia adik tingkat saat kuliah.

Sebelum menjawab, aku tebarkan pandang ke ruangan pelatihan. Nampak peserta lain sedang mengambil nasi kotak dan mencari posisi untuk makan.

“Sholat dulu, deh. Mumpung belum terlalu ramai, lagian sikecil sedang bobok,” jawabku sambil meraih tas yang kuletakkan di bawah kursi. Ku keluarkan keperluan untuk sholat di masid yang ada di kompleks tempat pelatihan.

“Bagus banget Mbak, tasnya,” rupanya dia memperhatikan aku membuka-buka tas

“Heh, maksudnya?” aku memperjelas.

“Tas Mbak bagus banget, sepertinya nggak beli di sini deh.”

Saat itu aku memang memakai tas hadiah dari adik, oleh-oleh suaminya saat kunjungan ke Aceh. Khas buatan masyarakat Aceh, hasil kerajinan yang biasa untuk cindera mata.

“Mau?” tanyaku, spontan. Dia terkejut melihat reaksiku, sampai melongo beberapa jenak.

“Mau nggak? Kok malah melongo?” tanyaku, sambil kusenggol tangannya. Dia tersadar.

“Beneran, Mbak?” tanyanya, masih belum percaya. Aku tersenyum, lalu menggangguk.

“Tapi nanti, ya, menjelang pulang,” kataku sambil beranjak mencari peserta yang sedang berhalangan sholat, minta tolong mengawasi sikecil yang sedang pulas.

Setelah acara ditutup, dia sibuk mempersiapkan bayinya. Tempat tinggalnya memang cukup jauh. Sepertinya dia lupa dengan obrolan siang tadi.

“Bawa plastik nggak? tanyaku.

“Untuk apa, Mbak?” tanyanya.

“Untuk tempat perlengkapan sikecil, Mbak nggak bawa nih,” kataku sambil mengeluarkan isi tas ke kursi. 

Dia bengong melihat apa yang kukerjakan.

“Loh, Mbak? Beneran tho?”

“Ya beneranlah, mana, ada plastiknya?”

Waah dia nampak sangat terharu.

“Alangkah bahagianya. Indah sekali ukhuwah ini. Kalau Mbak serius, kita tukar tas aja ya, tapi maaf, tas saya jelek, murahan, malah nggak ada harganya.”

Kuperhatikan tas yang dibawanya, kecil, berbahan plastik dan ada merek produk keperluan bayi.

“Nggak apa-apa, yang penting ada wadahnya.”

Saat berpisah, dia memelukku erat. Degup jantung ini menyatu, indahnya persaudaraan. Indahnya hidup mencontoh kehidupan Rasulullah.

Bukan aku tak suka dengan tas hadiah dari adik, aku sangat suka. Dan aku membutuhkannya. Tapi aku ingin merasakan apa yang dirasakan Rasulullah dan para sahabat, ketika dengan rasa bahagia membagi apa yang dimilikinya, bahkan sebagian ada yang menunda kebutuhannya, demi menyenangkan dan menolong saudaranya.

Begitu berserak kisah-kisah katauladanan generasi terbaik itu. Mungkin tidak setiap saat mood ingin berbagi itu muncul, spontanitas itu hadir, tapi ketika mood itu hadir, segera diapresiasi. Tidak perlu banyak pertimbangan, karena belum tentu dia akan hadir lagi.

sumber gambar : Google

No comments:

Post a Comment