Thursday, November 21, 2013

SATU ORANG SATU

" Koq senyum senyum sendiri My?"
Aku agak terkejut mendengar suara anakku yang menghampiri dari belakang, saat aku sedang menggoreng tempe. Reflek aku berbalik, ahaa! gadis kecilku yang kelas lima SD sudah rapi dengan seragam sekolahnya.
"Ada . . . ajah!" jawabku, sambil membalik tempe yang sedang ku goreng.
" Aaah, Umii...."
 Anakku mendekati meja makan yang tak jauh dari tempatku berdiri.
" Hmmmm, tumis kangkung, kesukaan  Na," gumamnya.
" Temennya apa My?"
" Nih, tempe goreng. Oh ya, tolong ambilkan ikan goreng di kulkas, sekalian Umy panaskan!"
Sambil memberikan yang kuminta, dia melongok ke wajan yang sedang untuk menggoreng.
"Kenapa siih My, senyum senyum sendiri tadi?"
"Penasaran?"
"Makanya cerita donk, nanti bisa kebawa sampai sekolah lho."
"Umy ingat waktu seumuran Husna, kalau mau makan lauknya dijatah, satu orang satu iris."
"Haaaah!? Satu orang satu iris? Dikit banget? Walaupun lauknya tempe?"
" Ya! Bahkan tempe adalah lauk yang paling sering disajikan."
"Ada lauk lainnya My?"
"Kalau sudah tempe, ya tempe saja, plus sayur."
"Cukup My?"
"Ya dicukup cukupkan untuk menghabiskan sepiring nasi."
Tak ada suara, kutengok anakku. Berdiri di pinggir meja makan sambil memegang piring kosong.
" Koq melamun?"
"Padahal sekarang, mana pernah Umy menyediakan lauk hanya tempe saja? selalu ada alternatif lain, entah itu ikan atau tahu."
"Ya, biasanya kalau Umy hanya sediakan sayur dan tempe, akan ada wajah yang tak sedap dipandang, Umy nggak nyaman dengan itu, seperti ada rasa bersalah, gitu."
"Maafin Na ya My?"
"Ya nggak apa apa, selagi ada. Umy kan nggak mau anak anak nggak makan karena nggak selera dengan yang Umy hidangkan, asal mau berpayah payah. Kalau  hanya ada tempe, terus nggak selera makan, ya gorenglah telur sendiri."
"Terima kasih, Umy memang the best."

Sambil menikmati sarapannya, rupanya anakku masih memikirkan pembicaraan tadi.
"Waktu kecil Umy minum susu?"
"Waktu bayi, ya minum ASI, tapi setelah lewat dua tahun, minumnya nggak rutin. Sekali kali saja pas  ada rizki lebih."
"Katanya susu bikin cerdas, Umy nggak minum susu koq cerdas?"
"Susu terbaik adalah ASI, Umy sudah mendapatkan itu."
"Minum susu nggak harus sampai dewasa ya My?"
"Kalau ada rizkinya ya bagus, tapi kalau nggak ada, ASI dua tahun itu juga sudah mencukupi, kan ada makanan dan minuman yang setiap hari kita konsumsi?"

Bukan hal mudah bagi seorang ibu menyelenggarakan makan untuk anak anaknya, apalagi dengan kondisi ekonomi yang terbatas. Bagaimana seorang ibu harus bisa menyediakan hidangan makan yang memenuhi halal n thoyib, halal sumber dan dzatnya, memenuhi syarat kesehatan sekaligus memenuhi selera mereka.
Perkembangan zaman telah membuat selera mereka terhadap rasa, berbeda dengan selera orang tua.

Beragam makanan siap saji telah membuat mereka berubah selera, untuk bisa mempertahankan selera alami mereka butuh kerja keras.

Aku terbiasa masak tanpa penyedap rasa, pemanis buatan atau pewarna makanan sintetis, tetapi mereka mengenal rasa jenis itu dari luar, entah itu dari jajanan atau dari pemberian orang lain. Menurutku kurang bijak bila terlalu ketat,akhirnya aku ambil jalan tengah, dominasi konsumsi mereka dari olahan sendiri, kesempatan jajan di kurangi dengan mencukupi kebutuhan cemilannya, tapi yaaaa, begitu deh. Tetap saja

Kadang aku miris dengan kondisi anak anak sekarang, bagaimana kurang bersyukurnya dengan segala kemewahan yang ada. Itu mungkin karena mereka tidak sempat melihat pembandingnya, sehingga dikiranya semua orang kondisinya seperti itu, dan mereka hanya memperturutkan seleranya saja tanpa memikirkan bagaimana sulitnya untuk mendapatkan itu.

Pernah suatu hari, aku memperhatikan ibuku berkaca kaca, ketika menyaksikan aku membuang makanan anak anak yang tersisa. Kemudian beliau bercerita, bagaimana sulitnya hidup di zamannya, dan itu sangat menyentuhku.Cara itu aku terapkan dalam mendidik anak anak, walaupun ya. . .kadang hasilnya tak sesuai harapan," Itukan dulu My. . .mana ada orang jualan sosis eceran di di warung?" he he

Memenuhi kebutuhan gizi anak merupakan hal yang tak dapat ditunda, karena itu menyangkut tumbuh kembang dan masa depan mereka. Untuk kebutuhan lain masih bisa di tawar, tetapi untuk yang satiu ini, tidak bisa. Itu sebabnya, dengan kondisi ekonomi yang seperti apapun, maka kebutuhan gizi adalah nomer satu.

2 comments:

  1. Sama dong mak...dl wkt aku kecil jg gt...satu org satu..kt 6 bersodara, pasti berebut yg pling bsr pdhl ya bsrx sama, tp kakak slalu mengoda "punyaku pling bsr" pdhl ya sm sj.,,telur rebuspun 1butir dibagi 6 bs dibayangkan tipisnya...ato klo didadar tepung trigux dibanyaki jd agk bsr...hehe...aku sring menceritakan pd anakku...ya agr dia lbh menghargai dan bersyukur dg apa yg skrg dinikmatinya...

    ReplyDelete
    Replies
    1. he he he zaman sudah berubah, apakah itu berarti sekarang lebih sejahtera?

      Delete