Monday, September 8, 2014

Titip Anak

"Umi, jangan sembarangan ya, kalau menitipkan Harish," kata Richie, sambil meletakkan hapenya di meja.

"Maksudnya?"

"Kalau Umi pergi, nggak ngajak Harish, hati-hati memilih orang untuk dititipi."

"Ya iyalah, Umi juga mikir berulang kali, kalau mau nitip Harish ke Richie," jawab Umi.

"Kok gitu? Masa Umi nggak percaya sama Richie?" cowok keren itu protes.

"Bukan nggak percaya, tapi... ya ragu aja. Misalnya, Harish mau BAB, Richie mau nggak ... terusin sendiri ah."

"Ya suruh tahan dulu lah, nunggu Umi pulang," jawab Richie sambil bersungut.

"Nah, itu...yang buat Umi berhitung, masa iya Umi mau menyiksa Harish dengan menahan BAB?"

"Bukan itu maksud Richie. Belakangan santer berita tentang penyiksaan anak yang dititipkan di daycare atau baby sitter di rumah bahkan pelecehan di PAUD, kan kasihan anak-anak itu. Mereka belum bisa melindungi dirinya sendiri."

"Iya sih. Terlepas dari kevalidan berita yang beredar, setidaknya ini peringatan bagi orang tua yang diamanahi anak, untuk lebih berhati-hati menjaganya. Nggak semua orang tua beruntung lho, diamanahi anak oleh Allah. Anak yang sholeh, taat pada Allah, akan membahagiakan orang tuanya di dunia dan akhirat."

"Itu alasan Umi nggak kerja?" tanya Richie.

"Umi nggak kerja?" Umi mendelik, aha ha, tersinggung rupanya dianggap pengangguran.

"Idih, sensi banget sih, Mi? Maksud Richie, Umi memilih kerja yang banyak di rumah. Nggak harus pergi ke luar rumah setiap hari. Richie tahu kok, walaupun di rumah Umi berpenghasilan."

"Ya, itu salah satu alasannya."

"Salah banyaknya?"

"Alhamdulillah, Umi termasuk yang bisa memilih, karena ada lho, ibu yang mau tidak mau terpaksa bekerja di luar rumah. Kondisi memaksa mereka meninggalkan anak-anaknya seharian di bawah pengasuhan orang lain, walaupun..." umi menggantung ucapannya.

"Walaupun apa, Mi?"

"Nggak deh, nanti dianggap kurang bersyukur," jawab Umi, ragu.

"Kok gitu sih, Mi? Kan biar Richie belajar dari rumah tangga Umi?"

"Ya, untuk peluang pengembangan karier tak sepesat kalau anak ada yang menghendel. Namanya kerja di rumah, ya tentu saja hal yang berkaitan dengan anak dan rumah tangga kelihatan, nggak mungkinlah didiamkan kalau ada yang harus diselesaikan. Nah, itu otomatis mengurangi waktu untuk pekerjaan."

"Lha Umi,nyesel nggak dengan pilihan ini?"

"Nggaklah! Umi kan nggak wajib berpenghasilan. Umi nggak cari duit juga, Abi nggak bisa protes. Nah, kalau ada apa-apa dengan anak karena kelalaian Umi, ya wajar kalau disalahkan, karena menjaga dan mendidik anak, itu kewajiban utama Umi."

"Jadi Abi nggak bertanggung jawab terhadap pendidikan anak?"

"Yeee, ya justru Abi yang pertama dimintai pertanggung jawabannya. Suami itu kan imam dalam keluarga, kalau ada yang nggak beres, ya suami yang pertama ditanya."

"Berat ya, Mi, jadi suami?"

"Terus, mau jadi istri?"

"Iih, Umi, suka gitu deh."

"Sama-sama berat. Jadi istri juga nggak ringan, bayangkan...hamil sembilan bulan, ke mana-mana tambahan beban dibawa. Melahirkan bertaruh nyawa, menyusui, mengurus bayi dan seterusnya, apalagi kalau ditambah dengan mencari nafkah?"

"Semoga Allah izinkan, rizki untuk keluarga nanti lewat tangan Richie, biar istri bisa full ngurus rumah tangga dan anak-anak."

"Amin, tapi...siapakah wanita yang akan beruntung itu?" tanya Umi, senyum-senyum.

"Umi!...mulai deh!"


No comments:

Post a Comment