Saturday, September 6, 2014

Tumben

"Umiii...." Harish masuk rumah dengan berlari.

"Ada apa, heboh banget?" tanya Umi yang sedang menerima tamu, calon santri rumah tahfidz dan kedua orang tuanya.

"Harish mau ngaji," katanya serius. Tumben! Biasanya di ajak ngaji banyak banget alasannya.

"Ya udah ngaji di Rumah Tahfidz, Mbak Husna dan Mbak Hafa kan, di sana."

"Nggak mau, ngajinya sama Umi," jawabnya sambil ngelendot.

"Kan Umi masih ada tamu?"

"Tamunya sama Abi aja," jawabnya tegas.

Walaaah, bocah! Hmm, oke!

"Mau hafalan apa baca?"tanya Umi, sambil berjalan ke kamar belakang.

"Pake Qur'an," jawabnya tegas.

Wow! Kereeeen.

"Tapi nurut sama Umi ya? Umi yang nentuin mana yang dibaca, trus Harish niruiin," Umi memanfaatkan situasi untuk bernegosiasi. Ini kesempatan langka, he he.

"Iya-iya," jawabnya, sambil terus mengikuti Umi yang mencari-cari buku Iqro. Biasanya Harish maunya ngaji pake Qur'an beneran, sama dengan Hafa.

Itu salah satu pengaruh adanya Rumah Tahfidz MHA 1 yang lokasinya berhadapan dengan rumah. Memang Harish belum mau belajar di sana, tapi karena sering hadir saat ada kegiatan belajar mengajar, walaupun main dengan anak ustadzahnya, tetap saja pengaruh itu begitu terasa.
Memang Rumah tahfidz tidak melayani santri yang baru mengenal huruf, karena kehadirannya diniatkan untuk melanjutkan program TPA dan guru privat yang ada di sekitar rumah, tapi kalau untuk Harish, yaa...andai dia mau, tentu ustadzahnya tidak keberatan, sekalian mengajari anaknya sendiri yang usianya lebih muda dari Harish.

Seri Rumah Tahfidz MHA >17<

No comments:

Post a Comment