Saturday, September 6, 2014

Orang Rumahan

"Mi, besok temenin Abi, ya?"

"Ngisi di mana?"

"Komite SDIT FI, temanya sama dengan Komite SDIT PB," jelas Abi.

"Keluarga Qur'ani? Apa kita sudah layak disebut seperti itu?"

"Bukan begitu, lebih tepatnya karena kita sedang memulai Rumah Tahfidz, harapannya, dari acara itu ada kelanjutan yang berhubungan dengan Rumah Tahfidz."

"Sebenarnya Umi merasa beban, ketika bicara yang kita belum sempurna melaksanakannya."

"Kalau menunggu sempurna baru mengajak, kapan kita bergerak?"

"Iya juga, sih."

"Jadi ikut ya? Sekalian refreshing, Umi kan banyakan di rumah. Biar Abi konfirmasi ke panitia."

Dengan berat, Umi mengangguk. Bismillah!

Hampir lima tahu belakangan, Umi lebih banyak di rumah, menjadi orang rumahan. Konsentrasi pada praktek terapi di rumah. Itu pilihan yang dirasa lebih logis, sesuai kondisi dan usia. Maka ketika mulai sering diajak Abi mendampingi di acara-acara resmi, seakan mengaduk memori lama, saat dulu masih sering malang melintang di keramaian, walaupun sambil membawa anak-anak.

***

Pesertanya tidak begitu banyak, hampir dua puluh orang. Ruangan kelas yang tidak begitu luas, duduk lesehan, membuat pertemuan pagi ini terasa lebih akrab.

"Ibu-Ibu, Bapak-Bapak, lebih suka diceramahi atau diajak ngobrol?" Umi melontarkan pertanyaan kepada peserta, sebelum membahas tema yang direncanakan.

Bapak-bapak senyum-senyum, ibu-ibu sebagian berbisik-bisik, satu dua menjawab sambil bergumam, "Ngobrol, katanya.

"Saya tidak akan ceramah, hanya ngajak ngobrol," Umi melanjutkan,"Di akhir nanti Bapak-Ibu boleh bertanya, sekarang izinkan saya dulu yang bertanya."

Sebagian peserta saling pandang, lalu tersenyum. Mungkin tidak biasa, ditanya sebelum mendapat penjelasan.

"Dulu, sebelum berkeluarga, tentunya Ibu-Bapak punya gambaran, akan membentuk keluarga seperti apa? Bisa tolong berbagi?"

Sebuah pertanyaan sebagai pembuka untuk kemudian mengarah pada diskusi, betapa pentingnya sebuah keluarga memiliki visi-misi yang jelas.

Pertemuan yang didominasi dialog tentang keluarga sekaligus sosialisasi Rumah Qur'an itu berakhir dengan berbagai solusi yang disepakati untuk mengatasi berbagai kendala yang dihadapi dalam upaya lebih mendekatkan anak-anak kepada Al Qur'an.

***

Perjalanan berlanjut ke rumah pasien, yang lokasinya tidak terlalu jauh dari lokasi pertemuan. Pasien yang juga teman lama, sekaligus silaturahim dan bertukar kabar.

Setelah dari pasien, Abi membelokkan motor  ke warung bakso, perut minta di isi. Situasi yang sangat jarang ditemui, makan berdua tanpa anak-anak. Ya, benar kata Abi, refreshing! Tak lupa, pesan untuk yang di rumah, kasihan Hafa dan Harish, ditinggal berdua.

Itu juga belum langsung pulang, mampir sebentar ke rumah pasien yang lain, ada sesuatu yang ditanyakan Abi.

***

Sampai di rumah, lumayan cape, tapi lega, karena laporan dari penghuni rumah menyenangkan semua. Sambil istirahat, mendengar obrolan Hafa dan Harish, menikmati bakso. Lucu! Seperti ada lomba bicara, dimulut masih ada isi, sambil ngomong, belum lagi suara dari hidung...ah, biarlah, sekali-sekali tidak ditegur masalah sopan santun.

Istirahat? Ya, sambil blogging dan chatting, saat mata benar-benar tidak kuat, pindah ke tempat tidur. Masih sayup-sayup terdengar suara obrolan Harish yang menemani Hafa mengerjakan PR. Lumayan, lelap beberapa menit. Sesudah Ashar ada acara lagi, semoga sore ini tidak ada pasien.

Cape? Lelah? Aha ha, namanya juga masih di dunia, memang tempatnya cape. Tapi kita bebas memilih, cape untuk apa?

Seri Rumah Tahfidz >16<

No comments:

Post a Comment