Monday, November 25, 2013

MUJAHID JANGKRIK 5


Malam ini aku sulit tidur, badanku kurang sehat, juga harus selalu siaga menjaga dan melayani anakku  yang terkecil sedang sakit. Jika ada sedikit kesempatan, aku gunakan untuk terlelap, walau ketika tejaga lagi, ternyata lelapku baru lima menit, lumayanlah. 

Setelah jam 23, mataku berulang kali melihat monitor hp yang sengaja aku silent, menunggu sms atau call dari Habib, sebenarnya bukan menunggu, tapi ingin membuktikan Habib menghargai permintaanku tidak? Alhamdulillah sampai jam empat pagi tidak ada yang masuk, semoga bukan karena ada gangguan jaringan atau habis pulsa, tapi karena dia menghargai permintaanku.

Setelah tahajud, hatiku semakin mantap, harus kutuntaskan masalah ini secepatnya. Ada beberapa hal yang ingin kulakukan agar Habib tidak tersiksa dengan cintanya, membatalkan niat perangnya, seandainyapun tidak bisa, setidaknya niatnya sudah benar, bukan karena putus asa atau lari dari hidup,kalau bisa sampai membantu menemukan jodohnya

Mungkin aku bisa mencoba untuk berdamai dengan cinta Habib, maksudnya tidak membunuh paksa cinta itu, membantu mengarahkan bahwa tumbuhnya cinta di hati tak perlu di lawan, tapi cukupkan dia sebagai catatan sejarah atau kenangan hidup.

Akan kucoba untuk mengarahkan dan memotivasinya untuk berusaha ridho dengan kehendak Allah, walaupun tidak sesuai dengan yang diinginkannya.

Mungkin tidak terlalu salah kalau aku menerima cinta Habib dan membalasnya dengan cinta sebagai ibu, ibarat Habib memberi bakwan dengan mangkuk, maka bakwan diambil, mangkuk dikembalikan dengan isi bubur kacang hijau.

Memberi kesempatan berkomunikasi bukan untuk menyuburkan cinta, tapi untuk melembutkan, melunakkan, menaklukkan, dan mengendalikannya dengan bingkai cinta ibu yang tak bertepi, tulus dan selalu menginginkan kebaikan anaknya.

Memang ini bukan hal mudah, menyangkut hati manusia yang merasa nyaman dengan seseorang yang tidak mudah di pindahkan pada orang lain. 
Seharusnya urusan obyek da’wah laki laki di tangani oleh dai laki laki, tapi aku ragu untuk melakukan itu, justru aku khawatir, ketika itu ku lakukan atau ku usulkan pada Habib, dia surut dan tidak mau terbuka lagi.

Aku tahu, apa yang kulakukan ini kontroversi dengan metode da’wah yang selama ini aku pelajari, ini langkah yang penuh resiko, tapi bagaimanapun aku merasakan ini sebagai amanah untukku. 
Baiklah, aku ambil langkah penuh resiko ini dengan Bismillah, semoga tidak ada fitnah yang menyertai da’wah ini.

***

Setelah mengisi pulsa, Habib langsung membalas smsku.

Belum sempat. O ya, kirim alamat rumah yang lengkap ya? InsyaAllah nanti dua bulan lagi aku tempat Umi. Kangen banget aku kalau sehari saja tidak membaca sms darimu.
Ya nggaklah, kalau minta uang dengan orang tua. Aku juga ada hadiah untuk Umi, InsyaAllah besok sore kalau aku nggak telat pulang kerja.”

Hi hi hi lucu… lucu… gimana gitu? Mesra… tapi kekanak kanakan, itu harapanku, semoga dia salah menafsirkan perasaannya dan masih dapat diarahkan. Tambah mantap aku dengan rencanaku, syukurlah dia bekerja.

Aku fikir, toh tak akan ada pertengkaran kalau yang satu diam, tak ada tepuk tangan kalau hanya satu tangan yang maju, tak ada percintaan kalau tidak berbalas, semoga Allah memudahkan upayaku.

***

Esok paginya, aku sms dia, sekali sekali sms duluan.

Bib, bisa tidur semalam?

Lumayan

Masih pengen ketemu?

Masih pengen ketemu, nggak bakal tenang sebelum ketemu Umi, oya mana alamatnya?

Kapan mau kesini?

Ya Umi?

Heran? Kapan mau kesini?

InsyaAllah secepatnya, kapan Umi ada waktu?

Setiap saat, konfirmasi dulu ya.

Umi, alamatnya mana? Kalau keberatan aku ke rumah, di mana saja boleh, yang penting bisa ketemu Umi.Alamatnya mana? Konfirmasi ke siapa?

Sabar ngapa? Iiih nggak sabaran banget! Konfirmasi ke Umi lah, bisanya kapan ke sini, nanti janji lain di kensel dulu. Brosurnya masih ada?

Ya masih ada koq, tinggalnya disitu juga ya?

Aku diamkan saja, aku smsan kan sambil melakukan pekerjaan lain, jadi kadang agak lama jawabnya.

Umi, sibuk apa ngambek nih?  aku senyum senyum sendiri, lumayan untuk teman kalau lagi kerja sendiri seperti ini.

Habib sakitnya apa saja, nanti Umi sekalian siapkan obatnya?

Sakit karena cinta Umi, he he he, nggak koq. Belum pernah berobat, hanya minum obat warung saja.Umi, sedang apa?

Bernafas.

Ya iyalah Umi… kalau nggak nafas namanya mayit

Habib kerja apa? Di mana?         

Nggak kerja apa apa, lha hanya tamat SMA. . . tani, apa Umi mau bantu nyangkul, gitu ?

Kebun sendiri apa punya orangtua? Ada berapa Ha, tanam sayur ya?

Kebun sendirii, ya masih menanam sayuran. Sudah pernah kerja, di Jakarta, jadi pengawas proyek sudah, kerja swasta sudah, jadi kuli juga sudah pernah .

Ya nggak apa apa tani, kebun sendiri kan sudah bagus. Tinggal nanti difikirkan bagaimana supaya nggak nyangkul lagi, pake traktor. Trus dikembangkan jadi agrobisnis yang lebih berkembang.

Traktor sudah banyak, tapi tetap masih pakai cangkul, sesudah ditraktor, harus di gulut juga, nggak bisa lah pake traktor. 
Nggak taulah Mi, hal hal dunia seperti itu nggak seberapa aku fikirkan lagi.

Mau ke akheratkan lewat dunia? Anak Umi yang pertama hafizh Quran, belajar bisnis, mau jadi pengusaha sukses. Menurutnya kalau dunia di pegang orang beriman, maka akan menjadi rahmatan lil alamin.

Islam tidak pernah melarang jadi pengusaha atau yang lain, tapi harus diingat, mengaku Islam bukan dari hal dunia, ekonomi dan sebagainya, tapi di mulai dari aqidah, fikroh/ ideologi. Yang koruptor itu juga gelarnya Lc semua, pernah mondok juga koq aku Mi

Hmmm,  ustadz Habib muncul, he he

Jangan sinis begitu terhadap sesama muslim, dahulukan hisnudzon, kita sedang di kepung fitnah. Habib sudah berapa juz hafalannya, kan mau di bawa syahid?

Apa ada hadistnya kalau syahidin harus hafizh quran. Hmm mulai deh, main dalil.

Mungkin ilmu Umi belum sampai, tapi setahu Umi ada hadist yang berkisah, ketika akan menguburkan para syuhada perang, Rasulullah menanyakan, siapa diantara para syuhada yang paling banyak hafalannya, dia yang didahulukan sebagai penghormatan dan pemuliaan.

Kalau sudah hafizh Quran seharusnya lebih dulu mengamalkan isinya, terutama perintah jihad, namun tidak berarti yang tidak hafizh terlepas dari kewajiban perintah jihad. Kalau masalah balasan dan kemuliaan, pastilah Allah membalas sesuai dengan yang Dia kehendaki.

Ya ustadz, sedikit agak faham. Terima kasih tausiahnya. Tapi jadi malez ketemu, nanti Abi di ajak jihad, padahal perjuangan kami mengantarkan anak anak untuk menjadi hafizh Quran belum selesai, masih empat orang lagi.

He he he. .. Umi sudah makan belum?

Belum, lagi malezzz.

Sama, aku juga malez makan. Lagi kangen mau ngapa ngapa jadi males.

Lah, orang melo begitu mau jihad? Yang di omongin kangen melulu? Sudah sadar belum cintanya salah alamat?

Nggak ada cinta yang salah alamat Umi!. Memang kenapa kalau aku suka sama Umi? Memang salah?

Nggak, hak masing masing orang untuk suka dengan siapa atau dengan alasan apa, monggo.

Umi!

Pa!

Kangen!

Mulai!

Memang kangen Umi. Iya siih, yang sudah punya idaman hati?

Masa bodo!

Bib.

Ya Umi, kenapa?

Pacaran boleh nggak?

Lho, koq nggak di bales?

Tidur apa mikir?. . . sepi….

***

No comments:

Post a Comment