Tuesday, November 12, 2013

KEBOHONGAN CINTA



Semalam aku tersedu sedu. . .benar, tersedu sedu, sampai terbawa tidur bahkan sampai pagi ini.
Sebuah kenyataan yang sangat menyakitkan, buah dari kejujuran, kepolosan, keluguan dari suamiku?

Mau tahu?

Ternyata aku masih seorang wanita biasa, yang mudah terluka karena sebuah kenyataan yang tak sesuai harapan. Aku pikir, he he he, aku sudah banyak berbeda dengan wanita pada umumnya, bukan sombong, tapi aku merasa sudah berusaha keras untuk menjadi wanita yang tidak biasa.

Kemarin, aku pergi silaturahim ke tempat ibu hanya bersama sibungsu, sehari semalam kami di sana. Selain menuntaskan rindu dan mendengar suara hati ibu, aku juga sempat berbincang dengan adikku yang tinggal bersama ibu, biasalah,masalah rumah tangga dan keluarga.

Sehari semalam kutuntaskan rindu pada ibu dan adikku, karena ada rindu lain yang membawaku segera pulang. Gegap gempita kakak sibungsu menyambut kami, celoteh riang bergantian dari mulut mereka, tak sabar menunggu giliran tuk bicara. Itulah anak anak, mereka begitu ekspresif dan spontan.

Bagaimana denganku dan suami sebagai orang dewasa? tiba tiba saja terbetik dalam benakku, rindukah dia padaku? he he he iseng juga nih, soalnya aku jarang berpisah, apalagi aku yang pergi. Biasanya suami yang pergi beberapa hari ketika ada keperluan ke luar daerah, itu juga tidak terlalu lama, hanya beberapa hari.

Masih terbawa obrolanku dengan adik, malam itu aku ngobrol santai dengan suami berkisar masalah cinta. Tentang perjalanan hidup rumah tangga kami yang sudah berjalan lebih 20 tahun.
Apakah ini pertama kalinya kami ngobrol tentang masalah ini? Tidak juga, tapi entahlah, akhir obrolan malam ini begitu tragis!

Sebuah kejujuran tentang hati!
Suamiku nggak pernah bohong, hanya kadang kadang menyampaikan informasi tertentu saja yang ditunda, he he bedakan?
Terobsesi dengan cerita orang lain tentang kisah cinta dan rumah tangganya, koq aku pengen dengar dari suami tentang kisah cinta di hatinya.

Selama ini aku sering tanya tentang masa lalunya, tak ada yang disembunyikan, semua tentang gemerisik hatinya tentang perempuan perempuan yang sempat mampir dihatinya, diceritakannya. Dari mulai khayalan tentang perempuan seperti apa disukai di masa kanak kanaknya ketika nongkrong di wc, dengan teman teman perempuan di masa SMP dan SMA yang pernah ditaksirnya. Masa kuliah dengan beberapa nama yang sempat jadi pertimbangannya, tetapi dari semua itu belum ada yang sampai pada jadian atau komitmen tentang kesetiaan, pacaran atau rencana pernikahan. Yang paling maksimal sampai pada ta'aruf, perkenalan dengan keluarga pihak perempuan, yang sebelumnya juga tisak ada komitmen apa apa. Itu pengakuannya.

Kami sedang belajar jadi orang tua. Anak kami sudah ada yang remaja, hampir dewasa. Masalah perjodohan anak sudah mulai kami fikirkan, untuk itulah aku mulai mengorek ngorek hati suami, berusaha memahami posisi laki laki, karena anak kami juga ada yang laki laki.

Awal kutanyakan," Ketika seorang laki laki, seorang suami rindu pada istri, yang mendominasi itu rindu fisik atau rindu hati, rindu rasa, rindu suasana?"
Aku tidak tahu, apakah pertanyaanku sudah benar, apakah penerimaan suamiku sudah sama dengan apa yang kumaksud dengan pertanyaan itu.

Suamiku menjawab," Tidak tahu apakah ini berlaku untuk semua laki laki, tapi dari obrol obrolan dengan teman teman ketika sedang bertugas di lapangan, berpisah dengan istri beberapa hari, jawabannya ya rindu fisik."

Deg! aku sempat tersinggung, begitukah? Jadi selama ini yang dirindukannya adalah fisikku semata? Eh diakan bilangnya nggak pake semata? ah... mulai lebay!
Koq tersinggung ya? memang maunya dirindukan apanya? Kalau rindu ingin bertemu, jelas fisiknya. Kalau nggak rindu fisik, ya nggak perlu bertemu.
Trus yang kurindukan darinya apa? fisiknya bukan ya? apa karena malu mengakui jadi tersinggung? sebenarnya aku rindu fisik juga kan? ah... nggak bisa jawab! Apa rindu duitnya? uuuuh dasar, matre!

Aku juga nggak seratus persen percaya koq dengan jawabannya, melihat caranya yang tidak menatapku ketika mengatakannya, dan lagi kitakan nggak boleh percaya seratus persen kepada selain Allah.

Ketersinggun hati kutahan, karena aku juga nggak tahu, mauku dijawab apa? jawaban yang menyenangkan hatiku apa? mengapa tersinggung? Entahlah! Tersinggung ya tersinggung.

Aku dan suami menikah tanpa pacaran lebih dahulu, bahkan seingatku, bicara langsungpun belum pernah walaupun kami teman satu kampus, sama sama aktif di masjid kampus. Tapi belum pernah ada kegiatan bersama yang memberi alasan kami untuk bicara.

Kami menikah karena perjodohan kami difasilitasi sistem dakwah yang kami terlibat di dalamnya. Tak ada keterpaksaan, kami menjalaninya dengan ridho.

Kemudian  aku ajukan pertanyaan kedua," Apakah ketika memutuskan untuk meminangku karena ada rasa seeer di hati, yang dianggap orang sebagai rasa cinta?"

Jawabnya,"Tidak ada. Semata mata mengikuti prosedur."

Jebol! Pertahanku ambrol, tak dapat di hambat lagi. Menangis! Benar benar menangis. Tersedu! Andai tak takut mengganggu, mungkin aku akan menangis seperti ketika sibungsu terluka karena jatuh, hooooa, hoooa!
Kupuaskan dongkol hatiku, sakit! Menangis sepuasnya, tak perduli esok hari mataku kan bengkak dan tak bisa belanja pagi, maluuuu.

Setelah puas, ku pergi ke kamar mandi, bebersih diri. sebelum tidur kusempatkan sholat witir, menangis lagi. Seberapa banyak simpanan air mataku? koq masih juga keluar. Kuberusaha untuk pasrah, tawakal. Ku pergi tidur dengan tenang, tak ada pengobat rindu. Salah sendiri jawabannya tak menyenangkan hatiku!

Benar, bangun tidur mataku bengkak, heeh, nggak belanja dong. Dah, masak yang ada di kulkas aja.
Beres masak aksi diam kulanjutkan, sakit hatiku belum hilang. Ku buka internet, mulai berselancar. Ku awali dengan membaca status di fb. Tak biasanya, kali ini aku agak teliti membaca status para fber, sampai mataku terpaku pada salah satu status itu, nih dia statusnya. klik saja.
http://www.merdeka.com/sehat/ternyata-pria-tak-hanya-bohong-soal-orgasme-saat-bercinta.html
Benarkah? Aku tak mudah terprovokasi, tapi karena sedang cocok dengan kondisiku, koq ada pengaruhnya juga ya? Mulailah logikaku berjalan lebih sehat.

1. mengapa selama ini aku tidak pernah mempertanyakannya?
2. bukankah desir hati itu hanya orang bersangkutan yang merasakannya?
3. dari sikapnya, adakah yang menunjukkan bahwa dia membenciku? tak suka atau tak cinta ?
4. ungkapan verbalkan hanya pengakuan, cinta atau tidak itu ada di hati. Tak ada jaminan ungkapan sebagai cerminan hati seluruhnya, bisa jadi dia malu mengakuinya, atau dia tidak bisa membedakannya, rasa apakah dihatinya, cintakah, sayangkah, senangkah?

Mengapa aku tidak senang dengan kejujurannya? Ah, ternyata aku masih seperti wanita biasa, yang suka dibohongi dengan sesuatu yang menyenangkan hati. Terkadang, jujur memang pahit!!

Akhirnya kuakui dengan jujur. klik  http://nenysuswati.blogspot.com/2013/11/cemburu.html





No comments:

Post a Comment