Saturday, September 6, 2014

Rahasia Baca Buku Tebal

"Bu, bagaimana caranya bisa senang membaca buku yang tebal-tebal? Apa rahasianya?" tanya seorang peserta diskusi, saat aku menyempatkan ngobrol dengan panitia di meja penerima tamu. Mungkin dia segan bertanya saat di forum tadi.

"Maksudnya?" aku balik bertanya.

"Tadi Ibu cerita, sebelum menikah bacaannya buku yang tebal-tebal, sebagai salah satu persiapan sebelum berkeluarga," jelasnya.

Oo, ternyata dia mencermati sedikit intermezo di diskusi tadi. Memang aku sempat cerita, bagaimana kebiasaanku sebelum menikah. Berhubung tak punya uang, cara yang kugunakan adalah sering berkunjung ke rumah senior, terutama yang sudah berkeluarga. Di sana, mata selalu nyalang di rak buku, yang biasanya ada di ruang tamu atau ruang keluarga. Untuk yang bukunya banyak, siap aku satroni setengah bulan sekali, karena biasanya aku mengincar buku yang tebalnya sekitar 3 cm sampai 5 cm. Satu buku aku targetkan dua minggu. Kalau sudah selesai satu buku, sambil mengembalikan, aku pinjam yang lainnya.

Bagaimana mau mendidik secara Islami, kalau belum membaca buku Tarbiyatul Aulad? Bagaimana mau mengikut Rasulullah, kalau belum membaca kisah hidupnya? Dan kalau mau lengkap, ya harusnya dari buku lengkapnya, bukan hanya kutipan. Lebih baik lagi, kalau membaca dari beberapa penulis, sehingga wawasan kita tentang sesuatu bisa lebih luas.

"Pertama memang suka membaca, kedua waktunya ada. Namanya masih gadis, tanggung jawab belum ada, kerjaannya hanya kuliah, paling sedikit-sedikit ada kegiatan. Mau seharian diam di kamar, tidak ada yang menegur. Motivasi nggak punya buku, sepertinya berpengaruh juga," jelasku.

"Terus, apa rahasianya mudah memahami isinya? Jujur, saya kalau sudah lihat buku tebal, rasanya langsung mual, he he."

"Ya, mungkin karena selalu dipakai itu, ibarat pisau, semakin sering dipakai akan semakin tajam."

"Setelah berumah tangga, apa masih terus membaca?" tanyanya.

"Bahkan lebih beragam yang dibaca, seiring dengan kebutuhan ilmu untuk mengelola keluarga."

"Waktunya, apa masih selonggar semasa gadis?"

"Relatif, kegiatan semakin beragam, tapi pandai-pandai mensiasati. Mungkin sekarang orang malas baca buku tebal, karena terbiasa membaca yang instan. Tinggal klik, apa yang dibutuhkan disediakan oleh internet, tapi tetap saja beda."

Ini mungkin salah satu efek kecanggihan teknologi, semua serba mudah, serba instan, sehingga mental ini terbiasa dengan yang simpel. Kecintaan terhadap ilmu juga, sepertinya semakin lama semakin menurun. Jauh sekali dibandingkan dengan semangat orang-orang terdahulu dalam menuntut ilmu. Contoh, seorang ahli hadist, rela melakukan perjalanan bertahun-tahun ke beberapa negeri dengan mengendarai unta, demi memastikan keshahihan sebuah hadist.

Subhanallah.

Wajar saja kalau Allah meninggikan para ulama beberapa derajat.

No comments:

Post a Comment