Monday, November 25, 2013

MUJAHID JANGKRIK 4


Keesokannya harinya, sekitar jam sepuluh Habib sms lagi.

Umi, badanku mriyang, panas dingin. Sudah minum penurun panas tapi belum sembuh juga, obatnya apa ya? Banyak sekali penyakit di badanku ini.

Sebabnya apa?

Kupikir setelah dia membaca tulisanku di blog pagi ini, tapi aku belum menanyakannya.

Entahlah.Kalau untuk usus buntu dan batu ginjal, obatnya apa Umi?

Usus buntu kalau sudah parah sebaiknya dioperasi saja. Kalau batu ginjal bisa di beri herbal tempuyung, keji beling, kumis kucing atau beli ramuan yang sudah jadi
.
Nggak maulah kalau di operasi, ngeri.

Seperti itu mau perang?

Ya bedalah.

Beda? Kalau perang dipotong piotong tanpa di bius, sudah pernah nyoba?

Iiih, Umi, nanti kalau tiba saatnya pasti di beri kekuatan.

Kalau tipus obatnya apa Umi?

Nanti dulu, mau ngisi pengajian.

***

Baru selesai sholat dhuhur, Habib sudah sms lagi, iiih.

Pengajian siapa Umi, koq sebelum dhuhur, biasanya siang hari?

Ibu ibu rumah tangga yang nggak kerja di luar rumah, sudah beresan sambil nunggu suami dan anak anak pulang. 
Oh ya, obat tipus bisa di kasih sambiloto, kunyit dan lain lain, jangan lupa minum madu dirutinkan setiap hari. Apalagi penyakitnya? Seperti itu mau perang? Bukan perang malah merepotkan pasukan.

Ya nggak begitu lah Umi, itukan hanya penyakit fisik.. Sudah makan Umi?

Belooooom, baru sampe, terus sholaaaaat!.

H e he he, Umi, jangan sewot donk, dah makan dulu.

***

Sore setelah Ashar, hp berbunyi, ada yang masuk. Karena terburu buru, di depan sudah ada pasien menunggu, hp ku buka sambil berjalan

“ Assalamu’alaikum.”tidak ada jawaban

“ Halo?” tetap tidak ada yang bersuara, terdengar desir angin pegunungan, hahhh! Jangan jangan? Langsung kututup, ku cek no yang masuk, no tak di kenal!

Ku abaikan dulu, aku menangani pasien, sambil berfikir, siapa ya tadi? Tapi suara angin itu sama seperti ketika Habib menelponku waktu itu? Apa dia mencoba menelponku dengan no lain? Awas ya! Beraninya dia mencuri suaraku?

Sore menjelang magrib, hp berbunyi lagi. Mengingat kejadian tadi, no yang masuk kuteliti, benar no Habib, langsung ku matikan dan kirim sms.

"Nakal!”
***

Tengah malam aku terbangun mendengar nada sms masuk, kulihat jam dinding, jam oo.45, siapa ini?

Umi!  ck ck ck

Seperti satpam saja, jam segini masih melek? Ngantuk tauuuu! Tidur!

Hp kumatikan, tidur lagi.

***

Pagi harinya setelah beres urusan anak anak yang akan berangkat sekolah, hp baru ku aktifkan lagi. Ternyata sudah banyak sms yang sudah menunggu, semua dari Habib. Rupanya dia kirim tengah malam tadi.

Setiap detik yang kulalui, yang ada dalam fikiranku hanyalah dirimu, ingin rasanya kumati segera,agar tak tersiksa oleh perasaan ini.
Aku nggak bisa tidur Umi. Sepanjang malam susah pejamkan mata. Yang ada hanya keinginan untuk berjumpa denganmu.
Umi, . . jadilah istriku… menikahlah denganku..?
Kalau Umi tidak bersedia menjadi istriku, tolong temui aku sebentar sebelum kepergianku.

Masyaallah, manusia satu ini. Baru saja selesai kubaca simpanan pesan yang di kirim tengah malam tadi, sms masuk lagi.

Umi!

Tubuh renta ini terasa agak mriyang, mungkin karena tidur terganggu. Plizzzz, jangan hadir setelah jam 23 malam sampai jam 4 pagi

Lho? Koq aku memberi kesempatan? Hmmm, andainyapun aku larang, yakin dia tetap akan menghubungiku, lumayan kalau jam 4 aku belum bangun, di bangunkan, agar tidak bolong lailnya. 
Aku kadang berfikir ganti no hp, tapi apakah akan menyelesaikan masalah? Justru nambah masalah, relasiku yang ratusan akan kebingungan jika no hp kuganti. Yah, bagaimanapun ini harus diselesaikan dengan damai dan bijak.

Akankah usahaku sia sia untuk mengalihkan cintamu pada bidadari lain? Kemarin sore apa kau telfon dengan no lain?

Mungkin orang yang juga suka sama Umi.Mengapa kalau orang lain yang nelfon, kau angkat? Sedangkan aku, tidak?

Begitu memelas, aku trenyuh. Benar dugaaanku, dia mencoba, ngetes, apakah no lain kuangkat, dan dia benar.

Oke, kalau kuangkat, apakah kau mau menarik permintaanmu bertemu denganku?

Tidak, aku tetap ingin bertemu denganmu sebelum kupergi, ku mohon luangkan waktumu untukku walau sesaat.

Hhhhh! Mau ngapain siiih? Kau sudah liat aku di profil FB, maksa banget sih? Sebell!

Plizzz Umi, tolong izinkan aku menemuimu, walau sebentar.

Aku jengah dengan semua ini, bagaimana bisa aku menghentikannya?

Sedang kupertimbangkan untuk menceritakan semua ini pada Abi dan minta ridhonya untuk memenuhi permintaan terakhir seorang mujahid, walaupun aku meragukan kesyahidanmu.

Aku memang belum menceritakan ini pada suamiku, bukannya mau main rahasia, tapi kufikir masalah ini masih terkendali, akan kucoba selesaikan sendiri dulu, semoga bisa. Nanti kalau semua sudah beres, baru aku laporkan. Tapi seandainya tidak selesai selesai juga, mungkin aku perlu bantuannya, akan segera ku ceritakan.

Pasti Umi . . .jadi ku mohon dengan sangat,temui aku ya?

Aku ingin telfon Umi, karena setiap malam aku tidak bisa tidur, kuharap dengan mendengar suaramu aku bisa agak tenang. Dan aku ingin bertemu denganmu sebelum aku tidur selamanya. Yang jelas aku nggak pernah tenang, aku nggak minta apa apa, hanya ingin berjumpa denganmu.
Aku hanya ingin merasa nyaman walau sesaat, aku merasakan hidup walau sebentar… dan itu hanya bisa kurasakan saat berjumpa denganmu.

Aku sempat tersinggung.

Bagaimana perasaan Abi kalau tau istrinya mengantarkan dan menenangkan tidur laki laki lain walaupun hanya dengan suara?

Nggak apa apalah Umi, hanya suaramu yang mengantarkan aku tidur, sedang Abi bisa setiap saat berada disampingmu.

Kapan kau sadar bahwa cintamu salah alamat?

Tidak ada cinta yang salah alamat, kalaupun Umi tidak bisa menerima cintaku, maka temui aku walau sedetik, biar aku tenang berlalu dari hidupmuSetiap kali kutelfon, kau tak pernah mau angkat. Tahukah kau bagaimana perasaanku? Nafasku terasa sesak. Ini permohonanku, waktuku hanya sebentar, tinggal dua bulan lagi aku di sini, aku tidak ada pilihan lain, sudah muak aku dengan semua kehidupan ini.

Aku semakin yakin kau bukan mujahid, tapi putus asa. Kau lari dari dunia, kau lari dari masalah.

Umi, aku ingin mendengar suaramu. Kalau yang lain telfon kau angkat, tapi aku tidak?

Ada benarnya. Orang lain siapapun aku angkat, tapi dia tidak. Jiwa terapisku tersentuh.

Telfon sekarang!

Baru saja pesan terkirim, nada panggil sudah terdengar. Ck ck ck, semangat sekali dia.

Kutarik nafas, upaya tuk menenangkan diri, sebelum kuangkat hp.

“ Halo ?” terdengar suara dari seberang sana, bersama suara desiran angin gunung, seperti suara di telfon kemarin sore. Benar dugaanku, kemarin dia yang nelfon. Biarlah, tokh sudah terjadi, tak perlu dipersoalkan lagi.

“ Assalamu’alaikum’,” jawabku dengan suara yang kubuat setenang mungkin.

“ Wa’alaikum salam,” jawabnya, terasa olehku dia berusaha menenangkan diri, menahan gejolah perasaannya.

Ya? tanyaku, menunggu jawabnya.

“ Pengen denger suara Umi?” jawabnya malu malu.

Sekarang sudah dengar suara Umi, tutup ya?” godaku he he he.

“ Eh… Umi, tunggu..” dia buru buru menjawab, kutunggu ucapan selanjutnya.

Mengapa kalau orang lain nelfon Umi angkat, tapi kalau aku yang nelfon didiamkan saja?”

“ Karena ada sesuatu di hatimu, maka Umi nggak mau angkat.” Jawabku.

Aku ingat waktu pertama dia menelfon, baru sebentar pulsanya habis, aku harus manfaatkan waktu sebaik baiknya. Suara ku buat tegas berwibawa, he he he.

Oke, Habib sekarang umur berapa?”

Dua puluh lima, memang kenapa Umi?”

Lho katanya mau bidadari? Umi mau kirim bidadari nih?” godaku

“ Nggaklah…. Mau ketemu Umi saja.”

“ Oke, boleh Umi tanya? Selama ini bagaimana jalan tarbiyahnya?”

“ Kan sudah aku ceritakan, dulu murrobiku pulang ke jawa dan aku terus vakum aku kenal tarbiyah dari kelas 2 SMP sampai 3 SMA.”

“ Waktu pengajian membahas masalah jihad nggak?”

“ Y a sudah sampai, tapi kan hanya teori. Aku juga sudah silaturahmi ke kantor DPD.”

DPD apa?” kejarku, dia sebutkan DPD yang dimaksud, Alhamdulillah. Aku lega.

Lalu mau jihad ikut pasukan siapa?”

“ Ada orang dari ujung pulau Sumatra, aku nggak tahu juga harokahnya apa?”

Habib! Jangan pernah melakukan sesuatu yang Habib nggak tahu alasannya, nggak tahu mau dibawa kemana, apa tujuannya. Apalagi niat Habib bukan mau jihad, tapi lari dari masalah, lari dari hidup. Ada kisah, seseorang yang gugur di medan perang, ketika di tanya Allah,mengapa menginginkan gugur di medan perang? Dia menjawab, lillahi ta’ala. karena Allah ta’ala, tapi Allah mengingkarinya, Kamu berperang karena ingin disebut pahlawan, pemberani! akhirnya, masuklah dia keneraka, karena syurga menolaknya.” T
ut tut tut, benarkan pulsa habis. Maklumlah, beda operator.

Ada sms, masuk, Habis pulsa Umi.

***

Jam 13.30, sms dari Habib masuk,

Detik detik sisa pulsaku, ku ingin mengungkapkan sebuah kata lagi padamu Umi, Sudah makan belum?  terpingkal aku membacanya.

Sedang makan pecel, badan agak meriyang, anak yang kecil sedang sakit, agak rewel.

Berikan ke aku saja Um adek kecil, biar ku momong, siapa namanya? Oh, seandainya…

Stop, seandainya dari syaiton. Pulsa habis, sudah diam dulu! Segera kupotong, sebelum dilanjutkan.

Oke Umi.

Hei, hadiah sudah dilihat belum? Eh iya, habis pulsa, nggak bisa jawab, kasiaaan deh. Dilarang minta ibu, mujahid muda harus mandiri, kalau belum mandiri artinya belum pantas ke medan perang

Sengaja kupanas panasi dia. Aku belum tahu apa dia sudah bekerja, mandiri, anak keberapa dan sebagainya. Aku sebenarnya tidak ingin terlibat terlalu dalam, sehingga aku tunjukkan sikap acuhku. Begitu saja dia tidak mau menyerah, bagaimana kalau aku menunjukkan perhatian berlebih dengan ingin tahu dirinya? Entahlah sampai kapan.

Ada beberapa alasan yang jadi pertimbangan, mengapa aku tetap meresponnya.
Aku belum tahu cara terbijak untuk melepaskannya tetapi tidak merusak dan menghancurkan jiwanya.
Habib sepertinya anak baik, polos, berusaha menjaga diri.
Habib pemberani ( atau nekad?) begitu beraninya menyatakan cinta padaku yang jelas jelas tidak mungkin dimilikinya. Sayang kalau potensi sebaik ini tidak digarap untuk kebaikan umat.
Andai aku jadi ibunya, mungkin hatiku akan perih melihat nasibnya, pemuda baik korban putus cinta, bercita cita ingin mati syahid, cita cita yang sangat mulia, tetapi dengan alasan yang tidak tepat. 
Dia sedang bemasalah dengan dirinya sendiri, dia belum mampu mengelola rasa kecewanya
Dia sedang berupaya untuk ridho kepada kehendak Allah, disisi lain dia ingin mencapai cita cita tertingginya, syahid fi sabilillah. 
Sepertinya itu yang terjadi, dia ingin menyalurkan kekecewaannya dengan cara yang sekilas pandang sesuatu yang sangat baik, jihad. 
Aku ingin membantunya, semoga Allah membimbingku.
Akupun ingin suatu saat dimana anak anakku dalam kesulitan, maka orang orang yang ditemuinya mau membantunya dengan tulus, dengan izin Allah tentunya.

Andai Allah izinkan, aku ingin membantunya sampai dia menemukan jodoh yang akan mendampinginya, mengingat usianya sudah layak berumah tangga.
***

No comments:

Post a Comment