Tuesday, September 23, 2014

Kasur-Dapur-Sumur

"Umi, konsep perempuan ruang geraknya di sekitar kasur-dapur-sumur, masih relefan nggak sih untuk zaman sekarang?" tanya Richie, serius.

Kuliah persiapan berumah tangga dimulai...jreng...jreng.

"Masih!" jawab Umi, tidak kalah serius.

"Apa nggak dianggap merendahkan perempuan? Sekarang kan zaman emansipasi? Untuk sebutan aja sering jadi masalah?"

"Maksudnya?"

"Kan ada yang nggak mau disebut wanita?"

"Ya kalo pria masa mau disebut wanita?"

"Serius, Umi?" Ha ha ha Richie sewot. Umi senyum-senyum dikulum.

"Ada yang nggak mau disebut wanita karena riwayat asal kata tersebut dari wani ditata, yang artinya, mau diatur, padahal kan wanita atau perempuan atau putri, menunjuk pada jenis kelamin yang sama?"

"Lah, kalau mau membahas masalah istilah, nggak akan selesai-selesai. Dah, biar manusia bebas memilih istilah yang paling tepat untuk dirinya."

"Terus, gimana bisa masih relevan kasur-dapur-sumur, sedangkan kebanyakan perempuan sekarang banyak berkiprah di luar tiga lokasi itu? Banyak yang berkarir di luar rumah?"

"Ya tinggal caranya lah, zaman sudah modern, peralatan sudah canggih, tinggal pinter-pinter kita ngaturnya."

"Belum ngerti Richie, Mi."

"Begini lho, cah ngganteng. Berapa lama sih seorang suami membutuhkan istrinya di tempat tidur?"

"Nggak tau, Mi, belum nyoba," jawab Richi, senyum malu-malu.

"Woo, ngeres!" Umi sewot.

"Iya, Mi, maaaaaaf, terusin ya, Umi cantiiiiik," Richie mulai menggombal.

"Untuk masak, kan nggak harus menghabiskan waktu berjam-jam seperti dulu Mbah masak pakai kayu bakar. Sekarang ada rice cooker, tinggal cuci beras nggak sampai lima menit, dicolokin, matang sendiri. Sambil nunggu nasi, bisa masak sayur dan lauk dengan kompor gas, dua api nyala semua. Semua bumbu sudah dihaluskan dengan blender seminggu sekali, simpan di kulkas. Sambil masak bisa nyuci baju dengan mesin. Jadi waktu yang dibutuhkan tidak terlalu banyak, bisa digunakan untuk urusan lain. Alangkah banyak urusan perempuan selain urusan kasur-dapur-sumur."

"Tapi, Mi, dengar-dengar teman kuliah Richie yang perempuan, banyak lho yang nggak bisa masak. Dari kecil mereka sibuk belajar, bimbel, les, ekskul dll, jadi nggak sempat belajar masak. Semua urusan rumah tangga beres sama pembantu. Yang penting, mereka berprestasi di bidang akademis."

"Wah, Umi sih nggak tau yang begitu, kan kebijakan setiap keluarga beda-beda. Yang menjadi prioritas pencapaian juga nggak sama. Kalau kata Umi, sehebat apapun perempuan itu di luar rumah, tapi untuk urusan tiga hal itu harus dipahami dan bisa, walaupun sekedarnya. Untuk antisipasi."

"Antisipasi apa, Mi?"

"Tak ada jaminan kehidupan seseorang itu lancar terus, ada uang terus untuk mendelegasikan tugas dapur-sumur. Misalnya pun uang selalu ada, dalam kondisi tertentu juga ada masanya susah cari pembantu atau rumah makan atau laundry."

"Kalau tugas di kasur, nggak boleh didelegasikan kan, Mi?"tanya Richie.

"Richiiiiiiiie!"

"Kenapa teriak, Mi? Aha ha, Umi ngeres niiiiih, maksud Richie, membereskan tempat tidur, mengganti spray, dll," jelas Richie, puas, bisa menjebak Umi.

"Oo, dasar!" Umi sewot, menutupi rasa malunya.

No comments:

Post a Comment